Amanah UU, Badan Peradilan Khusus Pilkada Harus Segera Dibentuk
Rabu, 01 September 2021 - 11:03 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus mengaku enggan memperdebatkan lagi masalah terkait penting tidaknya badan peradilan khusus yang bertugas memeriksa dan mengadili perkara perselisihan dan sengketa Pilkada . Sebab, hal itu sudah tertuang di dalam di Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada (UU Pilkada).
Baca juga: KPU Buka Opsi Anggaran Pilkada Tahun 2024 Bisa Dicicil
"Kalau sudah diamanatkan UU seharusnya dilaksanakan. Mestinya pemerintah segera merealisasikan pembentukan badan peradilan khusus pilkada sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dalam pasal 157 tentang pemilihan kepala daerah (Pilkada)," kata Guspardi kepada wartawan, Rabu (1/9/2021).
"Badan peradilan khusus ini nantinya memiliki kewenangan mengadili seluruh perkara hukum berkaitan dengan pelaksanaan pilkada. Seperti perkara perselisihan hasil pilkada, administrasi pilkada, dan perkara tindak pidana pilkada," sambungnya.
Politikus PAN ini menjelaskan, selama ini penyelesaian perselisihan pilkada dilakukan di Mahkamah Konstitusi (MK). Jika nantinya badan peradilan khusus tersebut dibentuk maka MK tak lagi menangani sengketa pilkada sehingga, MK bisa lebih fokus menangani hal-hal yang diluar masalah sengketa pilkada.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini menyarankan, sebaiknya badan peradilan khusus ini berada di bawah Mahkamah Agung (MA) tetapi dengan unit tersendiri. Dengan demikian, peradilan khusus pilkada menjadi salah satu kamar di pengadilan negeri, sama seperti pengadilan korupsi (Tipikor) yang merupakan pengadilan khusus, berada di lingkungan peradilan umum.
"Apakah bersifat ad hoc atau tidak, kita serahkan sepenuhnya kepada pemerintah untuk melakukan kajian tetapi proposional untuk menangani Pilkada. Pengadilan khusus Pilkada tersebut dijalankan oleh hakim-hakim yang memiliki kompetensi di bidang Pilkada. Jika dibentuk lagi lembaga baru tentu membutuhkan waktu yang lama dan berkonsekwesi juga kepada anggaran," tutur Guspardi.
Namun, legislator asal Sumatera Barat itu menambahkan, karena pelaksanaan Pilkada itu kan hanya sekali lima tahun, format lembaga perdilan khusus ini perlu dicermati. Kalau hanya mengadili permasalahan pilkada, sebaiknya bersifat ad hoc saja dan berkedudukan di setiap ibu kota provinsi, sehingga mudah diakses oleh semua kabupaten/kota di daerah masing-masing.
"Begitupun perkara yang ditangani badan peradilan khusus ini hanya menangani perkara Pilakada ditingkat daerah saja. Sedangkan penanganan perkara sengketa hasil pemilu tingkat nasional tetap menjadi kewenangan MK," usulnyam
Namun, dia menambahkan, yang perlu di ditegaskan bahwa keputusan yang dihasilkan badan peradilan khusus pilkada harus bersifat final dan mengikat seperti putusan MK. Dan waktu penyelesaian sengketa pilkada yang ditangani juga harus dibatasi. Sehingga setiap perkara yang diputuskan di badan pengadilan khusus pilkada merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir.
"Begitu juga keputusannya bersifat mengikat dan menutup peluang untuk melakukan banding, kasasi dan lain sebagainya. Demi peradilan cepat dan kepastian hukum dalam memutuskan perkara dalam Pilkada," tandas mantan Anggota DPRD Sumbar ini.
Baca juga: KPU Buka Opsi Anggaran Pilkada Tahun 2024 Bisa Dicicil
"Kalau sudah diamanatkan UU seharusnya dilaksanakan. Mestinya pemerintah segera merealisasikan pembentukan badan peradilan khusus pilkada sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dalam pasal 157 tentang pemilihan kepala daerah (Pilkada)," kata Guspardi kepada wartawan, Rabu (1/9/2021).
"Badan peradilan khusus ini nantinya memiliki kewenangan mengadili seluruh perkara hukum berkaitan dengan pelaksanaan pilkada. Seperti perkara perselisihan hasil pilkada, administrasi pilkada, dan perkara tindak pidana pilkada," sambungnya.
Politikus PAN ini menjelaskan, selama ini penyelesaian perselisihan pilkada dilakukan di Mahkamah Konstitusi (MK). Jika nantinya badan peradilan khusus tersebut dibentuk maka MK tak lagi menangani sengketa pilkada sehingga, MK bisa lebih fokus menangani hal-hal yang diluar masalah sengketa pilkada.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR ini menyarankan, sebaiknya badan peradilan khusus ini berada di bawah Mahkamah Agung (MA) tetapi dengan unit tersendiri. Dengan demikian, peradilan khusus pilkada menjadi salah satu kamar di pengadilan negeri, sama seperti pengadilan korupsi (Tipikor) yang merupakan pengadilan khusus, berada di lingkungan peradilan umum.
"Apakah bersifat ad hoc atau tidak, kita serahkan sepenuhnya kepada pemerintah untuk melakukan kajian tetapi proposional untuk menangani Pilkada. Pengadilan khusus Pilkada tersebut dijalankan oleh hakim-hakim yang memiliki kompetensi di bidang Pilkada. Jika dibentuk lagi lembaga baru tentu membutuhkan waktu yang lama dan berkonsekwesi juga kepada anggaran," tutur Guspardi.
Namun, legislator asal Sumatera Barat itu menambahkan, karena pelaksanaan Pilkada itu kan hanya sekali lima tahun, format lembaga perdilan khusus ini perlu dicermati. Kalau hanya mengadili permasalahan pilkada, sebaiknya bersifat ad hoc saja dan berkedudukan di setiap ibu kota provinsi, sehingga mudah diakses oleh semua kabupaten/kota di daerah masing-masing.
"Begitupun perkara yang ditangani badan peradilan khusus ini hanya menangani perkara Pilakada ditingkat daerah saja. Sedangkan penanganan perkara sengketa hasil pemilu tingkat nasional tetap menjadi kewenangan MK," usulnyam
Namun, dia menambahkan, yang perlu di ditegaskan bahwa keputusan yang dihasilkan badan peradilan khusus pilkada harus bersifat final dan mengikat seperti putusan MK. Dan waktu penyelesaian sengketa pilkada yang ditangani juga harus dibatasi. Sehingga setiap perkara yang diputuskan di badan pengadilan khusus pilkada merupakan pengadilan tingkat pertama dan terakhir.
"Begitu juga keputusannya bersifat mengikat dan menutup peluang untuk melakukan banding, kasasi dan lain sebagainya. Demi peradilan cepat dan kepastian hukum dalam memutuskan perkara dalam Pilkada," tandas mantan Anggota DPRD Sumbar ini.
(maf)
Lihat Juga :
tulis komentar anda