Corona Tak Halangi Negara-Negara Adu Kekuatan di Luar Angkasa
Jum'at, 28 Mei 2021 - 05:51 WIB
Badan Antariksa Eropa (ESA) juga berencana menyiapkan astronot untuk melaksanakan misi ke Bulan, atau pun Mars. ESA ingin mencari 26 astronot permanen dan cadangan. Mereka juga meminta perempuan untuk ikut mendaftar dan warga disabilitas untuk meningkatkan keragaman di antara awak kabin di wahana antariksa.
Bukan hanya negara yang bersaing dalam eksplorasi antariksa. Ruang angkasa justru jadi ladang investasi cukup menjanjikan di masa depan. Meskipun penuh risiko, di tengah masih belum meredanya virus corona, para miliarder tidak takut menghabiskan banyak uang demi bisnis antariksa.
Sedikitnya 13 miliarder dari 500 orang kaya sedunia yang memiliki investasi di bidang industri antariksa. Kesimpulan itu diperoleh berdasarkan data yang dikompilasi oleh Bloomberg Billionaires Index dan firma konsultan Bryce Space & Technology.
Baca juga: Perusahaan Penerbangan Antariksa Milik Jeff Bezos Protes Hasil Kontrak NASA
Elon Musk, Jeff Bezos, dan orang kaya lainnya berkompetisi untuk mendanai perjalanan antariksa. Kini muncul miliarder lainnya yang ikut berlomba dalam industri antariksa. Mayoritas taipan teknologi yang mendominasi investasi antariksa, seperti pengusaha kasino Sheldon Adelson, mendukung misi ke bulan. Kemudian, pengusaha bank dan ritel asal Meksiko Ricardo Salina turut mengembangkan jaringan satelit OneWeb.
Pendiri Amazon Jeff Bezos dan CEO Tesla Elon Musk dikenal bersaing secara personal dalam industri antariksa. Bezos mendirikan perusahaan penerbangan antariksa Blue Origin yang memiliki ambisi agar jutaan orang bisa tinggal dan bekerja di antariksa.
Dia berharap dapat meluncurkan wisata antariksa ke orbin pada 2018 nanti. Kemudian, Musk mendirikan SpaceX yang mengirimkan roket Falcon 9 ke orbit dan mengembangkan bisnis kargo NASA ke Stasiun Antariksa Internasional (ISIS). Kini dia mengincar Mars. Musk berjanji akan mengirimkan kapsul tanpa manusia dalam eksperimen ke Planet Mars pada 2025.
Bagaimana dengan Indonesia? Negeri ini sebenarnya sudah lama mengarahkan langkahnya yang ditandai dengan rencana pengiriman Pratiwi Pujilestari Sudarmono ke luar angkasa, yang kemudian gagal akibat insiden meledaknya pesawat ulang-alik Challenger 28 Januari 1986. Indonesia juga sudah memiliki Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Namun, harus diakui perkembangannya secepat negara-negara yang kini telah mencatatkan diri sebagai pemain luar angkasa.
Kepala Lapan Thomas Djamaluddin menyatakan, di tataran internasional sebenarnya Indonesia dianggap sebagai "New Emerging Space Nations" dengan kemampuan membuat satelit sendiri dan mengembangkan teknologi roket. Lapan sebagai space agency Indonesia juga sudah dikenal di dunia internasional dan dijadikan contoh pengembangan badan antariksa di Asia Tenggara. Dia menyebut negara tetangga baru saja membentuk badan antariksa, seperti Malaysian Space Agency (MYSA) dan Philipine Space Agency (PhilSA).
"Teknologi antariksa adalah teknologi yang 'high tech, high risk, dan high cost'. Tidak banyak negara yang sanggup mengembangkannya. Indonesia dengan visi besar Bung Karno, membentuk Lapan sebagai badan antariksa. Namun, kendala anggaran yang minim menyebabkan pengembangan teknologi antariksa di Indonesia berjalan lambat," ungkap Thomas kepada KORAN SINDO, di Jakarta, Rabu (26/5).
Bukan hanya negara yang bersaing dalam eksplorasi antariksa. Ruang angkasa justru jadi ladang investasi cukup menjanjikan di masa depan. Meskipun penuh risiko, di tengah masih belum meredanya virus corona, para miliarder tidak takut menghabiskan banyak uang demi bisnis antariksa.
Sedikitnya 13 miliarder dari 500 orang kaya sedunia yang memiliki investasi di bidang industri antariksa. Kesimpulan itu diperoleh berdasarkan data yang dikompilasi oleh Bloomberg Billionaires Index dan firma konsultan Bryce Space & Technology.
Baca juga: Perusahaan Penerbangan Antariksa Milik Jeff Bezos Protes Hasil Kontrak NASA
Elon Musk, Jeff Bezos, dan orang kaya lainnya berkompetisi untuk mendanai perjalanan antariksa. Kini muncul miliarder lainnya yang ikut berlomba dalam industri antariksa. Mayoritas taipan teknologi yang mendominasi investasi antariksa, seperti pengusaha kasino Sheldon Adelson, mendukung misi ke bulan. Kemudian, pengusaha bank dan ritel asal Meksiko Ricardo Salina turut mengembangkan jaringan satelit OneWeb.
Pendiri Amazon Jeff Bezos dan CEO Tesla Elon Musk dikenal bersaing secara personal dalam industri antariksa. Bezos mendirikan perusahaan penerbangan antariksa Blue Origin yang memiliki ambisi agar jutaan orang bisa tinggal dan bekerja di antariksa.
Dia berharap dapat meluncurkan wisata antariksa ke orbin pada 2018 nanti. Kemudian, Musk mendirikan SpaceX yang mengirimkan roket Falcon 9 ke orbit dan mengembangkan bisnis kargo NASA ke Stasiun Antariksa Internasional (ISIS). Kini dia mengincar Mars. Musk berjanji akan mengirimkan kapsul tanpa manusia dalam eksperimen ke Planet Mars pada 2025.
Bagaimana dengan Indonesia? Negeri ini sebenarnya sudah lama mengarahkan langkahnya yang ditandai dengan rencana pengiriman Pratiwi Pujilestari Sudarmono ke luar angkasa, yang kemudian gagal akibat insiden meledaknya pesawat ulang-alik Challenger 28 Januari 1986. Indonesia juga sudah memiliki Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan). Namun, harus diakui perkembangannya secepat negara-negara yang kini telah mencatatkan diri sebagai pemain luar angkasa.
Kepala Lapan Thomas Djamaluddin menyatakan, di tataran internasional sebenarnya Indonesia dianggap sebagai "New Emerging Space Nations" dengan kemampuan membuat satelit sendiri dan mengembangkan teknologi roket. Lapan sebagai space agency Indonesia juga sudah dikenal di dunia internasional dan dijadikan contoh pengembangan badan antariksa di Asia Tenggara. Dia menyebut negara tetangga baru saja membentuk badan antariksa, seperti Malaysian Space Agency (MYSA) dan Philipine Space Agency (PhilSA).
"Teknologi antariksa adalah teknologi yang 'high tech, high risk, dan high cost'. Tidak banyak negara yang sanggup mengembangkannya. Indonesia dengan visi besar Bung Karno, membentuk Lapan sebagai badan antariksa. Namun, kendala anggaran yang minim menyebabkan pengembangan teknologi antariksa di Indonesia berjalan lambat," ungkap Thomas kepada KORAN SINDO, di Jakarta, Rabu (26/5).
tulis komentar anda