PKS Sebut Revisi Statuta UI sebagai Preseden Buruk Bernegara
Kamis, 22 Juli 2021 - 10:52 WIB
JAKARTA - Partai Keadilan Sejahtera ( PKS ) menilai revisi statuta Universitas Indonesia (UI) dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2013 ke PP Nomor 75 Tahun 2021 menjadi preseden buruk dalam kehidupan bernegara. Menurut PKS, dalam berbangsa dan bernegara di era modern, tidak cukup hukum atau rule of law tetapi juga butuh rule of ethics.
"Karena kita mau membangun kehidupan bernegara di negeri ini yang berkualitas dan juga berintegritas," ujar Ketua Departemen Politik DPP PKS, Nabil Ahmad Fauzi, Kamis (22/7/2021).
Dia menambahkan, kehidupan bernegara yang berkualitas ditunjukkan dengan kepatuhan terhadap hukum. Adapun kehidupan bernegara yang berintegritas diwujudkan dengan kepatuhan terhadap aturan etika publik.
Dia melanjutkan, salah satu yang penting untuk menjadi teladan adalah etika para pejabat di jabatan publik dan negara. Keduanya, kata dia, menjadi tulang punggung yang menjalankan berbagai tugas dan fungsi vital dalam sistem kehidupan bernegara kita.
"Namun hari ini kita menyaksikan bahwa bangsa kita masih jalan di tempat dalam penerapan etika publik ini. Yang sayangnya justru dilakukan oleh pemerintah yang notabene seharusnya menjadi pelopor penerapan etika publik," ungkapnya.
Dia mengatakan, yang terjadi justru adanya fenomena menganggap remeh etika, alasannya selama tidak melanggar hukum. Padahal, lanjut dia, etika seharusnya diterapkan di atas hukum.
"Sekali lagi karena kita ingin membangun kehidupan individu dan publik yang berintegritas, bukan sekedar hitam putih hukum. Maka adanya PP oleh Presiden Jokowi yang merevisi Statuta UI pada 2 Juli 2021 lalu lewat PP Nomor 75 Tahun 2021 menjadi preseden buruk," ungkapnya.
Bagi PKS, revisi statuta UI itu sangat menyedihkan. "Karena menarik mundur upaya kita membangun etika publik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada akhirnya etika menjadi mudah dipinggirkan dan hukum akan mudah dilanggar," pungkasnya.
"Karena kita mau membangun kehidupan bernegara di negeri ini yang berkualitas dan juga berintegritas," ujar Ketua Departemen Politik DPP PKS, Nabil Ahmad Fauzi, Kamis (22/7/2021).
Dia menambahkan, kehidupan bernegara yang berkualitas ditunjukkan dengan kepatuhan terhadap hukum. Adapun kehidupan bernegara yang berintegritas diwujudkan dengan kepatuhan terhadap aturan etika publik.
Dia melanjutkan, salah satu yang penting untuk menjadi teladan adalah etika para pejabat di jabatan publik dan negara. Keduanya, kata dia, menjadi tulang punggung yang menjalankan berbagai tugas dan fungsi vital dalam sistem kehidupan bernegara kita.
Baca Juga
"Namun hari ini kita menyaksikan bahwa bangsa kita masih jalan di tempat dalam penerapan etika publik ini. Yang sayangnya justru dilakukan oleh pemerintah yang notabene seharusnya menjadi pelopor penerapan etika publik," ungkapnya.
Dia mengatakan, yang terjadi justru adanya fenomena menganggap remeh etika, alasannya selama tidak melanggar hukum. Padahal, lanjut dia, etika seharusnya diterapkan di atas hukum.
"Sekali lagi karena kita ingin membangun kehidupan individu dan publik yang berintegritas, bukan sekedar hitam putih hukum. Maka adanya PP oleh Presiden Jokowi yang merevisi Statuta UI pada 2 Juli 2021 lalu lewat PP Nomor 75 Tahun 2021 menjadi preseden buruk," ungkapnya.
Bagi PKS, revisi statuta UI itu sangat menyedihkan. "Karena menarik mundur upaya kita membangun etika publik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pada akhirnya etika menjadi mudah dipinggirkan dan hukum akan mudah dilanggar," pungkasnya.
(muh)
tulis komentar anda