BMKG Ungkap Penyebab Rentetan Gempa di Ambarawa dan Salatiga
Minggu, 24 Oktober 2021 - 15:53 WIB
JAKARTA - Kepala Badan Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika ( BMKG ), Daryono mengungkapkan rentetan gempa di Banyubiru, Ambarawa, Salatiga di Provinsi Jawa Tengah merupakan fenomena gempa swarm. Gempa utama terjadi pada Sabtu, 23 Oktober 2021 pukul 00.32 WIB berkekuatan 3,0 magnitudo.
"Terkait fenomena swarm yang mengguncang Banyubiru, Ambarawa, Salatiga dan sekitarnya ada dugaan jenis swarm tersebut berkaitan dengan fenomena tektonik (tectonic swarm), karena zona ini cukup kompleks berdekatan dengan jalur Sesar Merapi Merbabu, Sesar Rawapening, dan Sesar Ungaran," kata Daryono dalam keterangan tertulisnya, Minggu (24/10/2021).
Daryono mengatakan dugaan tektonik swarm ini tampak dari bentuk gelombang geser (shear wave) yang sangat jelas dan nyata menggambarkan adanya pergeseran 2 blok batuan secara tiba-tiba.
Baca juga: Sehari Salatiga, Banyubiru, Bawen, dan Ambarawa Diguncang 24 Kali Gempa
"Tectonic swarm umumnya terjadi karena adanya bagian sesar yang mengalami rayapan (creeping) sehingga mengalami deformasi aseismik atau bagian/segmen sesar yang tidak terkunci (locked) bergerak perlahan seperti rayapan (creep)," kata Daryono.
Daryono mengungkapkan fenomena gempa swarm di Banyubiru ini tentu sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut dan menjadi tantangan bagi para ahli kebumian kita untuk mengungkap penyebab sesungguhnya.
Sementara itu, Daryono mengatakan bahwa gempa swarm bukan sekali ini terjadi di Indonesia. Beberapa fenomenanya pernah terjadi beberapa kali, di antaranya di Klangon, Madiun pada Juni 2015; Jailolo, Halmahera Barat pada Desember 2015; dan Mamasa, Sulawesi Barat pada November 2018.
"Masa berakhirnya aktivitas swarm berbeda-beda, dapat berlangsung selama beberapa hari, beberapa minggu, beberapa bulan, hingga beberapa tahun seperti halnya swarm Mamasa Sulawesi Barat yang mulai terjadi sejak akhir tahun 2018 dan masih terus terjadi hingga saat ini," kata Daryono.
"Terkait fenomena swarm yang mengguncang Banyubiru, Ambarawa, Salatiga dan sekitarnya ada dugaan jenis swarm tersebut berkaitan dengan fenomena tektonik (tectonic swarm), karena zona ini cukup kompleks berdekatan dengan jalur Sesar Merapi Merbabu, Sesar Rawapening, dan Sesar Ungaran," kata Daryono dalam keterangan tertulisnya, Minggu (24/10/2021).
Daryono mengatakan dugaan tektonik swarm ini tampak dari bentuk gelombang geser (shear wave) yang sangat jelas dan nyata menggambarkan adanya pergeseran 2 blok batuan secara tiba-tiba.
Baca juga: Sehari Salatiga, Banyubiru, Bawen, dan Ambarawa Diguncang 24 Kali Gempa
"Tectonic swarm umumnya terjadi karena adanya bagian sesar yang mengalami rayapan (creeping) sehingga mengalami deformasi aseismik atau bagian/segmen sesar yang tidak terkunci (locked) bergerak perlahan seperti rayapan (creep)," kata Daryono.
Daryono mengungkapkan fenomena gempa swarm di Banyubiru ini tentu sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut dan menjadi tantangan bagi para ahli kebumian kita untuk mengungkap penyebab sesungguhnya.
Sementara itu, Daryono mengatakan bahwa gempa swarm bukan sekali ini terjadi di Indonesia. Beberapa fenomenanya pernah terjadi beberapa kali, di antaranya di Klangon, Madiun pada Juni 2015; Jailolo, Halmahera Barat pada Desember 2015; dan Mamasa, Sulawesi Barat pada November 2018.
"Masa berakhirnya aktivitas swarm berbeda-beda, dapat berlangsung selama beberapa hari, beberapa minggu, beberapa bulan, hingga beberapa tahun seperti halnya swarm Mamasa Sulawesi Barat yang mulai terjadi sejak akhir tahun 2018 dan masih terus terjadi hingga saat ini," kata Daryono.
tulis komentar anda