Mantan Direktur PT Garuda Indonesia Divonis 8 Tahun Penjara dan Denda Rp1 Miliar

Rabu, 23 Juni 2021 - 19:06 WIB
loading...
Mantan Direktur PT Garuda...
Mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno divonis delapan tahun penjara dan denda Rp1 miliar. Foto/dok.SINDOnews
A A A
JAKARTA - Mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno divonis delapan tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Hadinoto juga diwajibkan membayar denda Rp1 miliar subsidair tiga bulan kurungan.

Ketua Majelis Hakim Rosmina menyatakan, Hadinoto Soedigno terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Hadinoto diyakini menerima suap terkait pengadaan serta perawatan pesawat milik PT Garuda Indonesia. Ia juga diyakini telah mencuci uang hasil suapnya tersebut.

"Mengadili, menetapkan terdakwa Hadinoto Soedigno telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam dakwaan ke satu pertama dan kedua," kata Hakim Rosmina saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (23/6/2021).



"Menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp1 miliar dengan ketentuan, apabila denda tak dibayar, maka diganti 3 bulan kurungan," imbuhnya.

Hakim juga menjatuhkan pidana tambahan terhadap Hadinoto. Pidana tambahan itu yakni berupa kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar 2.302.974 dollar AS dan sejumlah EUR 477.560 atau setara dengan 3.771.637 dollar Singapura. Hadinoto wajib membayar uang pengganti itu satu bulan setelah putusannya berkekuatan hukum tetap alias inkrakh.

"Apabila terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta bendanya disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal terdakwa tidak punya harta benda yang cukup maka dipenjara selama 4 tahun," imbuhnya.

Dalam menjatuhkan putusannya, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan. Hal-hal yang memberatkan vonis terhadap Hadinoto yakni, perbuatannya dilakukan terhadap BUMN dalam bidang penerbangan.

Di mana, PT Garuda Indonesia yang dimaksud, seharusnya bisa menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Sebab, dalam pesawat tersebut melekat lambang negara yang seharusnya dapat mengharumkan nama bangsa, tidak hanya tingkat nasional tapi juga internasional.

"Terdakwa juga memperburuk citra Indonesia di mata asing dalam mengelola bisnis penerbangan yang bertaraf internasional, terdakwa tidak mengakui perbuatannya," imbuhnya.



Sementara hal-hal yang meringankan yakni, terdakwa Hadinoto Soedigno belum pernah dihukum. Kemudian, Hadinoto dipandang terlihat sopan selama menjalani persidangan.

Diketahui, putusan majelis hakim tersebut jauh lebih rendah dari tuntutan yang diajukan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebelumnya, jaksa melayangkan tuntutan 12 tahun penjara dan denda Rp10 miliar subsidair delapan bulan kurungan terhadap Hadinoto Soedigno.

Atas dasar itulah, tim JPU KPK menyatakan banding terhadap putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat. Sedangkan Hadinoto, meminta waktu untuk pikir-pikir terhadap putusan hakim tersebut.

Dalam perkara ini, Hadinoto terbukti telah menerima suap dari Rolls-Royce terkait pembelian dan perawatan mesin RR Trent 700 series, dari Airbus terkait pengadaan pesawat A330 dan A320, dari Bombardier terkait pengadaan pesawat CRJ 1000NG, dan dari ATR terkait pengadaan pesawat ATR 72 seri 600.

Suap dari empat pabrikan itu diberikan melalui perusahaan intermediary, yaitu PT Ardyaparamita Ayuprakarsa, Connaught International, Hollingworth Management International, dan Summerville Pasific. Empat perusahaan perantara itu dikendalikan oleh Soetikno Soedarjo.

Hadinoto disebut terbukti telah menerima uang sebesar 2,302 juta dolar AS dan 477.540 Euro dari pengadaan pesawat dan mesin pesawat di Garuda tersebut. Uang itu dikirim Soetikno melalui perusahaan perantara ke rekening bank Hadinoto di Singapura.

Hadinoto juga terbukti mendapatkan fasilitas pembayaran makan malam maupun penginapan seharga Rp34 juta dan 4.200 dolar AS berupa fasilitas sewa pesawat pribadi.

Perbuatan Hadinoto tersebut dilakukan bersama Emirsyah Satar yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia serta Capt. Agus Wahjudo. Ketiganya diyakini melakukan intervensi dalam pengadaan pesawat dan mesin pesawat di Garuda.

Selain suap, Hadinoto juga turut melakukan pencucian uang antara 2011-2016. Kejahatan itu dilakukan dengan mentransfer uang ke rekening istri, anak, rekening yang diatasnamakannya sendiri. Hadinoto juga menarik uang secara tunai yang digunakan untuk kepentingan pribadinya.
(muh)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1171 seconds (0.1#10.140)