Kamus Sejarah Indonesia Dianggap Manipulatif, HNW Sebut Jas Merah dan Jas Hijau
Rabu, 21 April 2021 - 16:39 WIB
Bahkan, NU juga hanya dijelaskan dalam 1 halaman lebih sedikit (halaman 157-158), sedangkan Muhammadiyah hanya 0,5 halaman (halaman 55) dan begitu pula Partai Masyumi yang melalui pimpinannya M Natsir, berhasil kembalikan RIS menjadi NKRI juga hanya disebutkan 0,5 halaman.
"Ini sangat tendensius, tidak masuk akal dan jadi informasi sejarah yang sesat kalau peran PKI yang dua kali memberontak terhadap pemerintah Indonesia yang sah, dan kemudian oleh MPR dan Hukum di Indonesia dinyatakan sebagai Partai Terlarang dan dibubarkan," jelas HNW.
"Oleh penyusun Kamus Sejarah Indonesia ini malah dianggap lebih besar dan lebih penting sehingga diberikan ruang penjelasan yang sangat besar, dari pada peran PNI, atau Partai Masyumi yang selamatkan NKRI, juga sangat ahistoric kalau PKI lebih berjasa bagi Indonesia ketimbang Ormas-Ormas Islam, seperti NU dan Muhammadiyah yang sangat jelas jasa dan kiprah positif dan konstruktifnya untuk Indonesia," tambahnya.
Dengan demikian, menurut Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), memang sudah seharusnya Dirjen Kebudayaan Kemendikbud selaku pengarah dari penyusunan Kamus tersebut untuk mengklarifikasi secara benar terkait hadirnya buku Kamus Sejarah Indonesia yang beredar itu. Dan harusnya segera merevisi dan merombak total secara benar.
"Tapi karena dampak negatifnya yang sudah menyebar luas, klarifikasi Dirjen Kebudayaan Kemendikbud seharusnya tidak hanya mengenai tidak dicantumkannya KH Hasyim Asy'ari, juga mengenai tidak dicantumkannya KH Wahid Hasyim, KH Mas Mansur, M Natsir dan Tokoh-Tokoh Bangsa dari Kalangan Umat Islam lainnya, tetapi juga mengapa justru Kamus Sejarah Indonesia tersebut malah lebih mementingkan menyebut PKI dan banyak tokoh-tokoh PKI, Partai terlarang itu," ujarnya.
Lebih lanjut HNW mengingatkan kembali slogan Jas Hijau, 'Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama' yang sering diucapkannya dalam berbagai kesempatan, bersama dengan slogan Jas Merah, "Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah’ yang dipopulerkan oleh Ir Soekarno.
"Peristiwa ini semakin menunjukkan bahwa selain Jas Merah, bangsa ini juga harus terus mengingat Jas Hijau, agar adil terhadap sejarah, agar kita tidak mengajarkan dan mewariskan arah dan kamus sejarah yang sesat," pungkasnya.
"Ini sangat tendensius, tidak masuk akal dan jadi informasi sejarah yang sesat kalau peran PKI yang dua kali memberontak terhadap pemerintah Indonesia yang sah, dan kemudian oleh MPR dan Hukum di Indonesia dinyatakan sebagai Partai Terlarang dan dibubarkan," jelas HNW.
"Oleh penyusun Kamus Sejarah Indonesia ini malah dianggap lebih besar dan lebih penting sehingga diberikan ruang penjelasan yang sangat besar, dari pada peran PNI, atau Partai Masyumi yang selamatkan NKRI, juga sangat ahistoric kalau PKI lebih berjasa bagi Indonesia ketimbang Ormas-Ormas Islam, seperti NU dan Muhammadiyah yang sangat jelas jasa dan kiprah positif dan konstruktifnya untuk Indonesia," tambahnya.
Dengan demikian, menurut Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS), memang sudah seharusnya Dirjen Kebudayaan Kemendikbud selaku pengarah dari penyusunan Kamus tersebut untuk mengklarifikasi secara benar terkait hadirnya buku Kamus Sejarah Indonesia yang beredar itu. Dan harusnya segera merevisi dan merombak total secara benar.
"Tapi karena dampak negatifnya yang sudah menyebar luas, klarifikasi Dirjen Kebudayaan Kemendikbud seharusnya tidak hanya mengenai tidak dicantumkannya KH Hasyim Asy'ari, juga mengenai tidak dicantumkannya KH Wahid Hasyim, KH Mas Mansur, M Natsir dan Tokoh-Tokoh Bangsa dari Kalangan Umat Islam lainnya, tetapi juga mengapa justru Kamus Sejarah Indonesia tersebut malah lebih mementingkan menyebut PKI dan banyak tokoh-tokoh PKI, Partai terlarang itu," ujarnya.
Lebih lanjut HNW mengingatkan kembali slogan Jas Hijau, 'Jangan Sekali-kali Hilangkan Jasa Ulama' yang sering diucapkannya dalam berbagai kesempatan, bersama dengan slogan Jas Merah, "Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah’ yang dipopulerkan oleh Ir Soekarno.
"Peristiwa ini semakin menunjukkan bahwa selain Jas Merah, bangsa ini juga harus terus mengingat Jas Hijau, agar adil terhadap sejarah, agar kita tidak mengajarkan dan mewariskan arah dan kamus sejarah yang sesat," pungkasnya.
(maf)
tulis komentar anda