Empat Hal yang Pengaruhi Reshuffle Kabinet
Selasa, 20 April 2021 - 13:20 WIB
Jadi, dia memprediksi agaknya reshuffle kali ini akan menyasar para menteri yang di kementeriannya sedang bermasalah dan yang berkinerja kurang memuaskan. "Termasuk para menteri yang tak setia menjalankan perintah Presiden. Ini juga berdasarkan pengalaman reshuffle yang dilakukan Presiden Jokowi sejak periode pertama," ujarnya.
Karena itu, dia menilai pergantian menteri tak hanya akan terjadi pada dua kementerian, Kementerian Investasi maupun penggabungan Kementerian Ristek dengan Kementerian Pendidikan. "Beberapa kementerian yang bisa masuk kategori layak untuk dievaluasi dan diganti adalah Kementerian Desa dengan kasus jual-beli jabatan, Kementerian Perdagangan dalam kasus impor beras dan impor lainnya, Kepala KSP dalam kasus Partai Demokrat dan lain-lain," katanya.
Ketiga, Jeirry mengatakan, mengenai kebutuhan untuk merangkul kelompok keagamaan untuk bersama terlibat dalam mengelola kehidupan negara. Dalam hal ini, kata dia, tentu adalah Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Selama ini, dia menilai kedua ormas tersebut agak merasa ditinggalkan Jokowi.
Menurut dia, peran kedua ormas Islam ini dalam konteks menjaga stabilitas sosial politik sangatlah penting. Apalagi, kata dia, menghadapi tantangan radikalisme keagamaan yang sifatnya masih laten. "Begitu juga menghadapi polarisasi sosial politik akibat politik identitas yang terus-menerus dimainkan," ungkapnya.
Dia melanjutkan, bagaimanapun stabilitas sosial dibutuhkan Presiden Jokowi agar pemerintahan bisa fokus untuk menuntaskan semua agenda yang sudah direncanakan selama lima tahun dalam waktu yang tersisa. "Stabilitas sosial politik yang baik akan memperlancar Presiden Jokowi untuk menorehkan legacy bagi bangsa ini. Tentu kedua ormas ini punya banyak kader yang bisa ditawarkan," jelasnya.
Keempat, adalah kepentingan politik menuju Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Kata Jeirry, ada dua kategori dalam hal ini. Pertama, kepentingan parpol. Menurut dia, parpol punya kepentingan juga untuk mendorong orang-orangnya masuk dalam kabinet untuk kepentingan Pemilu 2024 dan Pilkada 2024 nanti. "Kepentingan parpol di sini tentu terkait dengan kepentingan kumpulkan modal dan perkuat jaringan politik elektoral untuk menang dalam Pemilu 2024 nanti," ungkapnya.
Kedua, kepentingan Jokowi sendiri. "Apa ada kepentingan Jokowi menuju 2024? Pasti ada. Paling tidak Presiden Jokowi ingin agak para menteri bisa lebih fokus untuk menyelesaikan sampai tuntas semua program Jokowi-Maruf sesuai visi misinya. Jadi perlu Menteri yang kompeten dan setia, tak terpengaruh oleh kepentingan lain diluar melakukan visi misi dan program Presiden," ujarnya.
Hal lain, kata dia, apakah ada kepentingan Jokowi untuk tiga periode sebagaimana isu yang berkembang saat ini. Diakuinya bahwa Jokowi sudah menyampaikan secara tegas bahwa dia tak mau. Begitu juga, PDIP sudah menyatakan penolakan. Namun hal tersebut dinilai bisa saja terjadi sesuai dinamika dan perkembangan politik kekinian.
"Sebab ini tentu terkait dengan legacy Jokowi. Bagi saya, kemungkinan itu bisa saja terbuka jika seluruh program Jokowi-Maruf sulit diwujudkan selama periode tersisa. Dalam konteks ini, bisa saja muncul keinginan untuk menuntaskan itu dalam satu periode lagi. Dalam konteks yang terakhir ini, kemungkinan mengakomodir calon dari luar parpol koalisi menjadi terbuka. Agar dukungan di parlemen makin kuat sehingga hambatan untuk melakukan perubahan UUD akan makin kecil," pungkasnya.
Karena itu, dia menilai pergantian menteri tak hanya akan terjadi pada dua kementerian, Kementerian Investasi maupun penggabungan Kementerian Ristek dengan Kementerian Pendidikan. "Beberapa kementerian yang bisa masuk kategori layak untuk dievaluasi dan diganti adalah Kementerian Desa dengan kasus jual-beli jabatan, Kementerian Perdagangan dalam kasus impor beras dan impor lainnya, Kepala KSP dalam kasus Partai Demokrat dan lain-lain," katanya.
Ketiga, Jeirry mengatakan, mengenai kebutuhan untuk merangkul kelompok keagamaan untuk bersama terlibat dalam mengelola kehidupan negara. Dalam hal ini, kata dia, tentu adalah Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Selama ini, dia menilai kedua ormas tersebut agak merasa ditinggalkan Jokowi.
Menurut dia, peran kedua ormas Islam ini dalam konteks menjaga stabilitas sosial politik sangatlah penting. Apalagi, kata dia, menghadapi tantangan radikalisme keagamaan yang sifatnya masih laten. "Begitu juga menghadapi polarisasi sosial politik akibat politik identitas yang terus-menerus dimainkan," ungkapnya.
Dia melanjutkan, bagaimanapun stabilitas sosial dibutuhkan Presiden Jokowi agar pemerintahan bisa fokus untuk menuntaskan semua agenda yang sudah direncanakan selama lima tahun dalam waktu yang tersisa. "Stabilitas sosial politik yang baik akan memperlancar Presiden Jokowi untuk menorehkan legacy bagi bangsa ini. Tentu kedua ormas ini punya banyak kader yang bisa ditawarkan," jelasnya.
Keempat, adalah kepentingan politik menuju Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Kata Jeirry, ada dua kategori dalam hal ini. Pertama, kepentingan parpol. Menurut dia, parpol punya kepentingan juga untuk mendorong orang-orangnya masuk dalam kabinet untuk kepentingan Pemilu 2024 dan Pilkada 2024 nanti. "Kepentingan parpol di sini tentu terkait dengan kepentingan kumpulkan modal dan perkuat jaringan politik elektoral untuk menang dalam Pemilu 2024 nanti," ungkapnya.
Kedua, kepentingan Jokowi sendiri. "Apa ada kepentingan Jokowi menuju 2024? Pasti ada. Paling tidak Presiden Jokowi ingin agak para menteri bisa lebih fokus untuk menyelesaikan sampai tuntas semua program Jokowi-Maruf sesuai visi misinya. Jadi perlu Menteri yang kompeten dan setia, tak terpengaruh oleh kepentingan lain diluar melakukan visi misi dan program Presiden," ujarnya.
Hal lain, kata dia, apakah ada kepentingan Jokowi untuk tiga periode sebagaimana isu yang berkembang saat ini. Diakuinya bahwa Jokowi sudah menyampaikan secara tegas bahwa dia tak mau. Begitu juga, PDIP sudah menyatakan penolakan. Namun hal tersebut dinilai bisa saja terjadi sesuai dinamika dan perkembangan politik kekinian.
"Sebab ini tentu terkait dengan legacy Jokowi. Bagi saya, kemungkinan itu bisa saja terbuka jika seluruh program Jokowi-Maruf sulit diwujudkan selama periode tersisa. Dalam konteks ini, bisa saja muncul keinginan untuk menuntaskan itu dalam satu periode lagi. Dalam konteks yang terakhir ini, kemungkinan mengakomodir calon dari luar parpol koalisi menjadi terbuka. Agar dukungan di parlemen makin kuat sehingga hambatan untuk melakukan perubahan UUD akan makin kecil," pungkasnya.
tulis komentar anda