Pengamat: Politisasi Isu TWK Berpotensi Picu Kegaduhan
Kamis, 10 Juni 2021 - 20:43 WIB
JAKARTA - Polemik mengenai tes wawasan kebangsaan (TWK) terhadap 1.351 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berujung pada pemberhentian 51 dari total 75 pegawai yang gugur dalam tes tersebut masih berlanjut.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bahkan ikut terseret polemik ini. Lembaga tersebut memanggil KPK untuk melakukan klarifikasi di kantor Komnas HAM mengenai TWK.
Analis politik Boni Hargenes menilai isu TWK ini sudah dipolitisasi secara berlebihan. Masyarakat dikatakannya perlu mengetahui konteks besarnya.
"Dalam hampir dua dekade terakhir, sebetulnya kita sudah memasuki perang ideologi yang serius. Kebangkitan politik identitas dalam ranah publik, entah dalam pemilihan kepala daerah maupun dalam pemilu di tingkat nasional," kata Boni dalam keterangan persnya, Kamis (10/6/2021).
Dia mendukung kerja KPK dalam pemberantasan korupsi karena memang kesejahteraan rakyat tak bisa diwujudkan kalau korupsi masih merajalela. Tetapi KPK juga perlu berjalan dalam koridor konstitusi supaya seluruh pegawai dan kinerjanya selaras dengan ideologi negara.
"Saya tidak menyinggung rumor tentang 'kelompok Taliban' di tubuh KPK. Poin saya adalah bahwa TWK ini penting sebagai instrumen kebijakan dalam menjaga instasi negara dan semua lembaga publik bebas dari bahaya radikalisme," tuturnya.
Direktur Lembaga Pemilih Indonesia ini berharap semua birokrasi kementerian dan lembaga negara harus mengikuti tes yang sama. Jadi bukan hanya untuk KPK. Tetapi amat disayangkan, isu ini kini menjadi bola liar dan unsur politisnya makin kental.
Komnas HAM, menurut dia, sudah memasuki ranah abu-abu. Dugaan pelanggaran HAM dalam tes TWK itu secara implisit seperti ingin menuduh BKN, TNI, dan BIN sebagai pihak yang melakukan pelanggaran HAM karena soal-soal yang digunakan dalam TWK dibuat secara bersama oleh ketiga institusi tersebut.
Dia mengaku heran dengan motivasi Komnas HAM dalam isu yang sumir ini. Kenapa komisi ini tidak begitu cepat bersuara membela korban pelanggaran HAM di lokasi tambang dan di berbagai konteks di Tanah Air, tetapi dalam isu KPK ini reaksinya begitu cepat. Komnas HAM menari dalam tabuhan gendang yang orang lain.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bahkan ikut terseret polemik ini. Lembaga tersebut memanggil KPK untuk melakukan klarifikasi di kantor Komnas HAM mengenai TWK.
Analis politik Boni Hargenes menilai isu TWK ini sudah dipolitisasi secara berlebihan. Masyarakat dikatakannya perlu mengetahui konteks besarnya.
"Dalam hampir dua dekade terakhir, sebetulnya kita sudah memasuki perang ideologi yang serius. Kebangkitan politik identitas dalam ranah publik, entah dalam pemilihan kepala daerah maupun dalam pemilu di tingkat nasional," kata Boni dalam keterangan persnya, Kamis (10/6/2021).
Dia mendukung kerja KPK dalam pemberantasan korupsi karena memang kesejahteraan rakyat tak bisa diwujudkan kalau korupsi masih merajalela. Tetapi KPK juga perlu berjalan dalam koridor konstitusi supaya seluruh pegawai dan kinerjanya selaras dengan ideologi negara.
"Saya tidak menyinggung rumor tentang 'kelompok Taliban' di tubuh KPK. Poin saya adalah bahwa TWK ini penting sebagai instrumen kebijakan dalam menjaga instasi negara dan semua lembaga publik bebas dari bahaya radikalisme," tuturnya.
Direktur Lembaga Pemilih Indonesia ini berharap semua birokrasi kementerian dan lembaga negara harus mengikuti tes yang sama. Jadi bukan hanya untuk KPK. Tetapi amat disayangkan, isu ini kini menjadi bola liar dan unsur politisnya makin kental.
Komnas HAM, menurut dia, sudah memasuki ranah abu-abu. Dugaan pelanggaran HAM dalam tes TWK itu secara implisit seperti ingin menuduh BKN, TNI, dan BIN sebagai pihak yang melakukan pelanggaran HAM karena soal-soal yang digunakan dalam TWK dibuat secara bersama oleh ketiga institusi tersebut.
Dia mengaku heran dengan motivasi Komnas HAM dalam isu yang sumir ini. Kenapa komisi ini tidak begitu cepat bersuara membela korban pelanggaran HAM di lokasi tambang dan di berbagai konteks di Tanah Air, tetapi dalam isu KPK ini reaksinya begitu cepat. Komnas HAM menari dalam tabuhan gendang yang orang lain.
tulis komentar anda