Alquran Mukjizat Sepanjang Zaman
Jum'at, 30 April 2021 - 05:30 WIB
Ali Masykur Musa
Ketua Umum PP ISNU dan Pengasuh Pondok Pesantren Pasulukan Al-Masykuriyyah, Condet, Jakarta Timur
RAMADAN tahun ini sudah dijalani lebih dari dua pekan. Sebagai bulan yang penuh rahmat, ampunan, dan itqum minan naar, Ramadan juga memiliki momentum luar biasa, yaitu Nuzulul Quran sebagai mukjizat kalam Allah yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW dan juga momentum Lalilatul Qadar. Eksistensi, muatan, makna, relevansi, dan autentisitas Alquran akan terjaga sampai akhir zaman. Karena itu, di Indonesia, setiap memperingati Nuzulul Quran selalu dilakukan kajian-kajian tentang makna dan relevansi Alquran dalam kehidupan, juga di amalan ritual keagamaan lainnya.
Sejarah Nuzulul Quran
Nuzulul Quran adalah turunnya Alquran pertama kali, yaitu pada 17 bulan Ramadan kepada Nabi Muhammad SAW. Alquran tersebut diturunkan melalui Malaikat Jibril, dengan wahyu pertama surat Al-Alaq ayat 1-5. Ketika wahyu ini diturunkan kepada Nabi Muhammad, beliau sedang berada di Gua Hira. Saat itu, tiba-tiba Malaikat Jibril datang kepadanya dan menyampaikan wahyu tersebut.
Pada suatu malam yang tenang, angin mengalir lembut dan langit bermandikan cahaya, Nabi Muhammad masih berada di dalam Gua Hira. Ia sudah beberapa hari tinggal di situ untuk “khalwat” atau berkontemplasi. Kontemplasi adalah sebuah ritual permenungan yang intens. Al-Ghazali juga menyebutnya sebagai proses atau momen menyerap aspirasi dari langit.
Saat berkhalwat itulah tiba-tiba Jibril menampakkan diri di hadapan Nabi, dan mengatakan, “Selamat atas Anda, Muhammad. Aku Jibril pembawa “Suara Tuhan”. Anda adalah Rasulullah, utusan Allah kepada umat ini”. Jibril kemudian merengkuh tubuh Nabi sambil berkata, “Bacalah!” Sementara Muhammad SAW mulai ketakutan hingga gemetar kemudian menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” “Bacalah!” ulang Jibril seraya tidak melepaskan Muhammad.
Muhammad masih mengulangi jawaban yang sama. Jibril lalu menarik dan mendekapnya sampai menyulitkan Nabi untuk bernapas. Setelah dilepaskan, Jibril mengulangi lagi perintahnya dan masih dijawab dengan jawaban yang sama. Pada yang keempat kalinya, Muhammad SAW kemudian mengucapkan kalimat suci ini:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan (perantaraan) pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS Al-Alaq, 1-5).
Ketua Umum PP ISNU dan Pengasuh Pondok Pesantren Pasulukan Al-Masykuriyyah, Condet, Jakarta Timur
RAMADAN tahun ini sudah dijalani lebih dari dua pekan. Sebagai bulan yang penuh rahmat, ampunan, dan itqum minan naar, Ramadan juga memiliki momentum luar biasa, yaitu Nuzulul Quran sebagai mukjizat kalam Allah yang diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW dan juga momentum Lalilatul Qadar. Eksistensi, muatan, makna, relevansi, dan autentisitas Alquran akan terjaga sampai akhir zaman. Karena itu, di Indonesia, setiap memperingati Nuzulul Quran selalu dilakukan kajian-kajian tentang makna dan relevansi Alquran dalam kehidupan, juga di amalan ritual keagamaan lainnya.
Sejarah Nuzulul Quran
Nuzulul Quran adalah turunnya Alquran pertama kali, yaitu pada 17 bulan Ramadan kepada Nabi Muhammad SAW. Alquran tersebut diturunkan melalui Malaikat Jibril, dengan wahyu pertama surat Al-Alaq ayat 1-5. Ketika wahyu ini diturunkan kepada Nabi Muhammad, beliau sedang berada di Gua Hira. Saat itu, tiba-tiba Malaikat Jibril datang kepadanya dan menyampaikan wahyu tersebut.
Pada suatu malam yang tenang, angin mengalir lembut dan langit bermandikan cahaya, Nabi Muhammad masih berada di dalam Gua Hira. Ia sudah beberapa hari tinggal di situ untuk “khalwat” atau berkontemplasi. Kontemplasi adalah sebuah ritual permenungan yang intens. Al-Ghazali juga menyebutnya sebagai proses atau momen menyerap aspirasi dari langit.
Saat berkhalwat itulah tiba-tiba Jibril menampakkan diri di hadapan Nabi, dan mengatakan, “Selamat atas Anda, Muhammad. Aku Jibril pembawa “Suara Tuhan”. Anda adalah Rasulullah, utusan Allah kepada umat ini”. Jibril kemudian merengkuh tubuh Nabi sambil berkata, “Bacalah!” Sementara Muhammad SAW mulai ketakutan hingga gemetar kemudian menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” “Bacalah!” ulang Jibril seraya tidak melepaskan Muhammad.
Muhammad masih mengulangi jawaban yang sama. Jibril lalu menarik dan mendekapnya sampai menyulitkan Nabi untuk bernapas. Setelah dilepaskan, Jibril mengulangi lagi perintahnya dan masih dijawab dengan jawaban yang sama. Pada yang keempat kalinya, Muhammad SAW kemudian mengucapkan kalimat suci ini:
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajarkan (manusia) dengan (perantaraan) pena. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS Al-Alaq, 1-5).
tulis komentar anda