Ekosistem Digital dan Ekologi Digital
Selasa, 14 Desember 2021 - 05:19 WIB
Tedi Supardi Muslih
Tim Analisis Strategis dan Kebijakan BSSN, Tim SIMAN Kemenko Polhukam RI
TEKNOLOGI digital dan berbagai komponen pendukungnya, termasuk internet yang menjadi tulang punggungnya dan ruang siber sebagai tempatnya, telah dibahas sepanjang waktu dari berbagai sudut pandang. Bahkan terkadang membingungkan, seperti penyebutan istilah internet, web, situs, siber, dan digital, yang sering bertukar-tukar tempat.
Belakangan akrab trend “ekosistem digital”. Sebuah istilah yang sebetulnya berasal dari ilmu biologi, yaitu ekosistem yang merujuk pada suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi atau hubungan timbal balik antara komponen biotik (makhluk hidup) dan abiotik (benda tak hidup). Pada ekosistem maka matahari (komponen abiotik) merupakan sumber energi dari semua energi yang ada.
Membaca interaksi yang terjadi di dalam ruang siber dengan bahasa biologi itulah yang disebut ekosistem digital. Karena itu, ekosistem digital inilah wujud sebuah tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh serta saling memengaruhi dalam ruang siber. Di dalamnya tentu saja ada manusia (sebagai makhluk hidup), dan ada berbagai platfom digital yang saling memengaruhi, serta internet yang menjadi tulang punggungnya. Saat ini listrik menjadi sumber utama energi di ruang siber, kelak matahari akan menggantikannya.
Lalu bagaimana dengan ekologi digital? Serupa juga dengan ekosistem digital yang meminjam istilah dari bahasa biologi, begitu juga dengan ekologi digital. Bahkan antara ekosistem dan ekologi memiliki keterkaitan yang sangat erat, bahkan menjadi satu kesatuan yang utuh.
Jika ekosistem adalah hubungan timbal balik antara makhluk hidup an lingkungannya, maka ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan tersebut, yaitu ilmu yang mempelajari bentuk interaksinya. Dalam ilmu lingkungan, ekologi dijadikan sebagai ilmu dasar untuk memahami interaksi di dalam lingkungan. Sistem ekologi terbentuk dari kesatuan dan interaksi antarkomponen penyusun ekosistem yang saling berhubungan satu sama lain.
Manusia menggunakan analisis ekologi untuk menciptakan lingkungan hidup berkelanjutan dan bertanggungjawab demi pengamanan dan kelestarian, serta kesejahteraan. Metode penggunaan analisis ekologi dalam lingkungan hidup itu dapat juga dibaca dengan Bahasa ekologi digital, yaitu untuk menciptakan lingkungan virtual yang bertanggungjawab demi pengaman dan kelestarian, serta kesejahteraan.
Jadi, ketajaman dalam ekologi digital inilah yang memperkuat ekosistem digital. Karena itulah, pada tahapan ekologi digital inilah dibutuhkan motode yang kuat untuk mengurai berbagai dinamika dalam dunia digital. Tentu saja, dinamika yang dimaksud di sini bukan hanya dalam wilayah teknisnya saja, namun juga termasuk lingkup kebijakan pengambil keputusan dan membina hubungan dengan pemangku kekuasaan.
Misalnya, pada anggota Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) DKI Jakarta dibutuhkan harmonisasi aktivitas dengan berbagai komponen terkait (seperti Pemerintah DKI Jakarta, DPRD-DKI Jakarta, lembaga-lembaga penegak hukum di wilayah hukum DKI Jakarta), maka dibutuhkan Pengurus Wilayah (Pengwil) DKI Jakarta yang progresif dalam melihat dinamikanya. Langkah-langkah seperti ini perlu dilakukan untuk menciptakan lingkungan virtual yang bebas polusi dan sehat serta mensejahterakan.
Tim Analisis Strategis dan Kebijakan BSSN, Tim SIMAN Kemenko Polhukam RI
TEKNOLOGI digital dan berbagai komponen pendukungnya, termasuk internet yang menjadi tulang punggungnya dan ruang siber sebagai tempatnya, telah dibahas sepanjang waktu dari berbagai sudut pandang. Bahkan terkadang membingungkan, seperti penyebutan istilah internet, web, situs, siber, dan digital, yang sering bertukar-tukar tempat.
Belakangan akrab trend “ekosistem digital”. Sebuah istilah yang sebetulnya berasal dari ilmu biologi, yaitu ekosistem yang merujuk pada suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi atau hubungan timbal balik antara komponen biotik (makhluk hidup) dan abiotik (benda tak hidup). Pada ekosistem maka matahari (komponen abiotik) merupakan sumber energi dari semua energi yang ada.
Membaca interaksi yang terjadi di dalam ruang siber dengan bahasa biologi itulah yang disebut ekosistem digital. Karena itu, ekosistem digital inilah wujud sebuah tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh serta saling memengaruhi dalam ruang siber. Di dalamnya tentu saja ada manusia (sebagai makhluk hidup), dan ada berbagai platfom digital yang saling memengaruhi, serta internet yang menjadi tulang punggungnya. Saat ini listrik menjadi sumber utama energi di ruang siber, kelak matahari akan menggantikannya.
Lalu bagaimana dengan ekologi digital? Serupa juga dengan ekosistem digital yang meminjam istilah dari bahasa biologi, begitu juga dengan ekologi digital. Bahkan antara ekosistem dan ekologi memiliki keterkaitan yang sangat erat, bahkan menjadi satu kesatuan yang utuh.
Jika ekosistem adalah hubungan timbal balik antara makhluk hidup an lingkungannya, maka ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan tersebut, yaitu ilmu yang mempelajari bentuk interaksinya. Dalam ilmu lingkungan, ekologi dijadikan sebagai ilmu dasar untuk memahami interaksi di dalam lingkungan. Sistem ekologi terbentuk dari kesatuan dan interaksi antarkomponen penyusun ekosistem yang saling berhubungan satu sama lain.
Manusia menggunakan analisis ekologi untuk menciptakan lingkungan hidup berkelanjutan dan bertanggungjawab demi pengamanan dan kelestarian, serta kesejahteraan. Metode penggunaan analisis ekologi dalam lingkungan hidup itu dapat juga dibaca dengan Bahasa ekologi digital, yaitu untuk menciptakan lingkungan virtual yang bertanggungjawab demi pengaman dan kelestarian, serta kesejahteraan.
Jadi, ketajaman dalam ekologi digital inilah yang memperkuat ekosistem digital. Karena itulah, pada tahapan ekologi digital inilah dibutuhkan motode yang kuat untuk mengurai berbagai dinamika dalam dunia digital. Tentu saja, dinamika yang dimaksud di sini bukan hanya dalam wilayah teknisnya saja, namun juga termasuk lingkup kebijakan pengambil keputusan dan membina hubungan dengan pemangku kekuasaan.
Misalnya, pada anggota Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet (APJII) DKI Jakarta dibutuhkan harmonisasi aktivitas dengan berbagai komponen terkait (seperti Pemerintah DKI Jakarta, DPRD-DKI Jakarta, lembaga-lembaga penegak hukum di wilayah hukum DKI Jakarta), maka dibutuhkan Pengurus Wilayah (Pengwil) DKI Jakarta yang progresif dalam melihat dinamikanya. Langkah-langkah seperti ini perlu dilakukan untuk menciptakan lingkungan virtual yang bebas polusi dan sehat serta mensejahterakan.
(mpw)
tulis komentar anda