MPR Berharap Pembangunan Desa Melibatkan Kelompok Difabel
Rabu, 01 Desember 2021 - 21:39 WIB
JAKARTA - Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat mengatakan pembangunan desa menjadi ruang yang inklusif harus melibatkan seluruh elemen masyarakat. Termasuk mengoptimalkan kemampuan kelompok difabel .
"Negara harus menciptakan langkah dan sistem yang terpadu dalam pembangunan dengan melibatkan semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali, sehingga kebijakan pembangunan yang dihasilkan memastikan tidak ada kelompok masyarakat yang tertinggal," ujarnya saat membuka diskusi daring bertema Menuju Desa Inklusi Melalui Implementasi Prioritas Penggunaan Dana Desa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (1/12/2021).
Menurut Lestari, menuju Indonesia Emas, Indonesia harus melakukan pembangunan dengan banyak strategi untuk memastikan seluruh anggota masyarakat ikut dan berpartisipasi dalam pembangunan, baik di tingkat nasional hingga ke tingkat desa.
Salah satu strategi itu, kata Rerie, sapaan akrab Lestari adalah pembangunan inklusif yang mengakomodasi kelompok difabel dengan mengedepankan pendekatan berbasis hak, seperti tercantum dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sehingga penyandang disabilitas dimungkinkan menjadi aktor dalam pembangunan.
"Pembentukan desa inklusif dengan memanfaatkan dana desa merupakan realisasi dari pembangunan berkelanjutan yang membawa semangat no one left behind," katanya.
Staf Ahli Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Bito Wikantosa mengatakan desa inklusif merupakan bagian dari upaya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menjalankan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2021–2025. Khususnya terkait memperkuat peran serta desa dalam memberikan penghormatan, pelindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan HAM terhadap empat kelompok sasaran, yaitu perempuan, anak, penyandang disabilitas, kelompok masyarakat adat yang ada di desa.
Menurut Bito, saat ini pemerintah sedang melakukan pengembangan percontohan desa inklusif yang targetnya adalah 640 desa di 160 kabupaten dan 33 provinsi yang berlangsung mulai dari 2021 hingga 2024 melalui Program P3PD yang dikelola melalui mekanisme kerja sama Kemendesa PDTT, Bappenas dan Kemendagri.
"Konsep utama pembangunan berkelanjutan di desa inklusif antara lain menjadikan setiap warga desa sebagai subjek pembangunan," katanya.
Sementara, Direktur Tata Ruang dan Penanganan Bencana Bappenas Sumedi Andono Mulyo berpendapat optimalisasi dana desa dalam pembangunan desa harus berbasis keadilan dan berkelanjutan. Pemihakan terhadap kelompok rentan, termasuk kelompok masyarakat difabel, kata Sumedi, merupakan bagian dari amanat konstitusi kita.
"Yang harus diupayakan bagaimana penerapan paradigma sehat, tangguh, dan tumbuh dalam memperkuat pondasi pembangunan berkeadilan dan berkelanjutan," jelasnya.
"Kunci untuk mewujudkan keberhasilan menegakkan paradigma sehat, tangguh dan tumbuh dalam pembangunan desa adalah kolaborasi yang kuat antar para pemangku kepentingan di pusat dan daerah," imbuhnya.
"Negara harus menciptakan langkah dan sistem yang terpadu dalam pembangunan dengan melibatkan semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali, sehingga kebijakan pembangunan yang dihasilkan memastikan tidak ada kelompok masyarakat yang tertinggal," ujarnya saat membuka diskusi daring bertema Menuju Desa Inklusi Melalui Implementasi Prioritas Penggunaan Dana Desa yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (1/12/2021).
Menurut Lestari, menuju Indonesia Emas, Indonesia harus melakukan pembangunan dengan banyak strategi untuk memastikan seluruh anggota masyarakat ikut dan berpartisipasi dalam pembangunan, baik di tingkat nasional hingga ke tingkat desa.
Salah satu strategi itu, kata Rerie, sapaan akrab Lestari adalah pembangunan inklusif yang mengakomodasi kelompok difabel dengan mengedepankan pendekatan berbasis hak, seperti tercantum dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sehingga penyandang disabilitas dimungkinkan menjadi aktor dalam pembangunan.
"Pembentukan desa inklusif dengan memanfaatkan dana desa merupakan realisasi dari pembangunan berkelanjutan yang membawa semangat no one left behind," katanya.
Staf Ahli Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi Bito Wikantosa mengatakan desa inklusif merupakan bagian dari upaya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menjalankan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2021–2025. Khususnya terkait memperkuat peran serta desa dalam memberikan penghormatan, pelindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan HAM terhadap empat kelompok sasaran, yaitu perempuan, anak, penyandang disabilitas, kelompok masyarakat adat yang ada di desa.
Menurut Bito, saat ini pemerintah sedang melakukan pengembangan percontohan desa inklusif yang targetnya adalah 640 desa di 160 kabupaten dan 33 provinsi yang berlangsung mulai dari 2021 hingga 2024 melalui Program P3PD yang dikelola melalui mekanisme kerja sama Kemendesa PDTT, Bappenas dan Kemendagri.
"Konsep utama pembangunan berkelanjutan di desa inklusif antara lain menjadikan setiap warga desa sebagai subjek pembangunan," katanya.
Sementara, Direktur Tata Ruang dan Penanganan Bencana Bappenas Sumedi Andono Mulyo berpendapat optimalisasi dana desa dalam pembangunan desa harus berbasis keadilan dan berkelanjutan. Pemihakan terhadap kelompok rentan, termasuk kelompok masyarakat difabel, kata Sumedi, merupakan bagian dari amanat konstitusi kita.
"Yang harus diupayakan bagaimana penerapan paradigma sehat, tangguh, dan tumbuh dalam memperkuat pondasi pembangunan berkeadilan dan berkelanjutan," jelasnya.
"Kunci untuk mewujudkan keberhasilan menegakkan paradigma sehat, tangguh dan tumbuh dalam pembangunan desa adalah kolaborasi yang kuat antar para pemangku kepentingan di pusat dan daerah," imbuhnya.
(kri)
tulis komentar anda