PDIP Minta Mendag Tak Paksakan Impor Beras dan Garam
Sabtu, 20 Maret 2021 - 11:10 WIB
JAKARTA - PDI Perjuangan (PDIP) sangat menyesalkan sikap Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi yang sepertinya ngotot impor beras dan garam, dan mengabaikan koordinasi dengan jajaran kementerian terkait, termasuk para kepala daerah yang menjadi sentra produksi pangan.
"Basis kekuatan utama pemerintah adalah rakyat. Rakyat sebagai sumber legitimasi kekuasaan pemerintahan negara. Karena itukah menteri sebagai pembantu presiden, di dalam mengambil keputusan politik, harus senafas dengan kebijakan politik pangan presiden dan berupaya mewujudkan kedaulatan pangan nasional serta berpihak pada kepentingan petani," tutur Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, Sabtu (20/3/2021).
Hasto menegaskan, sikap ngotot yang ditunjukkan menteri perdagangan tersebut sangat disesalkan. Menurutnya, menteri harus belajar dari kepemimpinan Presiden Jokowi yang selalu membangun dialog, menyerap aspirasi, mengemukakan data-data yang obyektif, baru mengambil keputusan. "Menteri tidak hidup di menara gading sebab dia adalah pengemban tugas sebagai pembantu presiden," ujarnya.
Atas dasar itu, kata Hasto, pihaknya meminta menteri perdagangan untuk secepatnya melakukan koordinasi dengan pihak terkait baik kementrian pertanian, Bulog, asosiasi petani, para pakar di bidang pertanian dan para kepala daerah. "Politik pangan nasional adalah politik pangan berdikari. Indonesia memiliki keanekaragaman pangan yang luar biasa. Konsolidasi peningkatan produksi pangan atas keunggulan keanekaragaman pangan nusantara. Sebab persoalan pangan adalah persoalan mati hidupnya negeri," katanya.
Terkait pangan, sambung Hasto, sikap PDIP sangat jelas, jangan korbankan petani oleh kepentingan impor sesaat yang di dalamnya sarat dengan kepentingan pemburu rente. "Sejak Maret 2020 PDI Perjuangan telah memelopori gerakan menanam tanaman yang bisa dimakan. Seluruh kepala daerah partai bergerak. Langkah ini yang seharusnya dipilih para pembantu Presiden," tegas Hasto.
"Basis kekuatan utama pemerintah adalah rakyat. Rakyat sebagai sumber legitimasi kekuasaan pemerintahan negara. Karena itukah menteri sebagai pembantu presiden, di dalam mengambil keputusan politik, harus senafas dengan kebijakan politik pangan presiden dan berupaya mewujudkan kedaulatan pangan nasional serta berpihak pada kepentingan petani," tutur Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto, Sabtu (20/3/2021).
Hasto menegaskan, sikap ngotot yang ditunjukkan menteri perdagangan tersebut sangat disesalkan. Menurutnya, menteri harus belajar dari kepemimpinan Presiden Jokowi yang selalu membangun dialog, menyerap aspirasi, mengemukakan data-data yang obyektif, baru mengambil keputusan. "Menteri tidak hidup di menara gading sebab dia adalah pengemban tugas sebagai pembantu presiden," ujarnya.
Atas dasar itu, kata Hasto, pihaknya meminta menteri perdagangan untuk secepatnya melakukan koordinasi dengan pihak terkait baik kementrian pertanian, Bulog, asosiasi petani, para pakar di bidang pertanian dan para kepala daerah. "Politik pangan nasional adalah politik pangan berdikari. Indonesia memiliki keanekaragaman pangan yang luar biasa. Konsolidasi peningkatan produksi pangan atas keunggulan keanekaragaman pangan nusantara. Sebab persoalan pangan adalah persoalan mati hidupnya negeri," katanya.
Terkait pangan, sambung Hasto, sikap PDIP sangat jelas, jangan korbankan petani oleh kepentingan impor sesaat yang di dalamnya sarat dengan kepentingan pemburu rente. "Sejak Maret 2020 PDI Perjuangan telah memelopori gerakan menanam tanaman yang bisa dimakan. Seluruh kepala daerah partai bergerak. Langkah ini yang seharusnya dipilih para pembantu Presiden," tegas Hasto.
(cip)
tulis komentar anda