Hadapi Pandemi Panjang, Pakar Bencana Tekankan Pentingnya Contact Tracing
loading...
A
A
A
JAKARTA - Guru Besar bidang Sosiologi Bencana dari Universitas Teknologi Nanyang Singapura, Prof Sulfikar Amir mengatakan bahwa contact tracing harus menjadi tanggung jawab bersama. Ini tidak hanya menjadi tugas pemerintah tetapi juga peran serta anggota komunitas masyarakat, agar mampu meningkatkan ketahanan sosial dalam pandemi yang panjang.
Sulfikar menekankan bahwa pandemi COVID-19 merupakan krisis yang berdurasi panjang, tidak seperti krisis yang selesai dalam satu-dua hari seperti gempa bumi. Karena itu, penanganannya pun harus berbeda.
"Kita butuh ketahanan sosial dan ketahanan pandemik, di mana ketahanan ini muncul dan dibangun dari institusi (pemerintah, badan penanggulangan bencana, dsb) dan di sisi lain adalah respons dari komunitas. Jadi tidak bisa dibangun dari satu sisi saja, tapi harus dari dua pihak, sehingga terjadi semacam sinergi yang produktif dalam meningkatkan ketahanan kita di dalam pandemi," kata Sulfikar Amir dalam webinar Pelacakan Kontak: Mengoptimalkan Dukungan Masyarakat dalam 3T, Senin (2/8/2021).
Baca juga: Dampingi Panglima TNI, Wagub Emil Pastikan Tracing COVID-19 di Jatim Berjalan Lancar dan Terukur
Salah satu langkah penting dalam menciptakan ketahanan sosial itu adalah dengan meningkatkan contact tracing. Sebab, pada kenyataannya setiap krisis itu dimulai dari sebuah kasus yang sangat kecil. Lalu kasus ini akan melakukan penyebaran di masyarakat yang terkoneksi erat. Karena itu, contact tracing merupakan hal yang fundamental dan harus dilakukan melalui kerja sama kolektif.
"Contact tracing itu mustinya dilihat sebagai upaya dan tanggung jawab kolektif, dan harus menjadi salah satu agenda utama dan penanganan utama dari penanganan pandemi, selain protokol kesehatan," katanya.
Sulfikar menjelaskan, contact tracing tidak sekedar cara untuk melacak orang yang kemungkinan terpapar. Dalam proses ini ada semacam struktur sosial yang memungkinkan contact tracing itu berhasil dan efektif.
"Karena itu kita perlu paham bagaimana contact tracing itu berada di dalam sosial dan bekerja secara optimal," katanya.
Baca juga: Luhut Bersiap Hadapi Kemungkinan Terburuk, Sebut Teknik Tracing Kuncinya
Dalam webinar yang merupakan bagian dari program LeaN On by Invest-DM itu, Sulfikar juga menjelaskan pentingnya pemahaman sosial dan intervensi sosial dalam menangani pandemi. "Jadi di sini pentingnya pemahaman kita mengenai dinamika sosial. Karena tanpa itu, kita tidak mampu atau mungkin tidak bisa melakukan intervensi sosial ketika dinamika masyarakat begitu kompleks," katanya.
Atas dasar itu, dibutuhkan kacamata ilmu sosial, dalam hal ini sosiologi, untuk memahami bagaimana masyarakat mempersepsi risiko suatu jenis penyakit, mengubah perilaku, hingga mereka bisa bertahan di dalam pandemi. "Dan menurut saya, contact tracing itu adalah sesuatu, yang menurut saya, napas penangan pandemi secara universal, tapi sayangnya masih sangat lemah di Indonesia. Kita harus membicarakannya lebih detil," katanya.
Webinar yang diselenggarakan oleh Yayasan Mercy Corps Indonesia (YMCI) yang didukung oleh USAID dan MAJu (The Asia Foundation) itu dihadiri juga oleh Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, Perwakilan PMI, Perwakilan CISDI, Perwakilan Pandemic Talks, dan ratusan peserta dari berbagai kalangan.
Dalam sesi tanya jawab, Sulfikar juga menceritakan bagaimana contact tracing di Singapura. Ia menceritakan bahwa Singapura melakukan pelacakan sejak awal kasus muncul pada Januari 2020. Bahkan Singapura memobilisasi tentara untuk membantu melakukan pelacakan. Setelah itu, untuk meningkatkan pelacakan, Singapura meluncurkan dua teknologi.
"Tapi sayangnya, penggunaan teknologi contact tracing itu punya batasan. Tanpa adanya dukungan dari 4 aspek, penggunaan teknologi menjadi sia-sia," ucap Sulfikar.
Mengomentari contact tracing di Indonesia, Sulfikar merasa prihatin dan terharu. "Keprihatinan saya adalah satu setengah tahun setelah pandemi, sampai sekarang Contact Tracing kita tidak mengalami perbaikan yang substansial, mulai dari rasio pelacakan sampai dengan teknik tracing. Jadi saya sangat terharu dengan adanya upaya-upaya yang dilakukan oleh civil society (masyarakat sipil) untuk berkontribusi dan berpartisipasi dalam contact tracing ini," katanya.
Program LeaN On (Leaving No One behind) merupakan sebuah program Risk-Communication and Community Engagement (RCCE) yang diluncurkan sebagai inisiatif tambahan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan INVEST DM sejak pertengahan 2020 yang bertujuan untuk mendukung penanganan COVID-19 di Indonesia.
Lihat Juga: Airlangga Ketua KPCPEN, Survei ARSC: Publik Puas Penanganan Pandemi dan Pemulihan Ekonomi
Sulfikar menekankan bahwa pandemi COVID-19 merupakan krisis yang berdurasi panjang, tidak seperti krisis yang selesai dalam satu-dua hari seperti gempa bumi. Karena itu, penanganannya pun harus berbeda.
"Kita butuh ketahanan sosial dan ketahanan pandemik, di mana ketahanan ini muncul dan dibangun dari institusi (pemerintah, badan penanggulangan bencana, dsb) dan di sisi lain adalah respons dari komunitas. Jadi tidak bisa dibangun dari satu sisi saja, tapi harus dari dua pihak, sehingga terjadi semacam sinergi yang produktif dalam meningkatkan ketahanan kita di dalam pandemi," kata Sulfikar Amir dalam webinar Pelacakan Kontak: Mengoptimalkan Dukungan Masyarakat dalam 3T, Senin (2/8/2021).
Baca juga: Dampingi Panglima TNI, Wagub Emil Pastikan Tracing COVID-19 di Jatim Berjalan Lancar dan Terukur
Salah satu langkah penting dalam menciptakan ketahanan sosial itu adalah dengan meningkatkan contact tracing. Sebab, pada kenyataannya setiap krisis itu dimulai dari sebuah kasus yang sangat kecil. Lalu kasus ini akan melakukan penyebaran di masyarakat yang terkoneksi erat. Karena itu, contact tracing merupakan hal yang fundamental dan harus dilakukan melalui kerja sama kolektif.
"Contact tracing itu mustinya dilihat sebagai upaya dan tanggung jawab kolektif, dan harus menjadi salah satu agenda utama dan penanganan utama dari penanganan pandemi, selain protokol kesehatan," katanya.
Sulfikar menjelaskan, contact tracing tidak sekedar cara untuk melacak orang yang kemungkinan terpapar. Dalam proses ini ada semacam struktur sosial yang memungkinkan contact tracing itu berhasil dan efektif.
"Karena itu kita perlu paham bagaimana contact tracing itu berada di dalam sosial dan bekerja secara optimal," katanya.
Baca juga: Luhut Bersiap Hadapi Kemungkinan Terburuk, Sebut Teknik Tracing Kuncinya
Dalam webinar yang merupakan bagian dari program LeaN On by Invest-DM itu, Sulfikar juga menjelaskan pentingnya pemahaman sosial dan intervensi sosial dalam menangani pandemi. "Jadi di sini pentingnya pemahaman kita mengenai dinamika sosial. Karena tanpa itu, kita tidak mampu atau mungkin tidak bisa melakukan intervensi sosial ketika dinamika masyarakat begitu kompleks," katanya.
Atas dasar itu, dibutuhkan kacamata ilmu sosial, dalam hal ini sosiologi, untuk memahami bagaimana masyarakat mempersepsi risiko suatu jenis penyakit, mengubah perilaku, hingga mereka bisa bertahan di dalam pandemi. "Dan menurut saya, contact tracing itu adalah sesuatu, yang menurut saya, napas penangan pandemi secara universal, tapi sayangnya masih sangat lemah di Indonesia. Kita harus membicarakannya lebih detil," katanya.
Webinar yang diselenggarakan oleh Yayasan Mercy Corps Indonesia (YMCI) yang didukung oleh USAID dan MAJu (The Asia Foundation) itu dihadiri juga oleh Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, Perwakilan PMI, Perwakilan CISDI, Perwakilan Pandemic Talks, dan ratusan peserta dari berbagai kalangan.
Dalam sesi tanya jawab, Sulfikar juga menceritakan bagaimana contact tracing di Singapura. Ia menceritakan bahwa Singapura melakukan pelacakan sejak awal kasus muncul pada Januari 2020. Bahkan Singapura memobilisasi tentara untuk membantu melakukan pelacakan. Setelah itu, untuk meningkatkan pelacakan, Singapura meluncurkan dua teknologi.
"Tapi sayangnya, penggunaan teknologi contact tracing itu punya batasan. Tanpa adanya dukungan dari 4 aspek, penggunaan teknologi menjadi sia-sia," ucap Sulfikar.
Mengomentari contact tracing di Indonesia, Sulfikar merasa prihatin dan terharu. "Keprihatinan saya adalah satu setengah tahun setelah pandemi, sampai sekarang Contact Tracing kita tidak mengalami perbaikan yang substansial, mulai dari rasio pelacakan sampai dengan teknik tracing. Jadi saya sangat terharu dengan adanya upaya-upaya yang dilakukan oleh civil society (masyarakat sipil) untuk berkontribusi dan berpartisipasi dalam contact tracing ini," katanya.
Program LeaN On (Leaving No One behind) merupakan sebuah program Risk-Communication and Community Engagement (RCCE) yang diluncurkan sebagai inisiatif tambahan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan INVEST DM sejak pertengahan 2020 yang bertujuan untuk mendukung penanganan COVID-19 di Indonesia.
Lihat Juga: Airlangga Ketua KPCPEN, Survei ARSC: Publik Puas Penanganan Pandemi dan Pemulihan Ekonomi
(abd)