Delegasi Indonesia Lakukan Benchmarking dengan IPR Center Demi Tingkatkan Penegakan Hukum KI
Jum'at, 05 November 2021 - 13:58 WIB
Direktur Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa, selaku Ketua Delegasi Indonesia, Anom Wibowo mengatakan dalam menciptakan penegakan hukum KI yang efektif dan efisien, perlu adanya sinergi dan koordinasi yang tepat antar lembaga penegak hukum.
Upaya tersebut coba dilakukan Indonesia dengan membentuk Satuan Tugas Operasi (Satgas Ops) Penanggulangan Status PWL yang terdiri lima lembaga yang memiliki kewenangan langsung di bidang pengawasan dan penegakan hukum KI.
Lima lembaga ini terdiri dari DJKI, Bareskrim Polri, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Pengawas Obat dan Makanan.
“Kami rasa dengan terbentuknya Satgas Ops ini sudah cukup efektif pelaksanaannya. Namun, kami tetap butuh masukan dan pembanding agar Indonesia betul-betul memiliki sistem yang sesuai untuk diterapkan,” kata Anom.
Karenanya, Anom berpendapat bahwa benchmarking dengan IPR Center dapat memberikan paradigma baru terkait sistem penegakan hukum untuk diterapkan Indonesia.
Mengingat, IPR Center merupakan Pusat Koordinasi Hak Kekayaan Intelektual Nasional yang mengkoordinir 27 lembaga penegak hukum yang ada di Amerika Serikat bahkan hingga ke penegak hukum di Eropa untuk saling bekerja sama dalam menindak kejahatan KI.
“Hal inilah yang ingin Indonesia ketahui. Bagaimana sistem Amerika Serikat dalam melakukan koordinasi antar lembaga penegak hukum dapat berjalan optimal,” ucap Anom.
Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia juga melakukan negosiasi dengan IPR Center untuk mendukung peningkatan kapasitas PPNS DJKI melalui pelatihan.
"Tadi kami sempat bernegosiasi untuk dapat bekerja sama untuk mendapatkan training untuk peningkatan kapasitas pegawai penyidik negiri sipil," pungkas Anom.
Selain melakukan benchmarking ke IPR Center, delegasi Indonesia juga berkunjung ke Kantor Pusat Biro Investigasi Federal Amerika Serikat atau FBI di Washington, D.C. FBI sendiri merupakan salah satu lembaga penegak hukum yang berada di bawah koordinasi IPR Center.
Upaya tersebut coba dilakukan Indonesia dengan membentuk Satuan Tugas Operasi (Satgas Ops) Penanggulangan Status PWL yang terdiri lima lembaga yang memiliki kewenangan langsung di bidang pengawasan dan penegakan hukum KI.
Lima lembaga ini terdiri dari DJKI, Bareskrim Polri, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Badan Pengawas Obat dan Makanan.
“Kami rasa dengan terbentuknya Satgas Ops ini sudah cukup efektif pelaksanaannya. Namun, kami tetap butuh masukan dan pembanding agar Indonesia betul-betul memiliki sistem yang sesuai untuk diterapkan,” kata Anom.
Karenanya, Anom berpendapat bahwa benchmarking dengan IPR Center dapat memberikan paradigma baru terkait sistem penegakan hukum untuk diterapkan Indonesia.
Mengingat, IPR Center merupakan Pusat Koordinasi Hak Kekayaan Intelektual Nasional yang mengkoordinir 27 lembaga penegak hukum yang ada di Amerika Serikat bahkan hingga ke penegak hukum di Eropa untuk saling bekerja sama dalam menindak kejahatan KI.
“Hal inilah yang ingin Indonesia ketahui. Bagaimana sistem Amerika Serikat dalam melakukan koordinasi antar lembaga penegak hukum dapat berjalan optimal,” ucap Anom.
Dalam pertemuan tersebut, delegasi Indonesia juga melakukan negosiasi dengan IPR Center untuk mendukung peningkatan kapasitas PPNS DJKI melalui pelatihan.
"Tadi kami sempat bernegosiasi untuk dapat bekerja sama untuk mendapatkan training untuk peningkatan kapasitas pegawai penyidik negiri sipil," pungkas Anom.
Selain melakukan benchmarking ke IPR Center, delegasi Indonesia juga berkunjung ke Kantor Pusat Biro Investigasi Federal Amerika Serikat atau FBI di Washington, D.C. FBI sendiri merupakan salah satu lembaga penegak hukum yang berada di bawah koordinasi IPR Center.
tulis komentar anda