KPCDI Sambut Gembira Terbitkan PP Transplantasi Organ dan Jaringan
Kamis, 01 April 2021 - 10:56 WIB
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No 53/2021 tentang Transplantasi Organ dan Jaringan Tubuh. PP ini menjadi kabar baik bagi seluruh pasien yang membutuhkan transplantasi organ dan jaringan di Indonesia.
PP yang ditandatangani Jokowi pada 4 Maret 2021 adalah ikhtiar bersama semua pihak agar bisa menyelenggarakan sebuah misi kemanusian yang selama 12 tahun lamanya terkatung-katung akibat tidak adanya payung hukum yang kuat. Padahal, jauh sebelumnya Pasal 65 ayat 3 UU No 36/2009 tentang Kesehatan telah mengamanatkan kepada pemerintah untuk membuat PP terkait transplantasi organ dan jaringan.
"Akhirnya pemerintah di era Presiden Joko Widodo mengeluarkan PP terkait transplantasi organ dan jaringan. Meskipun terlambat, dengan catatan kita berganti kepala negara dan banyak menteri, baru keluar PP ini," kata Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Rabu (31/3/2021).
Menurut Tony, seluruh pasien yang membutuhkan transplantasi hari ini bisa bernapas lega dan bergembira. Karena tidak akan ada lagi kasus rumah sakit yang menunda maupun menolak melaksanakan transplantasi organ atau jaringan karena takut dipidanakan. “PP ini sekaligus menjadi payung hukum untuk seluruh pihak baik itu, rumah sakit, dokter, pendonor, dan resipien (penerima donor),” ujarnya.
Jika ditilik satu per satu, PP ini dibuat dengan cukup komprehensif. Pasal 6 menjelaskan pendonor transplantasi terdiri dari pendonor hidup dan pendonor mati batang otak. Lebih rinci pendonor hidup didefinisikan yakni yang memiliki hubungan darah, biologis, atau yang memiliki hubungan emosional seperti teman dan kerabat.
"Semua bisa asal dengan niatan yang tulus dan tidak ada unsur jual beli. Ini yang kita apresiasi," ujarnya.
Berbicara terkait penerima donor atau resipien kini seluruh pihak tidak perlu khawatir. Bagi yang tidak mampu, Pasal 15 ayat 3 menjelaskan paket biaya transplantasi organ diberikan bantuan sesuai dengan mekanisme jaminan kesehatan nasional penerima bantuan iuran. “Artinya tidak akan ada lagi alasan bahwa si miskin tidak dapat hidup lebih laik. Semuanya akan ditanggung negara,” jelasnya.
Terkait pendonor, Pasal 16 menjelaskan bahwa orang yang belum pernah mendaftar sebagai pendonor dapat menjadi pendonor mati batang otak pada saat yang bersangkutan dinyatakan meninggal dunia. Proses donor bisa dilakukan jika keluarga terdekat memberikan persetujuan. Artinya, orang yang ingin menjadi pendonor tidak hanya bisa dilakukan jika orang tersebut sudah memiliki identitas calon pendonor.
"Ketentuan mengenai keluarga terdekat dan mekanisme persetujuan sebagaimana di maksud dalam Pasal 12 berlaku secara mutatis mutandis terhadap keluarga terdekat memberikan persetujuan sebagaimana di maksud pada ayat (1)," bunyi pasal tersebut.
PP yang ditandatangani Jokowi pada 4 Maret 2021 adalah ikhtiar bersama semua pihak agar bisa menyelenggarakan sebuah misi kemanusian yang selama 12 tahun lamanya terkatung-katung akibat tidak adanya payung hukum yang kuat. Padahal, jauh sebelumnya Pasal 65 ayat 3 UU No 36/2009 tentang Kesehatan telah mengamanatkan kepada pemerintah untuk membuat PP terkait transplantasi organ dan jaringan.
"Akhirnya pemerintah di era Presiden Joko Widodo mengeluarkan PP terkait transplantasi organ dan jaringan. Meskipun terlambat, dengan catatan kita berganti kepala negara dan banyak menteri, baru keluar PP ini," kata Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Rabu (31/3/2021).
Menurut Tony, seluruh pasien yang membutuhkan transplantasi hari ini bisa bernapas lega dan bergembira. Karena tidak akan ada lagi kasus rumah sakit yang menunda maupun menolak melaksanakan transplantasi organ atau jaringan karena takut dipidanakan. “PP ini sekaligus menjadi payung hukum untuk seluruh pihak baik itu, rumah sakit, dokter, pendonor, dan resipien (penerima donor),” ujarnya.
Jika ditilik satu per satu, PP ini dibuat dengan cukup komprehensif. Pasal 6 menjelaskan pendonor transplantasi terdiri dari pendonor hidup dan pendonor mati batang otak. Lebih rinci pendonor hidup didefinisikan yakni yang memiliki hubungan darah, biologis, atau yang memiliki hubungan emosional seperti teman dan kerabat.
"Semua bisa asal dengan niatan yang tulus dan tidak ada unsur jual beli. Ini yang kita apresiasi," ujarnya.
Baca Juga
Berbicara terkait penerima donor atau resipien kini seluruh pihak tidak perlu khawatir. Bagi yang tidak mampu, Pasal 15 ayat 3 menjelaskan paket biaya transplantasi organ diberikan bantuan sesuai dengan mekanisme jaminan kesehatan nasional penerima bantuan iuran. “Artinya tidak akan ada lagi alasan bahwa si miskin tidak dapat hidup lebih laik. Semuanya akan ditanggung negara,” jelasnya.
Terkait pendonor, Pasal 16 menjelaskan bahwa orang yang belum pernah mendaftar sebagai pendonor dapat menjadi pendonor mati batang otak pada saat yang bersangkutan dinyatakan meninggal dunia. Proses donor bisa dilakukan jika keluarga terdekat memberikan persetujuan. Artinya, orang yang ingin menjadi pendonor tidak hanya bisa dilakukan jika orang tersebut sudah memiliki identitas calon pendonor.
"Ketentuan mengenai keluarga terdekat dan mekanisme persetujuan sebagaimana di maksud dalam Pasal 12 berlaku secara mutatis mutandis terhadap keluarga terdekat memberikan persetujuan sebagaimana di maksud pada ayat (1)," bunyi pasal tersebut.
tulis komentar anda