Gelar Kuliah saat Waisak, PMII Kritik Kebijakan UMB
Rabu, 02 Juni 2021 - 19:32 WIB
JAKARTA - Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) DKI Jakarta mengkritik Universitas Mercu Buana (UMB) yang mengeluarkan surat edaran tetap menjalankan perkuliahan saat Hari Raya Waisak. UMB dinilai melakukan intoleransi beragama
Wakil ketua bidang kaderisasi Pengurus Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia DKI Jakarta, Syafrudin Patria menegaskan lingkungan akademik wajib mengawal Pancasila, Bhineka tunggal ika, NKRI, dan UUD 1945.
“Melihat surat edaran bernomor 2/018/S-Ed/V/2021 tertanggal 26 Mei 2021 yang di keluarkan oleh pihak kampus sungguh sangat disayangkan. Mengacu pada UU Sisdiknas, umat Buddha sebagai bagian dari elemen agama yang ada di indonesia, pemerintah menjadikan hari raya Waisak menjadi hari libur nasional,” kata Patria, Senin (31/5/2021).
“Seharusnya kampus menjadi pelopor dalam mengedepankan nilai- nilai toleransi sebagai penguat antar umat beragama di indonesia, bukan malah menjadi pembeda, terlepas dari background kampusnya apapun, hari raya Waisak harus di jadikan hari libur nasional. Kami mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meninjau perizinan Universitas Mercu Buana,” sambungnya tegas.
Ia berharap, kasus intoleransi beragama yang dilakukan UMB melalui kebijakannya tak akan terulang lagi oleh lembaga pendidikan manapun di Indonesia. “Jangan sampai terulang kembali kasus seperti yang di lakukan oleh pihak akademisi kampus manapun karena ini sudah menyangkut hari raya umat beragama. Dan terkesan surat edaran yang dikeluarkan termasuk dalam unsur rasis karna tidak menghargai hari raya umat agama Buddha,” tandasnya.
Ketua Umum PMII Jakarta Pusat, Poni Dwi Setiadi menurturkan kegiatan belajar mengajar di tanggal merah (hari libur nasional) secara hukum terang dan jelas merupakan tindakan melanggar undang-undang. Hari libur keagamaan, saling menghormati dan menghargai peribadatan sesama umat beragama adalah nilai-nilai yang wajib dilaksanakan.
Sebelumnya Ketua Umum Hikmahbudhi Wiryawan akan mempertanyakan rektorat mengenai alasan pihak UMB mengeluarkan surat edaran tersebut. Terlepas dari ada atau tidak adanya karyawan atau mahasiswa yang beragama Buddha, libur nasional hari besar keagamaan disampaikannya harus tetap ada jika mengacu pada UU Sisdiknas.
Wakil ketua bidang kaderisasi Pengurus Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia DKI Jakarta, Syafrudin Patria menegaskan lingkungan akademik wajib mengawal Pancasila, Bhineka tunggal ika, NKRI, dan UUD 1945.
“Melihat surat edaran bernomor 2/018/S-Ed/V/2021 tertanggal 26 Mei 2021 yang di keluarkan oleh pihak kampus sungguh sangat disayangkan. Mengacu pada UU Sisdiknas, umat Buddha sebagai bagian dari elemen agama yang ada di indonesia, pemerintah menjadikan hari raya Waisak menjadi hari libur nasional,” kata Patria, Senin (31/5/2021).
“Seharusnya kampus menjadi pelopor dalam mengedepankan nilai- nilai toleransi sebagai penguat antar umat beragama di indonesia, bukan malah menjadi pembeda, terlepas dari background kampusnya apapun, hari raya Waisak harus di jadikan hari libur nasional. Kami mendesak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan meninjau perizinan Universitas Mercu Buana,” sambungnya tegas.
Ia berharap, kasus intoleransi beragama yang dilakukan UMB melalui kebijakannya tak akan terulang lagi oleh lembaga pendidikan manapun di Indonesia. “Jangan sampai terulang kembali kasus seperti yang di lakukan oleh pihak akademisi kampus manapun karena ini sudah menyangkut hari raya umat beragama. Dan terkesan surat edaran yang dikeluarkan termasuk dalam unsur rasis karna tidak menghargai hari raya umat agama Buddha,” tandasnya.
Ketua Umum PMII Jakarta Pusat, Poni Dwi Setiadi menurturkan kegiatan belajar mengajar di tanggal merah (hari libur nasional) secara hukum terang dan jelas merupakan tindakan melanggar undang-undang. Hari libur keagamaan, saling menghormati dan menghargai peribadatan sesama umat beragama adalah nilai-nilai yang wajib dilaksanakan.
Sebelumnya Ketua Umum Hikmahbudhi Wiryawan akan mempertanyakan rektorat mengenai alasan pihak UMB mengeluarkan surat edaran tersebut. Terlepas dari ada atau tidak adanya karyawan atau mahasiswa yang beragama Buddha, libur nasional hari besar keagamaan disampaikannya harus tetap ada jika mengacu pada UU Sisdiknas.
(poe)
tulis komentar anda