Jokowi Minta Kapolri Berantas Preman, Kriminolog: Harus Jadi Kegiatan Nasional
Sabtu, 12 Juni 2021 - 12:24 WIB
JAKARTA - Presiden Joko Widodo ( Jokowi) menelepon Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan memerintahkan untuk memberantas premanisme dan pelaku pungli di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Tak lama setelahnya, puluhan pelaku dicokok petugas.
Merespons itu, kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala, mengatakan Presiden Jokowi pada dasarnya ingin premanisme dan pungli ditindak secara nasional, tidak hanya di Tanjung Prioka. Hal itu dilihat dari komunikasi langsung Kepala Negara dengan Kapolri.
"Kalau dilihat pertemuan tersebut, sebenarnya Kapolda (Metro Jaya) hadir namun Presiden tidak mau bicara kepada Kapolda Metro, tetapi kepada Kapolri. Tentu ada harapan dari Presiden agar pemberantasan preman tidak hanya di Jakarta saja, apalagi di Priok. Maka ini harus menjadi kegiatan nasional dari Polri," ucap Adrianus saat dimintai tanggapannya oleh MNC Portal, Sabtu (12/6/2021).
Mantan Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) ini menuturkan, kemarin Polda Metro Jaya sudah meringkus 40-an orang terduga pelaku pungli dan premanisme. Namun, Adrianus mempertanyakan dasar penangkapan mereka.
"Kemarin Polda sudah menangkap 40-an orang. Pertanyaannya, apa basis penangkapan? Jika mereka tertangkap tangan, okelah. Tapi jika tidak, lalu basisnya apa? Kelihatannya mereka sudah dimonitor kepolisian. Masalahnya, mengapa tidak segera ditangkap? Mengapa mesti menunggu diperintah Presiden? Apakah kepolisian takut? Ataukah ada oknum kepolisian menjadikan itu sebagai cara untuk "barter" dengan oknum yang melakukan pungli di dalam terminal peti kemas?" tanya Adrianus.
Adrianus menilai, sejumlah pertanyaannya itu relevan karena di kawasan Tanjung Priok sudah ada Kepolisian Resor (Polres) Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KP3) yang memiliki fungsi lengkap, mulai dari intel, sabhara, reskrim, bimas, dan lain-lain. Maka, semestinya data-data pungli dan premanisme itu harusnya sudah dimiliki dan ditanggulangi sejak awal. "Untuk itu kinerja Polres KP3 perlu dikritisi," tandasnya.
Adrianus juga menyoroti aksi preman yang memalak sopir saat sedang macet di Jalan Yos Sudarso, Jakarta Utara. Menurut dia hal ini menarik karena tempat kejadian perkara (TKP)-nya hanya sekitar lima kilometer dari Polres Metro Jakarta Utara. Ia pun mempertanyakan keseriusan aparat dalam menangani aktivitas premanisme yang disebut sudah lama sekali terjadi.
Di sisi lain, Adrianus juga melihat saat ini tugas Kepolisian begitu banyak mulai dari mengurus penanganan Covid-19, siber, menumpas KKB di Papua, dan lain sebagainya, tetapi masalah klasik yakni premanisme masih saja ada.
Merespons itu, kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Adrianus Meliala, mengatakan Presiden Jokowi pada dasarnya ingin premanisme dan pungli ditindak secara nasional, tidak hanya di Tanjung Prioka. Hal itu dilihat dari komunikasi langsung Kepala Negara dengan Kapolri.
"Kalau dilihat pertemuan tersebut, sebenarnya Kapolda (Metro Jaya) hadir namun Presiden tidak mau bicara kepada Kapolda Metro, tetapi kepada Kapolri. Tentu ada harapan dari Presiden agar pemberantasan preman tidak hanya di Jakarta saja, apalagi di Priok. Maka ini harus menjadi kegiatan nasional dari Polri," ucap Adrianus saat dimintai tanggapannya oleh MNC Portal, Sabtu (12/6/2021).
Baca Juga
Mantan Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) ini menuturkan, kemarin Polda Metro Jaya sudah meringkus 40-an orang terduga pelaku pungli dan premanisme. Namun, Adrianus mempertanyakan dasar penangkapan mereka.
"Kemarin Polda sudah menangkap 40-an orang. Pertanyaannya, apa basis penangkapan? Jika mereka tertangkap tangan, okelah. Tapi jika tidak, lalu basisnya apa? Kelihatannya mereka sudah dimonitor kepolisian. Masalahnya, mengapa tidak segera ditangkap? Mengapa mesti menunggu diperintah Presiden? Apakah kepolisian takut? Ataukah ada oknum kepolisian menjadikan itu sebagai cara untuk "barter" dengan oknum yang melakukan pungli di dalam terminal peti kemas?" tanya Adrianus.
Adrianus menilai, sejumlah pertanyaannya itu relevan karena di kawasan Tanjung Priok sudah ada Kepolisian Resor (Polres) Kesatuan Pelaksana Pengamanan Pelabuhan (KP3) yang memiliki fungsi lengkap, mulai dari intel, sabhara, reskrim, bimas, dan lain-lain. Maka, semestinya data-data pungli dan premanisme itu harusnya sudah dimiliki dan ditanggulangi sejak awal. "Untuk itu kinerja Polres KP3 perlu dikritisi," tandasnya.
Adrianus juga menyoroti aksi preman yang memalak sopir saat sedang macet di Jalan Yos Sudarso, Jakarta Utara. Menurut dia hal ini menarik karena tempat kejadian perkara (TKP)-nya hanya sekitar lima kilometer dari Polres Metro Jakarta Utara. Ia pun mempertanyakan keseriusan aparat dalam menangani aktivitas premanisme yang disebut sudah lama sekali terjadi.
Di sisi lain, Adrianus juga melihat saat ini tugas Kepolisian begitu banyak mulai dari mengurus penanganan Covid-19, siber, menumpas KKB di Papua, dan lain sebagainya, tetapi masalah klasik yakni premanisme masih saja ada.
(zik)
tulis komentar anda