Pengamat Sarankan TNI Buat Regulasi Penggunaan Medsos untuk Prajurit dan Keluarganya
Rabu, 25 Agustus 2021 - 13:03 WIB
JAKARTA - Institusi militer dalam hal ini Tentara Nasional Indonesia (TNI) perlu memiliki strategi komunikasi yang baik. Hal ini penting untuk membangun pesan komunikasi yang positif dan mencegah terjadinya penyalahgunaan di media sosial (Medsos).
Hal itu diungkapkan pengamat militer dan intelijen Susaningtyas NH Kertopati saat memberikan kuliah umum untuk Perwira Siswa Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Laut (Pasis Seskoal) dengan tema "Pengaruh Telhnologi Informasi, Media Sosial & Strategi Komunikasi Terhadap Kinerja Organisasi & Prajurit” pada Rabu (25/8/2021). Sebelum memberikan paparannya dihadapan 100 Pasis Seskoal dari dalam dan luar negeri, mantan anggota Komisi I DPR ini sempat berkeliling Seskoal bersama dengan Danseskoal Laksda TNI Tunggul Suropati.
”Tanpa adanya strategi komunikasi yang terkonsep, terstruktur dan terintegrasi, maka hal ini sama saja membiarkan representasi, citra, dan pandangan publik terhadap institusi militer Indonesia mendapat stigma seadanya, tanpa arah, dan bahkan dapat menjadi buruk,” katanya.
Ketua DPP Partai Perindo Bidang Hankam & Cyber Security menyebut, saat ini sekitar 60% atau 160 juta lebih penduduk Indonesia menggunakan media sosial. Dimana penggunaannya didominasi oleh generasi Z (usia 0-19 tahun) dan Millenial/ Y (usia 20-39 tahun). ”Institusi militer dan prajurit perlu hadir secara strategis dalam memanfaatkan medium media sosial untuk membangun pesan yang positif (Institution Branding). Untuk itu, pesan komunikasi yang dikonstruksi perlu dirumuskan secara menarik, related, efektif dan komunikatif untuk membangun kedekatan dengan publik tanpa meninggalkan kode etik (Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan 8 Wajib TNI), disiplin pajurit, dan nilai nilai dasar lainnya (core values),” ujarnya.
Mengingat karakteristik media sosial yang cepat (rapid), kata Nuning, mudah dibagikan (shareable) dan multi channel maka kehati-hatian dalam penggunaannya bagi institusi dan prajurit TNI serta keluarganya perlu dirumuskan secara cermat dan tepat melalui panduan (guideline) atau buku pegangan (hand book) yang berisi regulasi, aturan, dan batasan, serta pedoman teknis lainnya dalam menggunakan media sosial, termasuk Two-Factor Authentication (2-FA) untuk keamanan digital, sebagaimana yang telah dilakukan di banyak negara.
”Regulasi tersebut, perlu memuat adanya kewajiban untuk melaporkan dan mendaftarkan akun media sosial institusi, prajurit dan keluarganya sebagai upaya monitoring dalam mencegah adanya penyalahgunaan yang dapat mencederai marwah TNI di mata publik yang dapat menurunkan kredibilitas dan trust publik terhadap TNI,” katanya.
Dengan adanya regulasi tersebut, kata Nuning maka semua prajurit dan keluarganya dapat mengetahui bahwa ketika masuk ke platform media sosial, mereka masih mewakili institusi militer tempat mereka bekerja. Dengan demikian, dalam berkomentar, memposting, dan menyebarkan informasi diperlukan kehati-hatian. Nuning menyebut, secara umum hal yang perlu diperhatikan adalah dilarang memposting, menyukai (like) atau tidak menyukai (dislike), berkomentar, membagikan tautan yang bernuansa politis, ujaran kebencian, hoaks, rasisme, melecehkan, menghina, dan lain-lain sesuai dengan hukum mengenai informasi elektronik yang ada di negara tersebut.
Sedangkan secara khusus, hal yang perlu diperhatikan adalah dilarang memposting gambar yang memiliki hak cipta orang lain tanpa izin, memposting detail tentang misi giat operasi, mengumumkan posisi lokasi dan waktu unit dalam operasi, rilis informasi tentang kematian anggota militer dalam tugas sebelum pihak keluarga mendapat informasi tersebut, posting gambar alutsista atau fasilitas lainnya yang rusak dan tidak terawat, posting foto, status, dan sebagainya dengan mengaktifkan menu geotagging atau lokasi anda saat dalam giat operasi, serta memposting sesuatu yang menggambarkan lokasi pasukan, peralatan, detail unit taktis, dan jumlah personel dalam giat operasi.
”Mengingat besarnya audience dan perbedaan karakteristik media sosial, maka strategi komunikasi yang dilakukan perlu dirumuskan secara tepat, efektif dan efisien. Untuk itu, adanya pendidikan dan pelatihan yang proper bagi humas atau PR institusi, serta sosialisasi bagi prajurit mutlak dibutuhkan. Saya senang sekali Pasis bersemangat mengetahui corporate culture di era IoT, Medsos, Cyber War saat ini. Semoga para Pasis kelak akan menjadi pemimpin yang mumpuni,” katanya.
Hal itu diungkapkan pengamat militer dan intelijen Susaningtyas NH Kertopati saat memberikan kuliah umum untuk Perwira Siswa Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Laut (Pasis Seskoal) dengan tema "Pengaruh Telhnologi Informasi, Media Sosial & Strategi Komunikasi Terhadap Kinerja Organisasi & Prajurit” pada Rabu (25/8/2021). Sebelum memberikan paparannya dihadapan 100 Pasis Seskoal dari dalam dan luar negeri, mantan anggota Komisi I DPR ini sempat berkeliling Seskoal bersama dengan Danseskoal Laksda TNI Tunggul Suropati.
”Tanpa adanya strategi komunikasi yang terkonsep, terstruktur dan terintegrasi, maka hal ini sama saja membiarkan representasi, citra, dan pandangan publik terhadap institusi militer Indonesia mendapat stigma seadanya, tanpa arah, dan bahkan dapat menjadi buruk,” katanya.
Ketua DPP Partai Perindo Bidang Hankam & Cyber Security menyebut, saat ini sekitar 60% atau 160 juta lebih penduduk Indonesia menggunakan media sosial. Dimana penggunaannya didominasi oleh generasi Z (usia 0-19 tahun) dan Millenial/ Y (usia 20-39 tahun). ”Institusi militer dan prajurit perlu hadir secara strategis dalam memanfaatkan medium media sosial untuk membangun pesan yang positif (Institution Branding). Untuk itu, pesan komunikasi yang dikonstruksi perlu dirumuskan secara menarik, related, efektif dan komunikatif untuk membangun kedekatan dengan publik tanpa meninggalkan kode etik (Sapta Marga, Sumpah Prajurit dan 8 Wajib TNI), disiplin pajurit, dan nilai nilai dasar lainnya (core values),” ujarnya.
Mengingat karakteristik media sosial yang cepat (rapid), kata Nuning, mudah dibagikan (shareable) dan multi channel maka kehati-hatian dalam penggunaannya bagi institusi dan prajurit TNI serta keluarganya perlu dirumuskan secara cermat dan tepat melalui panduan (guideline) atau buku pegangan (hand book) yang berisi regulasi, aturan, dan batasan, serta pedoman teknis lainnya dalam menggunakan media sosial, termasuk Two-Factor Authentication (2-FA) untuk keamanan digital, sebagaimana yang telah dilakukan di banyak negara.
Baca Juga
”Regulasi tersebut, perlu memuat adanya kewajiban untuk melaporkan dan mendaftarkan akun media sosial institusi, prajurit dan keluarganya sebagai upaya monitoring dalam mencegah adanya penyalahgunaan yang dapat mencederai marwah TNI di mata publik yang dapat menurunkan kredibilitas dan trust publik terhadap TNI,” katanya.
Dengan adanya regulasi tersebut, kata Nuning maka semua prajurit dan keluarganya dapat mengetahui bahwa ketika masuk ke platform media sosial, mereka masih mewakili institusi militer tempat mereka bekerja. Dengan demikian, dalam berkomentar, memposting, dan menyebarkan informasi diperlukan kehati-hatian. Nuning menyebut, secara umum hal yang perlu diperhatikan adalah dilarang memposting, menyukai (like) atau tidak menyukai (dislike), berkomentar, membagikan tautan yang bernuansa politis, ujaran kebencian, hoaks, rasisme, melecehkan, menghina, dan lain-lain sesuai dengan hukum mengenai informasi elektronik yang ada di negara tersebut.
Sedangkan secara khusus, hal yang perlu diperhatikan adalah dilarang memposting gambar yang memiliki hak cipta orang lain tanpa izin, memposting detail tentang misi giat operasi, mengumumkan posisi lokasi dan waktu unit dalam operasi, rilis informasi tentang kematian anggota militer dalam tugas sebelum pihak keluarga mendapat informasi tersebut, posting gambar alutsista atau fasilitas lainnya yang rusak dan tidak terawat, posting foto, status, dan sebagainya dengan mengaktifkan menu geotagging atau lokasi anda saat dalam giat operasi, serta memposting sesuatu yang menggambarkan lokasi pasukan, peralatan, detail unit taktis, dan jumlah personel dalam giat operasi.
”Mengingat besarnya audience dan perbedaan karakteristik media sosial, maka strategi komunikasi yang dilakukan perlu dirumuskan secara tepat, efektif dan efisien. Untuk itu, adanya pendidikan dan pelatihan yang proper bagi humas atau PR institusi, serta sosialisasi bagi prajurit mutlak dibutuhkan. Saya senang sekali Pasis bersemangat mengetahui corporate culture di era IoT, Medsos, Cyber War saat ini. Semoga para Pasis kelak akan menjadi pemimpin yang mumpuni,” katanya.
(cip)
tulis komentar anda