Corona Tak Halangi Negara-Negara Adu Kekuatan di Luar Angkasa
Jum'at, 28 Mei 2021 - 05:51 WIB
Pengamat antariksa Mega Mardita, menilai Indonesia sebenarnya bisa mengatasi ketertinggalan dalam pertarungan di luar angkasa. Namun, itu membutuhkan biaya besar dan kerja keras dengan komitmen kuat dari semua pihak.
Menurutnya, untuk bisa mengatasi ketertinggalan itu, pertama perlu ada komitmen kuat dari pemerintah, yaitu para pemangku kebijakan, Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengembangkan dan memajukan program antariksa. Sebab, program antariksa merupakan kegiatan yang memerlukan kebijakan secara top-down. Artinya, program ini harus diinisiasi dari atas karena termasuk program strategis dengan implikasi yang besar.
“Program antariksa juga tergolong high risk (risiko tinggi) dan high cost (berbiaya tinggi), yang tidak mungkin diawali dari bawah. Tapi, program antariksa bisa menjadi pintu bagi pengembangan berbagai teknologi dan inovasi yang nantinya memiliki dampak ekonomi bagi negara,” kata Mega kepada KORAN SINDO.
Komitmen kuat ini kemudian harus menjadi program prioritas negara dalam jangka panjang mengingat maju dalam bidang keantariksaan bukanlah sesuatu yang instan. Diperlukan suatu proses panjang, bahkan butuh puluhan tahun untuk bisa menguasai bidang ini.
Akselerasi dimungkinkan jika pemerintah memegang teguh komitmen dan menyadari betapa pentingnya penguasaan teknologi antariksa karena ini merupakan teknologi masa depan.
“Inilah yang mungkin bisa menjadi competitive advantages negara kita di masa depan,” ungkap Mega.
Jika pemerintah sudah punya berkomitmen, maka strategi-strategi turunannya bisa dilakukan. Misalnya, dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan, peningkatan infrastruktur atau fasilitas penelitian, serta mewujudkan program utama spesifik yang terukur dan yang mungkin untuk dicapai.
Contoh program spesifiknya adalah pembuatan satelit operasional secara mandiri, baik itu satelit penginderaan jauh maupun satelit komunikasi. Kemudian merambah ke teknologi peluncur satelitnya dengan pengembangan roket dan bandara peluncuran roketnya. Mau tidak mau, pengembangan awal program antariksa mesti dari pemerintah dan akan sangat berat bagi swasta untuk mengawali litbang di bidang ini.“Negara-negara lain juga begitu, inisiasi, riset, dan pengembangan prototype-nya dilakukan pemerintah. Kemudian setelah itu baru swasta ikut terlibat,” papar Mega.
Selanjutnya, Indonesia bisa bekerja sama untuk mengembangkan teknologi antariksa tentunya bekerja sama dengan negara yang sudah punya pengalaman mengembangkan bidang tersebut. Dengan begitu ada transfer teknologi dari negara yang sudah lebih maju kepada Indonesia. Swasta juga bisa terlibat jika sudah pasti ada nilai komersial di program tersebut. Dengan begitu, ada produk yang sudah siap untuk dikomersialisasikan.
Menurutnya, untuk bisa mengatasi ketertinggalan itu, pertama perlu ada komitmen kuat dari pemerintah, yaitu para pemangku kebijakan, Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk mengembangkan dan memajukan program antariksa. Sebab, program antariksa merupakan kegiatan yang memerlukan kebijakan secara top-down. Artinya, program ini harus diinisiasi dari atas karena termasuk program strategis dengan implikasi yang besar.
“Program antariksa juga tergolong high risk (risiko tinggi) dan high cost (berbiaya tinggi), yang tidak mungkin diawali dari bawah. Tapi, program antariksa bisa menjadi pintu bagi pengembangan berbagai teknologi dan inovasi yang nantinya memiliki dampak ekonomi bagi negara,” kata Mega kepada KORAN SINDO.
Komitmen kuat ini kemudian harus menjadi program prioritas negara dalam jangka panjang mengingat maju dalam bidang keantariksaan bukanlah sesuatu yang instan. Diperlukan suatu proses panjang, bahkan butuh puluhan tahun untuk bisa menguasai bidang ini.
Akselerasi dimungkinkan jika pemerintah memegang teguh komitmen dan menyadari betapa pentingnya penguasaan teknologi antariksa karena ini merupakan teknologi masa depan.
“Inilah yang mungkin bisa menjadi competitive advantages negara kita di masa depan,” ungkap Mega.
Jika pemerintah sudah punya berkomitmen, maka strategi-strategi turunannya bisa dilakukan. Misalnya, dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan, peningkatan infrastruktur atau fasilitas penelitian, serta mewujudkan program utama spesifik yang terukur dan yang mungkin untuk dicapai.
Contoh program spesifiknya adalah pembuatan satelit operasional secara mandiri, baik itu satelit penginderaan jauh maupun satelit komunikasi. Kemudian merambah ke teknologi peluncur satelitnya dengan pengembangan roket dan bandara peluncuran roketnya. Mau tidak mau, pengembangan awal program antariksa mesti dari pemerintah dan akan sangat berat bagi swasta untuk mengawali litbang di bidang ini.“Negara-negara lain juga begitu, inisiasi, riset, dan pengembangan prototype-nya dilakukan pemerintah. Kemudian setelah itu baru swasta ikut terlibat,” papar Mega.
Selanjutnya, Indonesia bisa bekerja sama untuk mengembangkan teknologi antariksa tentunya bekerja sama dengan negara yang sudah punya pengalaman mengembangkan bidang tersebut. Dengan begitu ada transfer teknologi dari negara yang sudah lebih maju kepada Indonesia. Swasta juga bisa terlibat jika sudah pasti ada nilai komersial di program tersebut. Dengan begitu, ada produk yang sudah siap untuk dikomersialisasikan.
tulis komentar anda