Amendemen UUD 1945 Dinilai Tak Perlu
Jum'at, 17 September 2021 - 14:02 WIB
JAKARTA - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti menilai amendemen UUD 1945 tidak perlu dilakukan karena tidak ada urgensinya. Dia menjelaskan bahwa haluan-haluan negara itu pada dasarnya sudah ada di pembukaan UUD 1945.
"Secara pribadi saya mengatakan tidak ada urgensi (melakukan amendemen UUD 1945)," katanya dalam diskusi daring bertajuk Menakar Urgensi Amendemen UUD 1945 yang diadakan oleh Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran bersama Perkumpulan Indonesia Muda (PIM) pada Kamis 16 September 2021.
Dia pun memberikan contoh bahwa MPR di Brasil bisa meminta calon presiden untuk melakukan perencanaan, bukan bentuk amendemen UUD. "Ketika presiden, seseorang itu mencalonkan diri sebagai presiden, maka dia harus membuat sedemikian rupa rencana-rencana itu sesuai dengan haluan yang sudah ada di konstitusi Brasil. Jadi acuannya tetap Brasil," kata Susi.
Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum Unpad Yudhi Wibhisana meminta lebih berhati-hati dalam menentukan amendemen UUD 1945 karena merupakan isu sensitif. "Mana yang lebih penting? amendemen atau penguatan lembaga-lembaga negara, lembaga-lembaga politik seperti KPU, KPK, atau parpol untuk bisa melahirkan sistem kenegaraan yang lebih menguatkan bangsa kita ini. Apakah kita semua mempunyai keyakinan, bahwa amendemen akan membawa perbaikan pada demokrasi? " katanya.
Dia berharap, para perumus bisa lebih peka terhadap amendemen UUD 1945, bukan hanya sekadar perubahan pasal dan bab semata. "Problem hukum dan politik yang lebih besar harus dipikirkan juga oleh perumus, baik di eksekutif, legislatif maupun di yudikatif. Lembaga-lembaga tersebut harus mempunyai ratio legis yang dapat diterima masyarakat Indonesia, memegang teguh itikad baik, dan melepaskan vested interest, mengapa diperlukan atau tidak diperlukannya amendemen UUD 1945," imbuhnya.
"Secara pribadi saya mengatakan tidak ada urgensi (melakukan amendemen UUD 1945)," katanya dalam diskusi daring bertajuk Menakar Urgensi Amendemen UUD 1945 yang diadakan oleh Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran bersama Perkumpulan Indonesia Muda (PIM) pada Kamis 16 September 2021.
Dia pun memberikan contoh bahwa MPR di Brasil bisa meminta calon presiden untuk melakukan perencanaan, bukan bentuk amendemen UUD. "Ketika presiden, seseorang itu mencalonkan diri sebagai presiden, maka dia harus membuat sedemikian rupa rencana-rencana itu sesuai dengan haluan yang sudah ada di konstitusi Brasil. Jadi acuannya tetap Brasil," kata Susi.
Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum Unpad Yudhi Wibhisana meminta lebih berhati-hati dalam menentukan amendemen UUD 1945 karena merupakan isu sensitif. "Mana yang lebih penting? amendemen atau penguatan lembaga-lembaga negara, lembaga-lembaga politik seperti KPU, KPK, atau parpol untuk bisa melahirkan sistem kenegaraan yang lebih menguatkan bangsa kita ini. Apakah kita semua mempunyai keyakinan, bahwa amendemen akan membawa perbaikan pada demokrasi? " katanya.
Dia berharap, para perumus bisa lebih peka terhadap amendemen UUD 1945, bukan hanya sekadar perubahan pasal dan bab semata. "Problem hukum dan politik yang lebih besar harus dipikirkan juga oleh perumus, baik di eksekutif, legislatif maupun di yudikatif. Lembaga-lembaga tersebut harus mempunyai ratio legis yang dapat diterima masyarakat Indonesia, memegang teguh itikad baik, dan melepaskan vested interest, mengapa diperlukan atau tidak diperlukannya amendemen UUD 1945," imbuhnya.
(rca)
tulis komentar anda