DPD RI Tagih Capaian Penanggulangan Pandemi COVID-19
Jum'at, 29 Mei 2020 - 15:43 WIB
JAKARTA - DPD RI menginginkan pemerintah menyajikan capaian penanganan pandemi COVID-19 sebelum melaksanakan kenormalan baru (New Normal) . Hal tersebut penting untuk meyakinkan masyarakat beraktivitas di tengah pandemi yang belum berakhir.
Anggota DPD RI Fahira Idris mengakui karantina wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa negara berhasil memperlambat penyebaran virus sars Cov-II. Kebijakan seperti itu tentunya tidak bisa terus-menerus dilakukan karena aktivitas lainnya, terutama ekonomi, harus berjalan.
“Namun, penerapan kenormalan baru harus memenuhi syarat aman atau tidak melahirkan gelombang kedua dan seterusnya. Organisasi kesehatan dunia (WHO) sendiri telah menerbitkan enam syarat menuju transisi kenormalan baru sebelum vaksin COVID-19 ditemukan,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Jumat (29/5/2020).
Pemerintah Indonesia sudah mewacanakan melakukan kenormalan baru di empat provinsi dan 25 kabupaten/kota. Melihat penambahan kasus positif masih terjadi, rencana menuai pro dan kontra. Mereka yang kontra tentu khawatir terinfeksi COVID-19 saat melakukan aktivitas di luar rumah.
Kenormalan baru sebagai kebijakan strategis harus memenuhi berbagai persyaratan dan kondisi tertentu. Menurut Fahira, agar semua pihak yakin dan aktif berpartisipasi sebaiknya pemerintah menyuguhkan data dan capaian dalam penanggulangan pandemi COVID-19.
“Laporan ini penting agar tujuan dari penerapan tatanan kenormalan baru, yaitu Indonesia tetap produktif tapi aman dari wabah melalui kedisiplinan penuh menjalankan protokol kesehatan bisa terwujud,” tutur putri politisi Golkar Fahmi Idris itu.
Data yang sajikan harus menjawab syarat-syarat yang telah ditetapkan WHO, antara lain, capaian penanggulangan COVID-19 yang menunjukkan Indonesia sudah mampu mengendalikan transmisi virus. Juga mampu menahan penularan impor dari wilayah lain. ( )
Masyarakat juga perlu diberikan pemahaman dan pengetahuan mengenai kapasitas sistem kesehatan, seperti kapasitas rumah sakit, serta kemampuan menguji, isolasi, melacak kontak, dan mengkarantina pasien positif COVID-19. Informasi penting lainnya adalah upaya meminimalisir risiko penularan di wilayah rentan, seperti panti jompo, fasilitas kesehatan, dan tempat keramaian.
Kenormalan baru yang diwacanakan lebih mengarahkan pada pembukaan aktivitas ekonomi, maka masyarakat perlu mengetahui kesiapan infrastruktur untuk mencegah penularan. Tempat kerja, seperti pabrik dan perkantoran, harus menunjukan kepatuhan menjaga jarak, penggunaan masker, dan fasilitas untuk cuci tangan.
Pemerintah, menurut Fahira, harus membuka ruang kepada masyarakat untuk memberi masukan tentang kenormalan baru. Jika pemerintah mempunyai poin sendiri mengenai syarat kenormalan baru, itu perlu disampaikan kepada masyarakat.
Misalnya, tingkat penularan cCrona atau reproductive time apakah sudah dibawah 1 atau tidak. Parameter lain yang harus disampaikan adalah kesiapan sistem kesehatan, tingkat pengetesan. Itu semua disampaikan secara komprehensif kepada masyarakat.
“Agar publik melangkah yakin menjalankan kenormalan baru. Namun, hemat saya, pedoman WHO tetap jadi parameter utama,” pungkasnya.
Anggota DPD RI Fahira Idris mengakui karantina wilayah dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di beberapa negara berhasil memperlambat penyebaran virus sars Cov-II. Kebijakan seperti itu tentunya tidak bisa terus-menerus dilakukan karena aktivitas lainnya, terutama ekonomi, harus berjalan.
“Namun, penerapan kenormalan baru harus memenuhi syarat aman atau tidak melahirkan gelombang kedua dan seterusnya. Organisasi kesehatan dunia (WHO) sendiri telah menerbitkan enam syarat menuju transisi kenormalan baru sebelum vaksin COVID-19 ditemukan,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Jumat (29/5/2020).
Pemerintah Indonesia sudah mewacanakan melakukan kenormalan baru di empat provinsi dan 25 kabupaten/kota. Melihat penambahan kasus positif masih terjadi, rencana menuai pro dan kontra. Mereka yang kontra tentu khawatir terinfeksi COVID-19 saat melakukan aktivitas di luar rumah.
Kenormalan baru sebagai kebijakan strategis harus memenuhi berbagai persyaratan dan kondisi tertentu. Menurut Fahira, agar semua pihak yakin dan aktif berpartisipasi sebaiknya pemerintah menyuguhkan data dan capaian dalam penanggulangan pandemi COVID-19.
“Laporan ini penting agar tujuan dari penerapan tatanan kenormalan baru, yaitu Indonesia tetap produktif tapi aman dari wabah melalui kedisiplinan penuh menjalankan protokol kesehatan bisa terwujud,” tutur putri politisi Golkar Fahmi Idris itu.
Data yang sajikan harus menjawab syarat-syarat yang telah ditetapkan WHO, antara lain, capaian penanggulangan COVID-19 yang menunjukkan Indonesia sudah mampu mengendalikan transmisi virus. Juga mampu menahan penularan impor dari wilayah lain. ( )
Masyarakat juga perlu diberikan pemahaman dan pengetahuan mengenai kapasitas sistem kesehatan, seperti kapasitas rumah sakit, serta kemampuan menguji, isolasi, melacak kontak, dan mengkarantina pasien positif COVID-19. Informasi penting lainnya adalah upaya meminimalisir risiko penularan di wilayah rentan, seperti panti jompo, fasilitas kesehatan, dan tempat keramaian.
Kenormalan baru yang diwacanakan lebih mengarahkan pada pembukaan aktivitas ekonomi, maka masyarakat perlu mengetahui kesiapan infrastruktur untuk mencegah penularan. Tempat kerja, seperti pabrik dan perkantoran, harus menunjukan kepatuhan menjaga jarak, penggunaan masker, dan fasilitas untuk cuci tangan.
Pemerintah, menurut Fahira, harus membuka ruang kepada masyarakat untuk memberi masukan tentang kenormalan baru. Jika pemerintah mempunyai poin sendiri mengenai syarat kenormalan baru, itu perlu disampaikan kepada masyarakat.
Misalnya, tingkat penularan cCrona atau reproductive time apakah sudah dibawah 1 atau tidak. Parameter lain yang harus disampaikan adalah kesiapan sistem kesehatan, tingkat pengetesan. Itu semua disampaikan secara komprehensif kepada masyarakat.
“Agar publik melangkah yakin menjalankan kenormalan baru. Namun, hemat saya, pedoman WHO tetap jadi parameter utama,” pungkasnya.
(kri)
tulis komentar anda