Halim Perdanakusuma, Perintis TNI AU yang Gugur Setelah Tuntaskan Misinya

Rabu, 14 Juli 2021 - 05:36 WIB
29 Juli 1947, Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma mendapat perintah menyusun serangan udara balasan atas agresi militer I Belanda. Serangan itu menyasar tiga kota yang dikuasai Belanda, yaitu Semarang, Salatiga dan Ambarawa.

Serangan ini dinilai berhasil dan membawa nama AURI dikenal. Namun di sisi lain Belanda murka dengan serangan tersebut. Sore harinya keberhasilan tersebut dibayar mahal dengan gugurnya tiga perintis dan pelopor AURI yaitu Komodor Muda Udara A Adisutjipto, Komodor Muda Udara Prof Dr Abdulrahman Saleh, dan Juru Radio Opsir Udara Adisoemarmo Wiryokusumo.

Ketiganya dalam pesawat Dakota VT-CLA yang membawa obat-obatan bantuan dari Palang Merah Malaya di atas langit Maguwo Yogyakarta, ditembak oleh dua pesawat pemburu Kitty Hawk Belanda, Pesawat tersebut jatuh di sekitar desa Tamanan, Kecamatan Banguntapan, dekat Desa Ngoto, Bantul Yogjakarta.

Kemudian Halim Perdanakusuma menggantikan posisi Adisutjipto sebagai Wakil Kepala Staf AURI. Di tengah kesibukannya dalam melaksanakan pengabdian di AURI, pada tanggal 24 Agustus 1947 Halim melaksanakan pernikahan dengan Koesdalina di Madiun. Dua bulan setelah menikah Halim mendapat tugas membangun angkatan udara di Sumatera.

Tugas ini sebagai upaya menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera menembus blokade udara Belanda, serta persiapan sebagai basis perjuangan apabila pangkalan-pangkalan udara di Pulau Jawa dikuasai oleh Belanda. Didampingi oleh Opsir Udara II Iswahjudi, Halim berangkat menuju Sumatera.

Penerbangan dilakukan pada malam hari dengan tujuan negara tetangga untuk mengangkut persenjataan yang telah disiapkan. Dalam usaha mencari bantuan ke luar negeri inilah, bersama opsir udara I Iswahjudi pergi ke Muangthai (Bangkok) pada bulan Desember 1947 menggunakan Pesawat Avro Anson RI-003 dengan penerbang Iswahyudi, dan seorang penumpang bernama Keegan berkebangsaan Australia yang telah menjual pesawat tersebut.

Selain mengantarkan Keegan pulang, misinya adalah untuk melakukan penjajakan lebih jauh tentang kemungkinan pembelian senjata dan pesawat serta melakukan inspeksi terhadap perwakilan RI dalam mengatur penukaran dan penjualan barang-barang yang berhasil dikirim dari dalam negeri dan berhasil memasukan barang-barang dari Singapura ke daerah RI menembus blokade udara Belanda.

Dalam perjalanan kembali inilah pesawat terjebak dalam cuaca buruk di daerah Perak Malaysia, yang disertai dengan kabut tebal yang menghalangi pandangan sang pilot sehingga pesawat jatuh di pantai. Malapetaka itu tepatnya terjadi di Labuhan Bilik Besar, antara Tanjung Hantu dan Teluk Senangin di Pantai Lumut.

Berita jatuhnya pesawat RI-003 ini mendapat perhatian luar biasa dan disiarkan oleh surat kabar berbahasa Inggris The Times dan Malay Tribune yang terbit pada tanggal 16 Desember 1947.

Almarhum Abdul Halim Perdanakusuma. meninggalkan seorang istri bernama Koesdalinah yang pada waktu itu tengah mengandung empat bulan. Sebelum berangkat tugas, ia berpesan kepada istrinya, jika kelak anak yang lahir laki-laki agar kelak diberi nama Ian Santoso, maksudnya untuk mengenang sahabat karibnya sewaktu perang dunia II di Eropa.

Selanjutnya Ian Santoso mengikuti jejak ayahnya menjadi prajurit TNI AU sebagai penerbang pada Skadron Udara 17 di Lanud Halim Perdanakusuma. Jabatan terakhir Marsdya TNI Purn Ian Santoso Perdanakusuma adalah sebagai, Kepala Badan Intelijen Strategis (Ka BAIS) TNI.

Sedangkan nama Halim Perdanakusuma diabadikan mengantikan nama Pangkalan Udara, Cililitan, untuk menghargai dan menghormati jasa-jasa atas pengabdiannya terhadap bangsa dan negara khususnya terhadap Angkatan Udara.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More