Mengenal Instrumen Nilai Ekonomi Karbon, Upaya Pemerintah Mengurangi Emisi Karbon dan Menanggulangi Climate Change

Selasa, 14 Desember 2021 - 10:46 WIB
Pada Bab VI UU HPP Pasal 13, pengenaan tarif pajak karbon yang ditetapkan yaitu sebesar Rp30 per kilogram karbon CO2e. Namun, rencana awal pengenaan tarif pajak karbon dalam draft RUU KUP dua kali lipat lebih tinggi yaitu sebesar Rp75 per kilogram CO2e. Tarif pajak karbon yang ditetapkan tersebut jauh di bawah rekomendasi World Bank dan IMF untuk negara berkembang, yaitu antara US$ 35 - US$ 100 per ton atau sekitar Rp507.500 - Rp1,4 juta per ton, dengan asumsi kurs Rp14.500 per US$.

Menurut Cut Nurul Aidha, ekonom The PRAKARSA, keputusan pemerintah untuk menetapkan harga Rp30 per kilogram karbon CO2e dianggap terlalu rendah jika dibandingkan Singapura yang mengenakan tarif sebesar US$ 0.0040 per kilogram C02e atau sekitar Rp56.89 per kilogram CO2e. Padahal jumlah emisi yang dihasilkan Singapura jauh di bawah Indonesia. Walaupun tarif pajak karbon Rp30 per kilogram karbon CO2e merupakan langkah maju, namun tarif yang ditetapkan masih terlalu rendah jika dibandingkan dengan emisi karbon yang dihasilkan Indonesia.

Dalam implementasinya, perdagangan karbon sebenarnya lebih mudah dan memungkinkan dibandingkan pajak karbon. Hal tersebut dikarenakan perdagangan karbon menawarkan insentif ekonomi kepada industri sebagai imbalan atas pengurangan emisi, sementara pengenaan pajak karbon secara langsung justru dapat membatasi ruang gerak pertumbuhan ekonomi. Maka dari itu, untuk tahap awal yaitu mulai 1 April 2022, pengenaan pajak karbon akan diterapkan pada sektor Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara dengan menggunakan mekanisme cap-and-tax.

Pada tahun 2025 dan seterusnya, implementasi perdagangan karbon akan dimulai secara penuh dengan perluasan sektor pemajakan pajak karbon sesuai kesiapan masing-masing sektor yang mampu berkontribusi untuk green economy Indonesia. Dengan demikian, pengenaan pajak karbon akan tetap menunggu seluruh infrastruktur dari carbon market dan carbon registry terlebih dahulu. Penerapan pajak karbon juga akan mengedepankan prinsip keadilan (just) dan keterjangkauan (affordable) bagi masyarakat serta dengan memperhatikan iklim berusaha.

Penerapan pajak karbon merupakan salah satu bentuk komitmen Indonesia untuk menangani climate change sebagaimana telah diratifikasi dalam Paris Agreement kepada UNFCCC pada tahun 2015 silam. Pihak-pihak terkait dalam Paris Agreement tersebut telah menyepakati untuk membatasi kenaikan suhu rata-rata global di bawah 2°C hingga 1,5°C dari tingkat suhu pra-industrialisasi.

Sementara, Indonesia telah menetapkan target untuk menurunkan emisi GRK sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Sasaran sektor yang menjadi prioritas utama penurunan emisi GRK adalah sektor energi dan transportasi serta sektor kehutanan yang sudah mencakup 97% dari total target penurunan emisi NDC Indonesia. Diharapkan melalui penyelenggaraan instrumen nilai ekonomi karbon ini dapat menjadi tonggak penting dalam menyelaraskan kebijakan Indonesia menuju target NDC 2030 dan Net Zero Emission (NZE) 2060.

Sumber dan Referensi:

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional

https://theprakarsa.org/pajak-karbon-dalam-uu-harmonisasi-peraturan-perpajakan-hpp-langkah-maju-namun-tarif-terlalu-rendah/
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More