Hadapi Pandemi Panjang, Pakar Bencana Tekankan Pentingnya Contact Tracing
Selasa, 03 Agustus 2021 - 04:10 WIB
Baca juga: Luhut Bersiap Hadapi Kemungkinan Terburuk, Sebut Teknik Tracing Kuncinya
Dalam webinar yang merupakan bagian dari program LeaN On by Invest-DM itu, Sulfikar juga menjelaskan pentingnya pemahaman sosial dan intervensi sosial dalam menangani pandemi. "Jadi di sini pentingnya pemahaman kita mengenai dinamika sosial. Karena tanpa itu, kita tidak mampu atau mungkin tidak bisa melakukan intervensi sosial ketika dinamika masyarakat begitu kompleks," katanya.
Atas dasar itu, dibutuhkan kacamata ilmu sosial, dalam hal ini sosiologi, untuk memahami bagaimana masyarakat mempersepsi risiko suatu jenis penyakit, mengubah perilaku, hingga mereka bisa bertahan di dalam pandemi. "Dan menurut saya, contact tracing itu adalah sesuatu, yang menurut saya, napas penangan pandemi secara universal, tapi sayangnya masih sangat lemah di Indonesia. Kita harus membicarakannya lebih detil," katanya.
Webinar yang diselenggarakan oleh Yayasan Mercy Corps Indonesia (YMCI) yang didukung oleh USAID dan MAJu (The Asia Foundation) itu dihadiri juga oleh Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, Perwakilan PMI, Perwakilan CISDI, Perwakilan Pandemic Talks, dan ratusan peserta dari berbagai kalangan.
Dalam sesi tanya jawab, Sulfikar juga menceritakan bagaimana contact tracing di Singapura. Ia menceritakan bahwa Singapura melakukan pelacakan sejak awal kasus muncul pada Januari 2020. Bahkan Singapura memobilisasi tentara untuk membantu melakukan pelacakan. Setelah itu, untuk meningkatkan pelacakan, Singapura meluncurkan dua teknologi.
"Tapi sayangnya, penggunaan teknologi contact tracing itu punya batasan. Tanpa adanya dukungan dari 4 aspek, penggunaan teknologi menjadi sia-sia," ucap Sulfikar.
Mengomentari contact tracing di Indonesia, Sulfikar merasa prihatin dan terharu. "Keprihatinan saya adalah satu setengah tahun setelah pandemi, sampai sekarang Contact Tracing kita tidak mengalami perbaikan yang substansial, mulai dari rasio pelacakan sampai dengan teknik tracing. Jadi saya sangat terharu dengan adanya upaya-upaya yang dilakukan oleh civil society (masyarakat sipil) untuk berkontribusi dan berpartisipasi dalam contact tracing ini," katanya.
Program LeaN On (Leaving No One behind) merupakan sebuah program Risk-Communication and Community Engagement (RCCE) yang diluncurkan sebagai inisiatif tambahan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan INVEST DM sejak pertengahan 2020 yang bertujuan untuk mendukung penanganan COVID-19 di Indonesia.
Dalam webinar yang merupakan bagian dari program LeaN On by Invest-DM itu, Sulfikar juga menjelaskan pentingnya pemahaman sosial dan intervensi sosial dalam menangani pandemi. "Jadi di sini pentingnya pemahaman kita mengenai dinamika sosial. Karena tanpa itu, kita tidak mampu atau mungkin tidak bisa melakukan intervensi sosial ketika dinamika masyarakat begitu kompleks," katanya.
Atas dasar itu, dibutuhkan kacamata ilmu sosial, dalam hal ini sosiologi, untuk memahami bagaimana masyarakat mempersepsi risiko suatu jenis penyakit, mengubah perilaku, hingga mereka bisa bertahan di dalam pandemi. "Dan menurut saya, contact tracing itu adalah sesuatu, yang menurut saya, napas penangan pandemi secara universal, tapi sayangnya masih sangat lemah di Indonesia. Kita harus membicarakannya lebih detil," katanya.
Webinar yang diselenggarakan oleh Yayasan Mercy Corps Indonesia (YMCI) yang didukung oleh USAID dan MAJu (The Asia Foundation) itu dihadiri juga oleh Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, Perwakilan PMI, Perwakilan CISDI, Perwakilan Pandemic Talks, dan ratusan peserta dari berbagai kalangan.
Dalam sesi tanya jawab, Sulfikar juga menceritakan bagaimana contact tracing di Singapura. Ia menceritakan bahwa Singapura melakukan pelacakan sejak awal kasus muncul pada Januari 2020. Bahkan Singapura memobilisasi tentara untuk membantu melakukan pelacakan. Setelah itu, untuk meningkatkan pelacakan, Singapura meluncurkan dua teknologi.
"Tapi sayangnya, penggunaan teknologi contact tracing itu punya batasan. Tanpa adanya dukungan dari 4 aspek, penggunaan teknologi menjadi sia-sia," ucap Sulfikar.
Mengomentari contact tracing di Indonesia, Sulfikar merasa prihatin dan terharu. "Keprihatinan saya adalah satu setengah tahun setelah pandemi, sampai sekarang Contact Tracing kita tidak mengalami perbaikan yang substansial, mulai dari rasio pelacakan sampai dengan teknik tracing. Jadi saya sangat terharu dengan adanya upaya-upaya yang dilakukan oleh civil society (masyarakat sipil) untuk berkontribusi dan berpartisipasi dalam contact tracing ini," katanya.
Program LeaN On (Leaving No One behind) merupakan sebuah program Risk-Communication and Community Engagement (RCCE) yang diluncurkan sebagai inisiatif tambahan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan INVEST DM sejak pertengahan 2020 yang bertujuan untuk mendukung penanganan COVID-19 di Indonesia.
(abd)
tulis komentar anda