Ombudsman Tindaklanjuti Laporan PT SIM terhadap Pemprov NTT
Senin, 20 April 2020 - 19:56 WIB
Instansi yang dimaksud Lely adalah atasan langsung Gubernur yakni Kementerian Dalam Negeri. Untuk diketahui, selain pengaduan kepada Ombudsman RI, PT. SIM juga telah melaporkan dan mengajukan permohonan perlindungan hukum kepada Presiden RI dan Menteri Dalam Negeri RI.
Lely menyampaikan, untuk melihat dugaan administrasi dalam pemutusan kerja sama sepihak perlu dicemati terlebih dahulu klausul awal terkait kerjasama tersebut. Klausul awal itu juga terkait dengan peraturan yang berlaku, seperti peraturan Kementerian Dalam Negeri.
"Kita musti lihat dikontraknya, kalau hubungan kerjasama pasti ada MoU ada kontrak, ada perjanjian kerjasama kan tinggal dilihat disitu apakah dimungkinkan atau dibuka ruang untuk pemutusan hubungan kerjsama sepihak itu kan tinggal lihat klausulnya. Kalau memang tidak ada atau harus ada peringatan, kemudian kalau mau memutuskan kerjsama itu berarti minimal sekian bulan sebelumnya didahului langkah-langkah apa apa saja seatau saya semua diatur didalam kontraknya,” jelas Lely.
PT SIM merupakan mitra kerja sama dari Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur cq. Gubernur Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagaimana Perjanjian Kerjasama No.HK.530 Tahun 2014-No.04/SIM/Dirut/V/14 tanggal 23 Mei 2014 ("PKS tanggal 23 Mei 2014"). Kerja sama tersebut memiliki jangka waktu 25 tahun terhitung sejak tanggal beroperasi dan memiliki besaran kontribusi yang telah ditetapkan berdasarkan penelaahan, penelitian dan penilaian oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Sementara, keputusan Pemerintah Provinsi NTT kepada PT.SIM dilakukan berdasarkan Surat Sekretariat Daerah Pemprov NTT Nomor: BU.030/60/BPAD/2020 tanggal 31 Maret 2020, perihal: “Pemutusan Hubungan Kerja”, kemudian perintah pengosongan dilakukan berdasarkan Surat Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor: BU.030/61/BPAD/2020 tanggal 01 April 2020, perihal: Surat Peringatan Pertama (SP-1).
PT SIM menduga pemutusan hubungan kerja sama secara sepihak itu sarat maladministrasi dan tidak manusiawi lantaran dilakukan di tengah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akibat mewabahnya penyakit virus corona 2019 (COVID-19). Keputusan Pemerintah Provinsi NTT juga dinilai kontradiktif dengan kebijakan relaksasi, stimulus dan insentif yang disampaikan Pemerintah Pusat untuk bidang perekonomian guna mengatasi wabah.
Mewabahnya COVID-19 telah mengakibatkan resesi ekonomi dalam skala yang masif dan sektor pariwisata merupakan salah satu bidang yang paling terdampak. Mengutip keterangan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) per tanggal 01 April 2020 sudah 1.139 hotel telah menutup sementara kegiatannya.
PT SIM menolak pemutusan secara sepihak, sebab surat pemutusan kerja sama tersebut didasarkan pada fitnah yang bertentangan dengan fakta sesungguhnya. Dimana PT SIM tidak pernah terlambat atau menunggak pembayaran biaya kontribusi tahunan pada 2015/2017 sebagaimana dituduhkan dalam surat pemutusan hubungan kerja.
PT SIM selalu membayar biaya kontribusi tahunan sesuai Perjanjian Kerja Sama yang telah disepakati mulai dari tahun 2017 s/d 2019. Selain itu PT SIM juga berkomitmen membayar kontribusi tahunan dan pembagian hasil sebesar 10% di tahun ke-10.
Pembayaran kontribusi baru dilakukan sejak 2017 karena tahun 2014 s/d 2016 adalah masa konstruksi yang belum dikenakan kewajiban membayar kontribusi. Sebab itu, alasan pemutusan kerja sama tersebut bertentangan dengan ketentuan yang diatur Pasal 236 Ayat (2) Permendagri No. 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Lely menyampaikan, untuk melihat dugaan administrasi dalam pemutusan kerja sama sepihak perlu dicemati terlebih dahulu klausul awal terkait kerjasama tersebut. Klausul awal itu juga terkait dengan peraturan yang berlaku, seperti peraturan Kementerian Dalam Negeri.
"Kita musti lihat dikontraknya, kalau hubungan kerjasama pasti ada MoU ada kontrak, ada perjanjian kerjasama kan tinggal dilihat disitu apakah dimungkinkan atau dibuka ruang untuk pemutusan hubungan kerjsama sepihak itu kan tinggal lihat klausulnya. Kalau memang tidak ada atau harus ada peringatan, kemudian kalau mau memutuskan kerjsama itu berarti minimal sekian bulan sebelumnya didahului langkah-langkah apa apa saja seatau saya semua diatur didalam kontraknya,” jelas Lely.
PT SIM merupakan mitra kerja sama dari Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur cq. Gubernur Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagaimana Perjanjian Kerjasama No.HK.530 Tahun 2014-No.04/SIM/Dirut/V/14 tanggal 23 Mei 2014 ("PKS tanggal 23 Mei 2014"). Kerja sama tersebut memiliki jangka waktu 25 tahun terhitung sejak tanggal beroperasi dan memiliki besaran kontribusi yang telah ditetapkan berdasarkan penelaahan, penelitian dan penilaian oleh Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Sementara, keputusan Pemerintah Provinsi NTT kepada PT.SIM dilakukan berdasarkan Surat Sekretariat Daerah Pemprov NTT Nomor: BU.030/60/BPAD/2020 tanggal 31 Maret 2020, perihal: “Pemutusan Hubungan Kerja”, kemudian perintah pengosongan dilakukan berdasarkan Surat Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor: BU.030/61/BPAD/2020 tanggal 01 April 2020, perihal: Surat Peringatan Pertama (SP-1).
PT SIM menduga pemutusan hubungan kerja sama secara sepihak itu sarat maladministrasi dan tidak manusiawi lantaran dilakukan di tengah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akibat mewabahnya penyakit virus corona 2019 (COVID-19). Keputusan Pemerintah Provinsi NTT juga dinilai kontradiktif dengan kebijakan relaksasi, stimulus dan insentif yang disampaikan Pemerintah Pusat untuk bidang perekonomian guna mengatasi wabah.
Mewabahnya COVID-19 telah mengakibatkan resesi ekonomi dalam skala yang masif dan sektor pariwisata merupakan salah satu bidang yang paling terdampak. Mengutip keterangan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) per tanggal 01 April 2020 sudah 1.139 hotel telah menutup sementara kegiatannya.
PT SIM menolak pemutusan secara sepihak, sebab surat pemutusan kerja sama tersebut didasarkan pada fitnah yang bertentangan dengan fakta sesungguhnya. Dimana PT SIM tidak pernah terlambat atau menunggak pembayaran biaya kontribusi tahunan pada 2015/2017 sebagaimana dituduhkan dalam surat pemutusan hubungan kerja.
PT SIM selalu membayar biaya kontribusi tahunan sesuai Perjanjian Kerja Sama yang telah disepakati mulai dari tahun 2017 s/d 2019. Selain itu PT SIM juga berkomitmen membayar kontribusi tahunan dan pembagian hasil sebesar 10% di tahun ke-10.
Pembayaran kontribusi baru dilakukan sejak 2017 karena tahun 2014 s/d 2016 adalah masa konstruksi yang belum dikenakan kewajiban membayar kontribusi. Sebab itu, alasan pemutusan kerja sama tersebut bertentangan dengan ketentuan yang diatur Pasal 236 Ayat (2) Permendagri No. 19 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
tulis komentar anda