Gagal Buktikan Aliran Dana Bitcoin di Kasus Asabri, Kejagung Dinilai Cuma Berasumsi
Rabu, 23 Juni 2021 - 23:58 WIB
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengakui gagal membuktikan aset milik Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro dalam bentuk bitcoin sebagai modus penyembunyian hasil korupsi PT Asabri. Hal tersebut disampaikan langsung Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah. Ia mengakui, bila pihaknya menemukan akun bitcoin yang sudah kosong.
Menanggapi hal itu, kuasa hukum Heru Hidayat, Kresna Hutauruk menegaskan kegagalan tersebut membuktikan jika Kejagung selama ini hanya berasumsi. "Sebagaimana tanggapan kami sebelumnya, klien kami tidak pernah bermain dan berinvestasi bitcoin," ujar Kresna, Rabu (23/6/2021).
Karenanya, ia meminta kepada Kejagung tak beropini dan menggiring hingga menimbulkan fitnah yang membuat gaduh masyarakat. Terlebih penelusuran akun investasi bitcoin mudah dilakukan atas permintaan penegak hukum. "Investasi bitcoin sangat mudah ditelusuri, siapa yang berinvestasi, akunnya apa, dari rekening mana dan uangnya lari kemana. Sehingga lebih baik Kejaksaan Agung membuka saja datanya ke masyarakat, siapa yang sebenarnya berinvestasi di bitcoin," katanya.
Saat ini, Krena menyakini kejaksaan cenderung menggiring opini masyarakat dan tidak adil dengan tak menyebut secara jelas nama-nama tersangka yang berinvestasi bitcoin. "Ketimbang hanya menyebutnya dengan istilah para tersangka, sehingga menggiring opini seakan-akan klien kami yang berinvestasi di bitcoin, walaupun investasi tersebut bukanlah haram. Apalagi sampai dikatakan mengosongkan akun," kata Kresna.
Dengan kondisi demikian, Kresna menyakini bila Kejagung menggiring opini publik dan fitnah. “Sekali lagi kami tegaskan klien kami tidak pernah berinvestasi di bitcoin,” ujarnya.
Terpisah, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar mengatakan pihak Kejagung seharusnya membuktikan terlebih dahulu adanya kerugian negara akibat investasi bitcoin sebelum menyampaikan ke publik. "Mau bitcoin, mau perbuatan apa saja tidak masalah, yang penting ada pembuktian bahwa tindakan mereka merugikan negara," ujar Fickar kepada wartawan.
Namun, lanjutnya, kejaksaan dalam kiprahnya tidak boleh berasumsi dan menebak-nebak, karena fungsi kejaksaan di seluruh dunia itu sebagai penuntut umum. "Karena itulah seorang jaksa ataupun institusinya diharamkan berasumsi, dan mengeluarkan pernyataan yang didasarkan perkiraan atau opini," ujarnya.
Pernyataan kejaksaan pun harus didasarkan pada bukti-bukti yang ada. "Jika masih berasumsi, maka kejaksaan akan terjebak menjadi lembaga penuntutan yang otoriter dan ini akan memengaruhi keabsahan hasil-hasil kerjanya. Kejaksaan bekerja harus base on fakta," kata Fickar.
Menanggapi hal itu, kuasa hukum Heru Hidayat, Kresna Hutauruk menegaskan kegagalan tersebut membuktikan jika Kejagung selama ini hanya berasumsi. "Sebagaimana tanggapan kami sebelumnya, klien kami tidak pernah bermain dan berinvestasi bitcoin," ujar Kresna, Rabu (23/6/2021).
Karenanya, ia meminta kepada Kejagung tak beropini dan menggiring hingga menimbulkan fitnah yang membuat gaduh masyarakat. Terlebih penelusuran akun investasi bitcoin mudah dilakukan atas permintaan penegak hukum. "Investasi bitcoin sangat mudah ditelusuri, siapa yang berinvestasi, akunnya apa, dari rekening mana dan uangnya lari kemana. Sehingga lebih baik Kejaksaan Agung membuka saja datanya ke masyarakat, siapa yang sebenarnya berinvestasi di bitcoin," katanya.
Saat ini, Krena menyakini kejaksaan cenderung menggiring opini masyarakat dan tidak adil dengan tak menyebut secara jelas nama-nama tersangka yang berinvestasi bitcoin. "Ketimbang hanya menyebutnya dengan istilah para tersangka, sehingga menggiring opini seakan-akan klien kami yang berinvestasi di bitcoin, walaupun investasi tersebut bukanlah haram. Apalagi sampai dikatakan mengosongkan akun," kata Kresna.
Dengan kondisi demikian, Kresna menyakini bila Kejagung menggiring opini publik dan fitnah. “Sekali lagi kami tegaskan klien kami tidak pernah berinvestasi di bitcoin,” ujarnya.
Terpisah, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar mengatakan pihak Kejagung seharusnya membuktikan terlebih dahulu adanya kerugian negara akibat investasi bitcoin sebelum menyampaikan ke publik. "Mau bitcoin, mau perbuatan apa saja tidak masalah, yang penting ada pembuktian bahwa tindakan mereka merugikan negara," ujar Fickar kepada wartawan.
Namun, lanjutnya, kejaksaan dalam kiprahnya tidak boleh berasumsi dan menebak-nebak, karena fungsi kejaksaan di seluruh dunia itu sebagai penuntut umum. "Karena itulah seorang jaksa ataupun institusinya diharamkan berasumsi, dan mengeluarkan pernyataan yang didasarkan perkiraan atau opini," ujarnya.
Pernyataan kejaksaan pun harus didasarkan pada bukti-bukti yang ada. "Jika masih berasumsi, maka kejaksaan akan terjebak menjadi lembaga penuntutan yang otoriter dan ini akan memengaruhi keabsahan hasil-hasil kerjanya. Kejaksaan bekerja harus base on fakta," kata Fickar.
(cip)
tulis komentar anda