PSHK Temukan 5 Cacat Hukum dalam Alih Status Pegawai KPK
Rabu, 19 Mei 2021 - 04:55 WIB
Kelima, tindakan Pimpinan KPK bila menonaktifkan 75 pegawai tersebut merupakan perbuatan yang masuk dalam kualifikasi Pasal 70 ayat (1) huruf a UU Administrasi Pemerintahan. Artinya, Pimpinan KPK sebagai pejabat telah mengeluarkan Keputusan dan/atau tindakan yang melampaui batas kewenangan dan melanggar peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan argumentasi tersebut, PSHK menegaskan, pertama, status nonaktif dan segala bentuk turunannya seperti penundaan pemberian tugas hingga pemindahtugasan 75 Pegawai KPK berdasarkan TWK tidak memiliki argumentasi dan pertanggungjawaban hukum yang mengikuti logika penyusunan peraturan perundang-undangan yang baik.
Kedua, Pimpinan KPK tidak bisa menggunakan alasan tidak lolos TWK sebagai justifikasi memecat, memindahtugaskan, memberhentikan, tidak membayar gaji atau bahkan mengubah status pegawai, baik secara langsung maupun bertahap karena dasar hukumnya sudah bermasalah. Ketiga, posisi TWK sebagai alat asessment alih fungsi pegawai KPK menjadi ASN tidak bisa dilihat sebagai sebuah hal yang normal dan wajar. Perlu ada transparansi dari KPK mengenai konteks penggunaan TWK karena diduga tidak sesuai dengan mandat pegawai KPK dalam menjalankan tugasnya.
Terakhir, PSHK mengawal dan mendukung segala upaya hukum untuk melawan keputusan Pimpinan KPK yang menormalisasi pengunaan TWK bagi 75 pegawai KPK ini karena semangatnya yang bertentangan dengan pemberantasan korupsi.
Berdasarkan argumentasi tersebut, PSHK menegaskan, pertama, status nonaktif dan segala bentuk turunannya seperti penundaan pemberian tugas hingga pemindahtugasan 75 Pegawai KPK berdasarkan TWK tidak memiliki argumentasi dan pertanggungjawaban hukum yang mengikuti logika penyusunan peraturan perundang-undangan yang baik.
Kedua, Pimpinan KPK tidak bisa menggunakan alasan tidak lolos TWK sebagai justifikasi memecat, memindahtugaskan, memberhentikan, tidak membayar gaji atau bahkan mengubah status pegawai, baik secara langsung maupun bertahap karena dasar hukumnya sudah bermasalah. Ketiga, posisi TWK sebagai alat asessment alih fungsi pegawai KPK menjadi ASN tidak bisa dilihat sebagai sebuah hal yang normal dan wajar. Perlu ada transparansi dari KPK mengenai konteks penggunaan TWK karena diduga tidak sesuai dengan mandat pegawai KPK dalam menjalankan tugasnya.
Terakhir, PSHK mengawal dan mendukung segala upaya hukum untuk melawan keputusan Pimpinan KPK yang menormalisasi pengunaan TWK bagi 75 pegawai KPK ini karena semangatnya yang bertentangan dengan pemberantasan korupsi.
(cip)
tulis komentar anda