Cerita Jean Walters, Molly Bondan, dan J Edgar: 3 Perempuan Australia Pendukung Kemerdekaan RI
Selasa, 28 September 2021 - 06:46 WIB
Awal Kenal Julius Tahija
Jean Falkner Walters lahir di East Brunswick, Melbourne, Victoria pada 3 Februari 1916. Dia anak perwira polisi yang berdinas di Victoria Police.
Ketika dalam masa studi di jurusan kedokteran gigi Melbourne University, dia merupakan satu-satunya perempuan dari 24 mahasiswa di angkatannya. Pendidikan tinggi bagi perempuan Australia kala itu merupakan hal yang langka, terlebih bagi kaum kelas menengah.
Perkenalan Jean Walters dengan Hindia Belanda bermula saat orangtuanya mengundang beberapa serdadu KNIL yang bermarkas di Camp Pell, Melbourne, untuk jamuan minum teh. Untuk membalas kebaikan itu, Julius Tahija pun menelepon untuk mengucapkan terima kasih.
Spontan, orang tua Jean Walters mengundang kembali Julius Tahija untuk minum teh keesokan harinya. "Cinta pada pandangan pertama tatkala dia (Jean Walkers) membuka pagar rumah untuk Julius Tahija yang baru tiba," ujar buku itu.
Cinta tak bertepuk sebelah tangan, Julius Tahija juga merasakan hal yang sama. Tak perlu waktu lama bagi mereka untuk saling merajut kisah asmara. Beberapa waktu kemudian Julius Tahija diterjunkan dalam suatu misi rahasia.
Dalam reportase The Canberra Times terbitan 28 Oktober 1942 yang berjudul "Javanese Honoured Gallant, Band of Defenders" disebutkan bahwa pasukan Tahija terdiri atas 13 orang berhasil membunuh 200 orang laskar Jepang yang mendarat di Saumlaki, Kepulauan Tanimbar. Tak ayal Ratu Wilhelmina langsung mengganjar Julius Tahija dengan tanda jasa tertinggi, Militaire Willems-Orde.
Julius Tahija menikahi Jean Walters di Wesley Church di Lonsdale Street, Melbourne. Dia sudah menjadi Menteri Penerangan di Negara Indonesia Timur, tak lama setelah memutuskan berhenti menjadi ajudan Letjen Simon Hendrik Spoor, Kepala Staf KNIL saat itu. Pada 1947 Jean Walters pun menyusul Tahija ke Macassar (Makassar), Ibu Kota Negara Indonesia Timur.
Mengenang masa revolusi Indonesia, Jean Walters merasa pemikirannya tentang kemerdekaan Indonesia lebih progresif dari Julius Tahija. "Aku menjadi pendukung setia kemerdekaan Indonesia, mungkin lebih keras daripada Julius Tahija. Dia sudah banyak menderita di bawah kekuasaan Belanda, sehingga aku terbawa untuk membenci Belanda."
"Aku berpikir bahwa rakyat Indonesia lebih baik untuk mengurus negerinya sendiri," kata Jean, sebelum dia memutuskan untuk mengikuti acara-acara pro kemerdekaan Indonesia yang sering diadakan di Melbourne.
Jean Falkner Walters lahir di East Brunswick, Melbourne, Victoria pada 3 Februari 1916. Dia anak perwira polisi yang berdinas di Victoria Police.
Ketika dalam masa studi di jurusan kedokteran gigi Melbourne University, dia merupakan satu-satunya perempuan dari 24 mahasiswa di angkatannya. Pendidikan tinggi bagi perempuan Australia kala itu merupakan hal yang langka, terlebih bagi kaum kelas menengah.
Perkenalan Jean Walters dengan Hindia Belanda bermula saat orangtuanya mengundang beberapa serdadu KNIL yang bermarkas di Camp Pell, Melbourne, untuk jamuan minum teh. Untuk membalas kebaikan itu, Julius Tahija pun menelepon untuk mengucapkan terima kasih.
Spontan, orang tua Jean Walters mengundang kembali Julius Tahija untuk minum teh keesokan harinya. "Cinta pada pandangan pertama tatkala dia (Jean Walkers) membuka pagar rumah untuk Julius Tahija yang baru tiba," ujar buku itu.
Cinta tak bertepuk sebelah tangan, Julius Tahija juga merasakan hal yang sama. Tak perlu waktu lama bagi mereka untuk saling merajut kisah asmara. Beberapa waktu kemudian Julius Tahija diterjunkan dalam suatu misi rahasia.
Dalam reportase The Canberra Times terbitan 28 Oktober 1942 yang berjudul "Javanese Honoured Gallant, Band of Defenders" disebutkan bahwa pasukan Tahija terdiri atas 13 orang berhasil membunuh 200 orang laskar Jepang yang mendarat di Saumlaki, Kepulauan Tanimbar. Tak ayal Ratu Wilhelmina langsung mengganjar Julius Tahija dengan tanda jasa tertinggi, Militaire Willems-Orde.
Julius Tahija menikahi Jean Walters di Wesley Church di Lonsdale Street, Melbourne. Dia sudah menjadi Menteri Penerangan di Negara Indonesia Timur, tak lama setelah memutuskan berhenti menjadi ajudan Letjen Simon Hendrik Spoor, Kepala Staf KNIL saat itu. Pada 1947 Jean Walters pun menyusul Tahija ke Macassar (Makassar), Ibu Kota Negara Indonesia Timur.
Mengenang masa revolusi Indonesia, Jean Walters merasa pemikirannya tentang kemerdekaan Indonesia lebih progresif dari Julius Tahija. "Aku menjadi pendukung setia kemerdekaan Indonesia, mungkin lebih keras daripada Julius Tahija. Dia sudah banyak menderita di bawah kekuasaan Belanda, sehingga aku terbawa untuk membenci Belanda."
"Aku berpikir bahwa rakyat Indonesia lebih baik untuk mengurus negerinya sendiri," kata Jean, sebelum dia memutuskan untuk mengikuti acara-acara pro kemerdekaan Indonesia yang sering diadakan di Melbourne.
Lihat Juga :
tulis komentar anda