Kemenkumham Sebaiknya Bebaskan Napi Kelompok Rentan dan Pengguna Narkoba
Kamis, 23 April 2020 - 00:02 WIB
JAKARTA - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat, seperti ICJR, LBH, dan Mappi FHUI, menuntut Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), menambah lagi narapidana (Napi) yang dibebaskan.
Saat ini sudah ada 38.822 warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang dikeluarkan sebagai bagian dari pencegahan penularan pendemi Covid-19 atau virus Corona.
Peneliti ICJR Maidina Rahmawati mengatakan, Kemenkumham harus mempersiapkan pembebasan WBP dengan status kelompok rentan. Mereka itu adalah WBP lanjut usia, ibu hamil atau dengan anak, anak, yang memiliki penyakit bawaan, gangguan jiwa, dan pengguna narkotia.
"Khusus untuk pengguna narkotika, pendemi Covid-19 harus jadi momentum pemerintah untuk memperbaiki kebijakan narkotika yang selama ini bebani negara," kata Maidina dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Rabu (22/04/2020).
(Baca juga: Ahmad Dhani Dukung Napi Dibebaskan, tetapi Khusus Tahanan Narkoba)
Pada Maret lalu, jumlah penghuni rutan dan lapas di Indonesia mencapai 270.466 orang. Sementara itu, kapasitan rutan dan lapas hanya 132.335 orang. Menurut Maidina, 55 persen WBP berasal dari tindak pidana narkotika.
"Sebanyak 38.995 WBP merupakan pengguna narkotika. Bahkan, sebelumnya di Februari 2020, 68 persen WBP berasal dari tindak pidana narkotika dan pengguna narkotika yang dipaksa untuk mendekam di penjara mencapai 47.122 orang," tuturnya.
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan Kemenkumham sebelum melepaskan WBP pengguna narkotika. Pertama, penilaian kesehatan dan derajat keparahan penggunaan napza. Ini termasuk penilaian adiksi dan risko pada semua WBP yang berasal dari kebijakan 'rancu' narkotika.
"Banyak pengguna dan pecandu narkotika dijerat dengan pasal penguasaan dan kepemilikan UU Narkotika. Itu menyebabkan mereka diklasifikasikan sebagai 'bandar' dan dijatuhi hukuman di atas 5 tahun penjara," ungkap Maidina.
Kedua, identifikasi WBP yang berasal dari tindak pidana narkotika murni sebagai pengguna. Ketiga, WBP yang adiksi memperoleh surat rujukan yang menujuk lembaga kesehatan terdekat untuk melakukan rehabilitasi dan pengawasan.
Lihat Juga: Bongkar Sindikat Internasional, Polda Metro Sita 389 Kg Sabu dari Jaringan Jakarta-Afganistan
Saat ini sudah ada 38.822 warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang dikeluarkan sebagai bagian dari pencegahan penularan pendemi Covid-19 atau virus Corona.
Peneliti ICJR Maidina Rahmawati mengatakan, Kemenkumham harus mempersiapkan pembebasan WBP dengan status kelompok rentan. Mereka itu adalah WBP lanjut usia, ibu hamil atau dengan anak, anak, yang memiliki penyakit bawaan, gangguan jiwa, dan pengguna narkotia.
"Khusus untuk pengguna narkotika, pendemi Covid-19 harus jadi momentum pemerintah untuk memperbaiki kebijakan narkotika yang selama ini bebani negara," kata Maidina dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Rabu (22/04/2020).
(Baca juga: Ahmad Dhani Dukung Napi Dibebaskan, tetapi Khusus Tahanan Narkoba)
Pada Maret lalu, jumlah penghuni rutan dan lapas di Indonesia mencapai 270.466 orang. Sementara itu, kapasitan rutan dan lapas hanya 132.335 orang. Menurut Maidina, 55 persen WBP berasal dari tindak pidana narkotika.
"Sebanyak 38.995 WBP merupakan pengguna narkotika. Bahkan, sebelumnya di Februari 2020, 68 persen WBP berasal dari tindak pidana narkotika dan pengguna narkotika yang dipaksa untuk mendekam di penjara mencapai 47.122 orang," tuturnya.
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan Kemenkumham sebelum melepaskan WBP pengguna narkotika. Pertama, penilaian kesehatan dan derajat keparahan penggunaan napza. Ini termasuk penilaian adiksi dan risko pada semua WBP yang berasal dari kebijakan 'rancu' narkotika.
"Banyak pengguna dan pecandu narkotika dijerat dengan pasal penguasaan dan kepemilikan UU Narkotika. Itu menyebabkan mereka diklasifikasikan sebagai 'bandar' dan dijatuhi hukuman di atas 5 tahun penjara," ungkap Maidina.
Kedua, identifikasi WBP yang berasal dari tindak pidana narkotika murni sebagai pengguna. Ketiga, WBP yang adiksi memperoleh surat rujukan yang menujuk lembaga kesehatan terdekat untuk melakukan rehabilitasi dan pengawasan.
Lihat Juga: Bongkar Sindikat Internasional, Polda Metro Sita 389 Kg Sabu dari Jaringan Jakarta-Afganistan
(maf)
tulis komentar anda