Mantan Direktur PT Garuda Indonesia Divonis 8 Tahun Penjara dan Denda Rp1 Miliar
Rabu, 23 Juni 2021 - 19:06 WIB
"Terdakwa juga memperburuk citra Indonesia di mata asing dalam mengelola bisnis penerbangan yang bertaraf internasional, terdakwa tidak mengakui perbuatannya," imbuhnya.
Sementara hal-hal yang meringankan yakni, terdakwa Hadinoto Soedigno belum pernah dihukum. Kemudian, Hadinoto dipandang terlihat sopan selama menjalani persidangan.
Diketahui, putusan majelis hakim tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan yang diajukan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, jaksa melayangkan tuntutan 12 tahun penjara dan denda Rp10 miliar subsidair delapan bulan kurungan terhadap Hadinoto Soedigno.
Atas dasar itulah, tim JPU KPK menyatakan banding terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Sedangkan Hadinoto, meminta waktu untuk pikir-pikir terhadap putusan hakim tersebut.
Dalam perkara ini, Hadinoto terbukti telah menerima suap dari Rolls-Royce terkait pembelian dan perawatan mesin RR Trent 700 series, dari Airbus terkait pengadaan pesawat A330 dan A320, dari Bombardier terkait pengadaan pesawat CRJ 1000NG, dan dari ATR terkait pengadaan pesawat ATR 72 seri 600.
Suap dari empat pabrikan itu diberikan melalui perusahaan intermediary, yaitu PT Ardyaparamita Ayuprakarsa, Connaught International, Hollingworth Management International, dan Summerville Pasific. Empat perusahaan perantara itu dikendalikan oleh Soetikno Soedarjo.
Hadinoto disebut terbukti telah menerima uang sebesar 2,302 juta dolar AS dan 477.540 Euro dari pengadaan pesawat dan mesin pesawat di Garuda tersebut. Uang itu dikirim Soetikno melalui perusahaan perantara ke rekening bank Hadinoto di Singapura.
Hadinoto juga terbukti mendapatkan fasilitas pembayaran makan malam maupun penginapan seharga Rp34 juta dan 4.200 dolar AS berupa fasilitas sewa pesawat pribadi.
Perbuatan Hadinoto tersebut dilakukan bersama Emirsyah Satar yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia serta Capt. Agus Wahjudo. Ketiganya diyakini melakukan intervensi dalam pengadaan pesawat dan mesin pesawat di Garuda.
Baca Juga
Sementara hal-hal yang meringankan yakni, terdakwa Hadinoto Soedigno belum pernah dihukum. Kemudian, Hadinoto dipandang terlihat sopan selama menjalani persidangan.
Diketahui, putusan majelis hakim tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan yang diajukan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, jaksa melayangkan tuntutan 12 tahun penjara dan denda Rp10 miliar subsidair delapan bulan kurungan terhadap Hadinoto Soedigno.
Atas dasar itulah, tim JPU KPK menyatakan banding terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Sedangkan Hadinoto, meminta waktu untuk pikir-pikir terhadap putusan hakim tersebut.
Dalam perkara ini, Hadinoto terbukti telah menerima suap dari Rolls-Royce terkait pembelian dan perawatan mesin RR Trent 700 series, dari Airbus terkait pengadaan pesawat A330 dan A320, dari Bombardier terkait pengadaan pesawat CRJ 1000NG, dan dari ATR terkait pengadaan pesawat ATR 72 seri 600.
Suap dari empat pabrikan itu diberikan melalui perusahaan intermediary, yaitu PT Ardyaparamita Ayuprakarsa, Connaught International, Hollingworth Management International, dan Summerville Pasific. Empat perusahaan perantara itu dikendalikan oleh Soetikno Soedarjo.
Hadinoto disebut terbukti telah menerima uang sebesar 2,302 juta dolar AS dan 477.540 Euro dari pengadaan pesawat dan mesin pesawat di Garuda tersebut. Uang itu dikirim Soetikno melalui perusahaan perantara ke rekening bank Hadinoto di Singapura.
Hadinoto juga terbukti mendapatkan fasilitas pembayaran makan malam maupun penginapan seharga Rp34 juta dan 4.200 dolar AS berupa fasilitas sewa pesawat pribadi.
Perbuatan Hadinoto tersebut dilakukan bersama Emirsyah Satar yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia serta Capt. Agus Wahjudo. Ketiganya diyakini melakukan intervensi dalam pengadaan pesawat dan mesin pesawat di Garuda.
tulis komentar anda