Ini Delapan Rekomendasi Forum Pemred kepada Jokowi untuk Atasi Lonjakan Covid-19
Rabu, 30 Juni 2021 - 18:44 WIB
1. Membatasi pergerakan dan interaksi orang baik di dalam maupun antar kota dengan lebih signifikan. Usulan pemberlakuan WFH 100%, mempersingkat jam buka mal dan pusat perbelanjaan hingga pukul 17.00 WIB, dine in atau makan di tempat tidak diperbolehkan, pengetatan transportasi antar kota, larangan beribadah di tempat ibadah, membatasi jumlah kerumunan orang yang sangat minimal, yang dilakukan selama dua minggu, layak diimplementasikan untuk memangkas rantai penularan COVID-19 secara drastis. Namun, sebelum mengimplementasikan hal tersebut, dampak-dampak ekonomi dan sosial akibat pemberlakuan ini harus diantisipasi sebaik mungkin.
2. Dalam pengetatan mobilisasi dan interaksi orang, sebaiknya Presiden yang langsung memimpin keadaan darurat ini, agar instruksi dari pemerintah pusat segera dijalankan hingga pemerintahan terkecil (desa/kelurahan, RW, dan RT). Semua elemen pemerintah bergerak fokus menangani penurunan laju penularan dan penanganan COVID-19 ini dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat, termasuk dalam implementasi pembatasan mobilisasi dan interaksi orang, mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan (Prokes/3M), melakukan 3T (tracing, testing, treatment), dan vaksinasi.
3. Perlu ada terobosan yang lebih signifikan dalam pelaksanaan vaksinasi, agar target 1-2 juta per hari vaksinasi bisa dilakukan. Masyarakat perlu mendapatkan informasi dan edukasi vaksin dengan lebih baik, agar tidak terprovokasi masuk ke kelompok antivaksin. Masyarakat juga harus memperoleh kemudahan dalam mendaftarkan diri dan mendapatkan jadwal vaksinasi.Distribusi vaksin harus segera dilakukan lebih merata ke daerah-daerah, terutama ke daerah-daerah yang berada di zona merah.
4. Pelaksanaan tracing, testing, dan treatment (3T), harus digalakkan lebih masal. Bila PNS maupun relawan-relawan bisa dimobilisasikan sebagai tenaga tracer sangat membantu untuk meningkatkan pelaksanaan tracing. Bila hanya melibatkan tenaga kesehatan maupun TNI/Polri, maka tracing tidak akan bisa maksimal. Testing juga perlu diperbanyak, apalagi di desa-desa di zona merah, banyak masyarakat yang menolak diuji swab dan memilih untuk tidak mengaku bila mengalami gejala COVID-19.
5. Pengetatan pelaksanaan protokol kesehatan dengan melakukan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M) perlu dilakukan. Perlu ada penegakan hukum yang tegas terhadap para pelanggar. Sosialisasi dan edukasi juga terus digalakkan dengan masif hingga ke tingkat akar rumput. Pemerintah perlu juga melakukan politik anggaran dengan memperbesar anggaran di hulu, seperti anggaran untuk sosialisasi dan edukasi, anggaran untuk membagi masker secara gratis, ketersediaan obat dan peralatan pengobatan di Puskesmas, dukungan yang baik untuk mereka yang melakukan isolasi mandiri, dan sebagainya. Kampanye kelompok yang tidak percaya dengan adanya COVID19 dan antivaksin harus dilawan bersama-sama, termasuk dengan media.
6. Dalam penanganan COVID-19 dalam masa darurat ini, pemerintah perlu cari terobosan dalam mencari, memperoleh, memproduksi dan mendistribusikan obat-obatan yang bisa membantu penanganan COVID-19. Bahkan kalau perlu digratiskan kepada masyarakat yang menjalani isolasi mandiri. Karena saat ini, masyarakat kesulitan mendapatkan obat-obatan secara mandiri, karena di daerah tertentu suplai terbatas. Begitu juga bagaimana bisa menyediakan tabung oksigen untuk didistribusikan di rumah-rumah masyarakat yang positif COVID-19 yang rentan dan menjalani isolasi mandiri.
7. Pemerintah sebaiknya memfokuskan anggaran sebesar-sebesarnya dalam penanganan COVID-19 ini sampai trend pertumbuhan kasus positif COVID-19 terkendali. Anggaran untuk proyek atau bidang yang kurang prioritas bisa dialihkan dalam penanganan COVID-19 ini secara masif, agar trend pertumbuhan positif COVID-19 bisa segera turun dan tingkat kematian pasien COVID-19 bisa ditekan.
8. Pemerintah tetap perlu mengantisipasi lonjakan atau gelombang COVID-19 di masa-masa selanjutnya, karena virus ini terus bermutasi, dengan menyiapkan sebanyak mungkin fasilitas layanan kesehatan darurat hingga di desa-desa lengkap dengan tenaga kesehatannya. Dengan demikian, bila lonjakan COVID19 terjadi lagi di kemudian hari, penanganan pasien di RS atau fasilitas layanan kesehatan bisa berlangsung dengan lebih baik dan tidak membuat panik.
2. Dalam pengetatan mobilisasi dan interaksi orang, sebaiknya Presiden yang langsung memimpin keadaan darurat ini, agar instruksi dari pemerintah pusat segera dijalankan hingga pemerintahan terkecil (desa/kelurahan, RW, dan RT). Semua elemen pemerintah bergerak fokus menangani penurunan laju penularan dan penanganan COVID-19 ini dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat, termasuk dalam implementasi pembatasan mobilisasi dan interaksi orang, mengawasi pelaksanaan protokol kesehatan (Prokes/3M), melakukan 3T (tracing, testing, treatment), dan vaksinasi.
3. Perlu ada terobosan yang lebih signifikan dalam pelaksanaan vaksinasi, agar target 1-2 juta per hari vaksinasi bisa dilakukan. Masyarakat perlu mendapatkan informasi dan edukasi vaksin dengan lebih baik, agar tidak terprovokasi masuk ke kelompok antivaksin. Masyarakat juga harus memperoleh kemudahan dalam mendaftarkan diri dan mendapatkan jadwal vaksinasi.Distribusi vaksin harus segera dilakukan lebih merata ke daerah-daerah, terutama ke daerah-daerah yang berada di zona merah.
4. Pelaksanaan tracing, testing, dan treatment (3T), harus digalakkan lebih masal. Bila PNS maupun relawan-relawan bisa dimobilisasikan sebagai tenaga tracer sangat membantu untuk meningkatkan pelaksanaan tracing. Bila hanya melibatkan tenaga kesehatan maupun TNI/Polri, maka tracing tidak akan bisa maksimal. Testing juga perlu diperbanyak, apalagi di desa-desa di zona merah, banyak masyarakat yang menolak diuji swab dan memilih untuk tidak mengaku bila mengalami gejala COVID-19.
5. Pengetatan pelaksanaan protokol kesehatan dengan melakukan memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan (3M) perlu dilakukan. Perlu ada penegakan hukum yang tegas terhadap para pelanggar. Sosialisasi dan edukasi juga terus digalakkan dengan masif hingga ke tingkat akar rumput. Pemerintah perlu juga melakukan politik anggaran dengan memperbesar anggaran di hulu, seperti anggaran untuk sosialisasi dan edukasi, anggaran untuk membagi masker secara gratis, ketersediaan obat dan peralatan pengobatan di Puskesmas, dukungan yang baik untuk mereka yang melakukan isolasi mandiri, dan sebagainya. Kampanye kelompok yang tidak percaya dengan adanya COVID19 dan antivaksin harus dilawan bersama-sama, termasuk dengan media.
6. Dalam penanganan COVID-19 dalam masa darurat ini, pemerintah perlu cari terobosan dalam mencari, memperoleh, memproduksi dan mendistribusikan obat-obatan yang bisa membantu penanganan COVID-19. Bahkan kalau perlu digratiskan kepada masyarakat yang menjalani isolasi mandiri. Karena saat ini, masyarakat kesulitan mendapatkan obat-obatan secara mandiri, karena di daerah tertentu suplai terbatas. Begitu juga bagaimana bisa menyediakan tabung oksigen untuk didistribusikan di rumah-rumah masyarakat yang positif COVID-19 yang rentan dan menjalani isolasi mandiri.
7. Pemerintah sebaiknya memfokuskan anggaran sebesar-sebesarnya dalam penanganan COVID-19 ini sampai trend pertumbuhan kasus positif COVID-19 terkendali. Anggaran untuk proyek atau bidang yang kurang prioritas bisa dialihkan dalam penanganan COVID-19 ini secara masif, agar trend pertumbuhan positif COVID-19 bisa segera turun dan tingkat kematian pasien COVID-19 bisa ditekan.
8. Pemerintah tetap perlu mengantisipasi lonjakan atau gelombang COVID-19 di masa-masa selanjutnya, karena virus ini terus bermutasi, dengan menyiapkan sebanyak mungkin fasilitas layanan kesehatan darurat hingga di desa-desa lengkap dengan tenaga kesehatannya. Dengan demikian, bila lonjakan COVID19 terjadi lagi di kemudian hari, penanganan pasien di RS atau fasilitas layanan kesehatan bisa berlangsung dengan lebih baik dan tidak membuat panik.
(cip)
tulis komentar anda