Soal Amandemen UUD 45, Bamsoet Singgung Perlunya Utusan Golongan di MPR
Senin, 18 Oktober 2021 - 20:22 WIB
Diani menjelaskan, karena penyusun PPHN adalah MPR yang merupakan lembaga perwakilan, sisi inklusivitas PPHN tercermin dari sejauh mana MPR menjadi penjelmaan seluruh rakyat. Dalam konteks Indonesia, perwakilan politik sepenuhnya diselenggarakan oleh partai politik, sedangkan perwakilan teritorial menjadi porsi dari Dewan Perwakilan Daerah. Sejak saat amandemen keempat konstitusi, sudah tidak ada lagi Utusan Golongan yang merupakan bentuk representasi fungsional.
"Di dalam kondisi sekarang, jika PPHN dihidupkan, penyusunannya secara eksklusif akan dipegang oleh kalangan partai politik (DPR) dan wakil daerah (DPD). Inklusivitas proses penyusunan PPHN menjadi sangat penting karena berkaitan dengan berbagai komitmen SDGs yang pondasinya adalah prinsip 'leave no one behind'," jelas Diani.
Diani menambahkan, PPHN seyogyanya menjadi karya kolektif bangsa Indonesia, di mana seluruh elemen bangsa tanpa terkecuali, dapat menyampaikan aspirasinya. Sehingga kegiatan turunannya, yaitu Perencanaan Pembangunan Nasional pun menjadi inklusif.
"Di Hong Kong misalnya, kursi functional constituencies (FCs) bahkan pernah mengisi setengah dari keseluruhan kursi Legislative Council. FCs pernah memiliki peran yang sangat signifikan bagi kepentingan berbagai sektor dan komunitas dan pada akhirnya berperan penting pada pembangunan Hong Kong. Sementara di Perancis, kelembagaan representasi fungsional tidak berada di lingkungan parlemen, tetapi secara konstitusional diakui," tandas Diani.
Turut hadir sebagai narasumber lainnya, yakni Ketua Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri, Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Moch. Nurhasim, dan Moderator Diskusi Manuel Kaisiepo.
"Di dalam kondisi sekarang, jika PPHN dihidupkan, penyusunannya secara eksklusif akan dipegang oleh kalangan partai politik (DPR) dan wakil daerah (DPD). Inklusivitas proses penyusunan PPHN menjadi sangat penting karena berkaitan dengan berbagai komitmen SDGs yang pondasinya adalah prinsip 'leave no one behind'," jelas Diani.
Diani menambahkan, PPHN seyogyanya menjadi karya kolektif bangsa Indonesia, di mana seluruh elemen bangsa tanpa terkecuali, dapat menyampaikan aspirasinya. Sehingga kegiatan turunannya, yaitu Perencanaan Pembangunan Nasional pun menjadi inklusif.
"Di Hong Kong misalnya, kursi functional constituencies (FCs) bahkan pernah mengisi setengah dari keseluruhan kursi Legislative Council. FCs pernah memiliki peran yang sangat signifikan bagi kepentingan berbagai sektor dan komunitas dan pada akhirnya berperan penting pada pembangunan Hong Kong. Sementara di Perancis, kelembagaan representasi fungsional tidak berada di lingkungan parlemen, tetapi secara konstitusional diakui," tandas Diani.
Turut hadir sebagai narasumber lainnya, yakni Ketua Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD) Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri, Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Moch. Nurhasim, dan Moderator Diskusi Manuel Kaisiepo.
(cip)
tulis komentar anda