Hakim Tolak Permohonan Justice Collaborator Brigjen Pol Prasetijo Utomo
Rabu, 10 Maret 2021 - 14:52 WIB
JAKARTA - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakara Pusat mengabulkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta permohonan Justice Collaborator (JC) Brigjen Polisi Prasetijo Utomo ditolak. Justice Collaborator sendiri merupakan saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum.
Hakim menyatakan, permohonan JC Prasetijo Utomo tidak dapat diterima karena terdakwa tidak memenuhi kriteria yang tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011. "Sehingga permintaan terdakwa sebagai Justice Collaborator tidak dapat dipertimbangkan," kata Majelis Hakim Joko Soebagyo di ruang sidang Hatta Ali, Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (10/3/2021).
Adapun, sejumlah syarat untuk memperoleh status JC yakni, bukan pelaku utama, mengakui kejahatan yang dilakukannya, serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan. Status JC sendiri memungkinkan seorang terpidana mendapat berbagai keringanan dalam hal masa hukumannya. Misalnya, remisi. Syaratnya, terutama, sang terpidana bukanlah pelaku utama kejahatan terorganisasi itu.
Hakim menilai Prasetijo hanya mengakui penerimaan uang sebesar USD20.000 dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi. Sementara dalam persidangan, ia terbukti menerima USD100.000 terkait dengan pengecekan status red notice dan penghapusan Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama Djoko Tjandra.
Atas perbuatannya, Prasetijo divonis dengan pidana 3 tahun 6 bulan (3,5 tahun) penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan. Vonis ini lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang menghukum Prasetijo dengan pidana 2,5 tahun penjara. Usai mendengar vonis, Prasetijo menyatakan menerima putusan hakim. Sementara jaksa penuntut umum menyatakan akan memanfaatkan waktu selama tujuh hari untuk pikir-pikir.
Hakim menyatakan, permohonan JC Prasetijo Utomo tidak dapat diterima karena terdakwa tidak memenuhi kriteria yang tertuang dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011. "Sehingga permintaan terdakwa sebagai Justice Collaborator tidak dapat dipertimbangkan," kata Majelis Hakim Joko Soebagyo di ruang sidang Hatta Ali, Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (10/3/2021).
Adapun, sejumlah syarat untuk memperoleh status JC yakni, bukan pelaku utama, mengakui kejahatan yang dilakukannya, serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan. Status JC sendiri memungkinkan seorang terpidana mendapat berbagai keringanan dalam hal masa hukumannya. Misalnya, remisi. Syaratnya, terutama, sang terpidana bukanlah pelaku utama kejahatan terorganisasi itu.
Hakim menilai Prasetijo hanya mengakui penerimaan uang sebesar USD20.000 dari Djoko Tjandra melalui Tommy Sumardi. Sementara dalam persidangan, ia terbukti menerima USD100.000 terkait dengan pengecekan status red notice dan penghapusan Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama Djoko Tjandra.
Atas perbuatannya, Prasetijo divonis dengan pidana 3 tahun 6 bulan (3,5 tahun) penjara dan denda sebesar Rp100 juta subsider 6 bulan kurungan. Vonis ini lebih berat daripada tuntutan jaksa penuntut umum yang menghukum Prasetijo dengan pidana 2,5 tahun penjara. Usai mendengar vonis, Prasetijo menyatakan menerima putusan hakim. Sementara jaksa penuntut umum menyatakan akan memanfaatkan waktu selama tujuh hari untuk pikir-pikir.
(cip)
tulis komentar anda