Pengamat Sebut Hilangnya Nama KH Hasyim Asy'ari Bukti Radikalisme
Selasa, 20 April 2021 - 22:03 WIB
JAKARTA - Pengamat Hukum dan Tata Negara Universitas Trisakti Radian Syam menilai, hilangnya nama pendiri Nahdlatul Ulama (NU) KH Hasyim Asyari dapat dikatakan sebagai upaya radikalisme, karena radikalisme bukan hanya melakukan penyerangan fisik tapi juga penyerangan pikiran.
“Saya melihat nya ini sebuah penghinaan bagi sebuah sejarah, bahkan kita dapat dikatakan sudah mulai melupakan apa yang telah para tokoh bangsa ini lakukan bagi kita sebagai generasi muda,” katanya, Selasa (20/4/2021).
Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengatakan Kamus Sejarah Indonesia Jilid I yang disebut menghilangkan pendiri NU, Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari masih dalam tahap penyempurnaan dan belum resmi diterbitkan.
Radian menjelaskan andai para tokoh tidak melakukan perjuangan maka tidak menutup kemungkinan Indonesia masih terjajah oleh penjajah. Terlebih menurutnya, KH Hasyim Asyari bukan hanya milik NU tapi juga milik bangsa Indonesia, karenanya, tak perlu lagi diragukan kesalehan dan keilmuan nya KH Hasyim Asyari.
Melihat kondisi ini seharusnya pemerintah, lanjutnya, harus lebih hati-hati dalam merumuskan kebijakan terlebih menyangkut sejarah. “Kita ada dan kita bisa menjadi bangsa yang besar dan/atau menjadi negara demokrasi itu karena sejarah. Kita tidak dapat melupakan bahkan menghilangkan sejarah,” katanya.
Mengutip ucapan bijak, Radian mengatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu menghormati jasa dari para pahlawannya dan menjadikan sebagai sejarah dalam kemajuan bangsa.
“Saya melihat nya ini sebuah penghinaan bagi sebuah sejarah, bahkan kita dapat dikatakan sudah mulai melupakan apa yang telah para tokoh bangsa ini lakukan bagi kita sebagai generasi muda,” katanya, Selasa (20/4/2021).
Baca Juga
Baca Juga
Radian menjelaskan andai para tokoh tidak melakukan perjuangan maka tidak menutup kemungkinan Indonesia masih terjajah oleh penjajah. Terlebih menurutnya, KH Hasyim Asyari bukan hanya milik NU tapi juga milik bangsa Indonesia, karenanya, tak perlu lagi diragukan kesalehan dan keilmuan nya KH Hasyim Asyari.
Melihat kondisi ini seharusnya pemerintah, lanjutnya, harus lebih hati-hati dalam merumuskan kebijakan terlebih menyangkut sejarah. “Kita ada dan kita bisa menjadi bangsa yang besar dan/atau menjadi negara demokrasi itu karena sejarah. Kita tidak dapat melupakan bahkan menghilangkan sejarah,” katanya.
Mengutip ucapan bijak, Radian mengatakan bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu menghormati jasa dari para pahlawannya dan menjadikan sebagai sejarah dalam kemajuan bangsa.
(cip)
tulis komentar anda