BMKG Sebut 2 Kali Gempa Guncang Zona Megathrust Selatan Lombok-Sumbawa Sejak Kemarin
Jum'at, 16 April 2021 - 11:51 WIB
JAKARTA - Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ( BMKG ), Daryono menyebutkan sudah dua kali gempa guncang zona megathrust selatan Lombok-Sumbawa sejak kemarin.
“Sejak kemarin sudah 2 kali gempa di zona megathrust selatan Lombok-Sumbawa, M5,5 dan M5,4. Semoga tidak berlanjut,” ungkap Daryono lewat akun media sosial pribadinya, Jumat (16/4/2021).
Sebelumnya, Daryono pernah menjelaskan bahwa zona megathrust ini sebenarnya sekadar istilah untuk menyebutkan sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal. “Dalam hal ini, lempeng samudera yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa,” jelasnya.
Daryono menjelaskan jika terjadi gempa maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudera bergerak terdorong naik (thrusting). “Jalur subduksi lempeng, umumnya sangat panjang dengan kedalaman dangkal mencakup bidang kontak antar lempeng. Dalam perkembangannya, zona subduksi diasumsikan sebagai patahan naik yang besar. Yang kini populer disebut sebagai zona megathrust.”
Namun, Daryono menekankan bahwa zona megathrust bukanlah hal baru. Di Indonesia, zona sumber gempa ini sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia.
Zona megathrust berada di zona subduksi aktif, seperti: (1) subduksi Sunda mencakup Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba, (2) subduksi Banda, (3) subduksi Lempeng Laut Maluku, (4) subduksi Sulawesi, (5) subduksi Lempeng Laut Filipina, dan (6) subduksi Utara Papua.
Sedangkan saat ini, BMKG mengungkapkan bahwa segmen zona megathrust Indonesia sudah dapat dikenali potensinya. Dimana, seluruh aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust disebut sebagai gempa megathrust dan tidak selalu berkekuatan besar.
“Sejak kemarin sudah 2 kali gempa di zona megathrust selatan Lombok-Sumbawa, M5,5 dan M5,4. Semoga tidak berlanjut,” ungkap Daryono lewat akun media sosial pribadinya, Jumat (16/4/2021).
Sebelumnya, Daryono pernah menjelaskan bahwa zona megathrust ini sebenarnya sekadar istilah untuk menyebutkan sumber gempa tumbukan lempeng di kedalaman dangkal. “Dalam hal ini, lempeng samudera yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa,” jelasnya.
Daryono menjelaskan jika terjadi gempa maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudera bergerak terdorong naik (thrusting). “Jalur subduksi lempeng, umumnya sangat panjang dengan kedalaman dangkal mencakup bidang kontak antar lempeng. Dalam perkembangannya, zona subduksi diasumsikan sebagai patahan naik yang besar. Yang kini populer disebut sebagai zona megathrust.”
Namun, Daryono menekankan bahwa zona megathrust bukanlah hal baru. Di Indonesia, zona sumber gempa ini sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia.
Zona megathrust berada di zona subduksi aktif, seperti: (1) subduksi Sunda mencakup Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba, (2) subduksi Banda, (3) subduksi Lempeng Laut Maluku, (4) subduksi Sulawesi, (5) subduksi Lempeng Laut Filipina, dan (6) subduksi Utara Papua.
Sedangkan saat ini, BMKG mengungkapkan bahwa segmen zona megathrust Indonesia sudah dapat dikenali potensinya. Dimana, seluruh aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust disebut sebagai gempa megathrust dan tidak selalu berkekuatan besar.
(kri)
tulis komentar anda