Pakar Politik LIPI Sebut KLB Demokrat Moeldoko Tak Etis dan Anomali Politik
Kamis, 11 Maret 2021 - 11:07 WIB
JAKARTA - Pakar politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, peristiwa Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Sumatera Utara yang menjadikan Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Jenderal (purn) Moeldoko sebagai Ketua Umum tidak elok dan tidak etis.
Apalagi kata Siti, Ketua Umum yang dimunculkan juga bukan dari kader Demokrat. "Tentu, untuk pegiat politik pegiat demokrasi, intelektual, akademisi yang belajar demokrasi, ini membingungkan. Dilihat dari perspektif Demokrasi juga peristiwa KLB Sumut sangat memprihatinkan," ungkapnya.
"Mengapa? karena melanggar kaidah dan peraturan sebagaimana tercantum dalam AD/ART partai. KLB telah menafikan etika norma dan menjungkirbalikkan peraturan partai. Tentu publik tidak hanya dibuat bingung dan keprihatinan muncul dengan atraksi politik semacam ini," sambungnya.
Bahkan menurut Siti, para elite hanya bersaing untuk kepentingan Pemilu 2024. Sedangkan masyarakat harus menanggulangi dampak virus Corona (Covid-19).
"Jadi hanya para elite yang berkompetisi di era new normal, saat ini yang mana semua masyarakat berjibaku menanggulangi dampak Covid-19. Sementara elitenya hanya bersaing luar biasa untuk 2024," tegasnya.
"Jadi karena syahwat politik yang tak terkendali seperti ini, lalu dimuntahkan dalam sebuah atraksi politik yang sangat tidak menarik dan membebani masyarakat dan menguras energi perhatian masyarakat," ujar Siti.
Siti juga mengkritisi KSP Moeldoko sebagai eksternal dan bukan Partai Demokrat secara terang-terangan terlibat dalam KLB ini. "Biasanya, dualisme atau kisruh di dalam tubuh partai politik hanya melibatkan langsung kader atau internal partai saja," tuturnya.
Namun, ada yang berbeda dengan kejadian Demokrat karena KSP Moeldoko yang bukan kader partai muncul ke permukaan secara terang-terangan. Menurut Siti, hal tersebut terjadi karena etika dan moral politik sudah tidak ada. Padahal, posisi etika berada di atas hukum.
Baca Juga
Apalagi kata Siti, Ketua Umum yang dimunculkan juga bukan dari kader Demokrat. "Tentu, untuk pegiat politik pegiat demokrasi, intelektual, akademisi yang belajar demokrasi, ini membingungkan. Dilihat dari perspektif Demokrasi juga peristiwa KLB Sumut sangat memprihatinkan," ungkapnya.
"Mengapa? karena melanggar kaidah dan peraturan sebagaimana tercantum dalam AD/ART partai. KLB telah menafikan etika norma dan menjungkirbalikkan peraturan partai. Tentu publik tidak hanya dibuat bingung dan keprihatinan muncul dengan atraksi politik semacam ini," sambungnya.
Bahkan menurut Siti, para elite hanya bersaing untuk kepentingan Pemilu 2024. Sedangkan masyarakat harus menanggulangi dampak virus Corona (Covid-19).
"Jadi hanya para elite yang berkompetisi di era new normal, saat ini yang mana semua masyarakat berjibaku menanggulangi dampak Covid-19. Sementara elitenya hanya bersaing luar biasa untuk 2024," tegasnya.
"Jadi karena syahwat politik yang tak terkendali seperti ini, lalu dimuntahkan dalam sebuah atraksi politik yang sangat tidak menarik dan membebani masyarakat dan menguras energi perhatian masyarakat," ujar Siti.
Siti juga mengkritisi KSP Moeldoko sebagai eksternal dan bukan Partai Demokrat secara terang-terangan terlibat dalam KLB ini. "Biasanya, dualisme atau kisruh di dalam tubuh partai politik hanya melibatkan langsung kader atau internal partai saja," tuturnya.
Namun, ada yang berbeda dengan kejadian Demokrat karena KSP Moeldoko yang bukan kader partai muncul ke permukaan secara terang-terangan. Menurut Siti, hal tersebut terjadi karena etika dan moral politik sudah tidak ada. Padahal, posisi etika berada di atas hukum.
(maf)
tulis komentar anda