Hadar Nafis Sebut Putusan MK Soal Verifikasi Parpol Kacau Balau
Sabtu, 05 Juni 2021 - 05:07 WIB
JAKARTA - Pakar Pemilu dan Demokrasi, Hadar Nafis Gumay, mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 55/PUU-XVIII/2020 menggetkan banyak orang. Sebab, putusan yang dikeluarkan tersebut berbeda dengan sebelumnya padahal pasal yang diuji sama.
Hal ini disampaikannya dalam serial diskusi yang diselenggarakan oleh Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB) dengan tajuk “Adakah Intervensi Politik Putusan MK Terkait Verifikasi Parpol?” yang diselenggarakan secara daring dan ditayangkan juga melalui kanal YouTube JIB Post.
Hadir juga narasumber lain, yakni Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra, sekaligus CBE (Tokoh Demokrasi), Endang Sulastri, anggota KPU RI 2007-2012, dan dimoderatori oleh Neni Nur Hayati Direktur Eksekutif DEEP-JIB. Menurut Hadar, putusan yang dikeluarkan MK dengan nomor 55/PUU-XVIII/2020 ini telah merusak prinsip keadilan dalam pemilu. Padahal, keadilan merupakan satu prinsip utama dalam sistem kepemiluan. “Dengan putusan ini, ini menjadi kacau-balau, terbalik-balik,” ujarnya.
Hadar menilai, partai politik peserta pemilu hendaknya diperlakukan secara sama. Putusan MK yang terkesan membedakan antara partai politik yang satu dengan partai politik yang lain, dinilai Hadar sebagai suatu kondisi yang tidak adil. “Saya kira itu satu kondisi yang tidak adil. Meskipun argumennya, MK kita punya persepktif yang lain. Seharusnya sesama partai peserta pemilu, kriteria yang ditetapkan sebagai syarat itu harusnya sama,” ungkapnya.
Meski Hadar tidak mengatakan secara eksplisit apakah ada intervensi politik dalam putusan MK. Namun, Hadar membeberkan fakta yang ada di mana putusan MK tersebut memang menguntungkan partai politik tertentu saja. “Yang kita lihat adalah bahwa putusan yang kemudian mengakibatkan ketidakadilan ini, itu adalah keputusan yang nyata-nyata betul memang menguntungkan partai politik tertentu dibandingkan dengan partai politik yang lain,” jelas Hadar.
“Apakah kemudian MK ini masuk angin, gitu ya? Ada intervensi politik terhadap ini? Karena kelompok yang diuntungkan adalah memang kekuatan atau parpol-parpol yang ada di pemerintahan dan di DPR sekarang. Apakah ini memang ada nyambungnya? Saya tidak bisa jawab itu,” imbuhnya.
Hadar juga mengatakan sistem penyelenggaraan pemilu haruslah terbuka dalam rangka melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Putusan ini, lanjutnya, mengakibatkan perubahan dalam sistem pemilu khususnya dan politik atau demokrasi pada umumnya menjadi kecil dan sempit. “Menurut saya ini merusak sistem demokrasi kita. Jadi, ini rentetannya dari putusan yang tidak adil dan akan membuat sistem kita menjadi sistem yang sulit untuk terjadinya perubahan politik,” terangnya.
Hal ini disampaikannya dalam serial diskusi yang diselenggarakan oleh Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB) dengan tajuk “Adakah Intervensi Politik Putusan MK Terkait Verifikasi Parpol?” yang diselenggarakan secara daring dan ditayangkan juga melalui kanal YouTube JIB Post.
Baca Juga
Hadir juga narasumber lain, yakni Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra, sekaligus CBE (Tokoh Demokrasi), Endang Sulastri, anggota KPU RI 2007-2012, dan dimoderatori oleh Neni Nur Hayati Direktur Eksekutif DEEP-JIB. Menurut Hadar, putusan yang dikeluarkan MK dengan nomor 55/PUU-XVIII/2020 ini telah merusak prinsip keadilan dalam pemilu. Padahal, keadilan merupakan satu prinsip utama dalam sistem kepemiluan. “Dengan putusan ini, ini menjadi kacau-balau, terbalik-balik,” ujarnya.
Hadar menilai, partai politik peserta pemilu hendaknya diperlakukan secara sama. Putusan MK yang terkesan membedakan antara partai politik yang satu dengan partai politik yang lain, dinilai Hadar sebagai suatu kondisi yang tidak adil. “Saya kira itu satu kondisi yang tidak adil. Meskipun argumennya, MK kita punya persepktif yang lain. Seharusnya sesama partai peserta pemilu, kriteria yang ditetapkan sebagai syarat itu harusnya sama,” ungkapnya.
Meski Hadar tidak mengatakan secara eksplisit apakah ada intervensi politik dalam putusan MK. Namun, Hadar membeberkan fakta yang ada di mana putusan MK tersebut memang menguntungkan partai politik tertentu saja. “Yang kita lihat adalah bahwa putusan yang kemudian mengakibatkan ketidakadilan ini, itu adalah keputusan yang nyata-nyata betul memang menguntungkan partai politik tertentu dibandingkan dengan partai politik yang lain,” jelas Hadar.
“Apakah kemudian MK ini masuk angin, gitu ya? Ada intervensi politik terhadap ini? Karena kelompok yang diuntungkan adalah memang kekuatan atau parpol-parpol yang ada di pemerintahan dan di DPR sekarang. Apakah ini memang ada nyambungnya? Saya tidak bisa jawab itu,” imbuhnya.
Hadar juga mengatakan sistem penyelenggaraan pemilu haruslah terbuka dalam rangka melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Putusan ini, lanjutnya, mengakibatkan perubahan dalam sistem pemilu khususnya dan politik atau demokrasi pada umumnya menjadi kecil dan sempit. “Menurut saya ini merusak sistem demokrasi kita. Jadi, ini rentetannya dari putusan yang tidak adil dan akan membuat sistem kita menjadi sistem yang sulit untuk terjadinya perubahan politik,” terangnya.
(cip)
tulis komentar anda