Netizen Diawasi 24 Jam

Rabu, 10 Maret 2021 - 06:08 WIB
Kepolisian juga akan menyampaikan sejumlah strategi untuk melakukan pencegahan. Tahapan yang dilakukan melalui beberapa proses. Tahapan pertama edukasi. Dilanjutkan peringatan virtual. Setelah itu dilakukan mediasi, restorative justice.

Setelah restorative justice baru laporan polisi sehingga tidak semua pelanggaran atau penyimpangan di ruang siber dilakukan upaya penegakan hukum.

“Sekali lagi kami akan mengedepankan upaya mediasi dan restorative justice sehingga terciptanya ruang siber yang bersih, sehat, beretika, produktif dan beragam," ungkapnya.

Pelaku yang terlibat kasus pencemaran nama baik, fitnah dan penghinaan bisa tidak ditahan, karena restorative justice mengedepankan terciptanya keadilan dan keseimbangan antara pelaku dan korbannya. Slamet menandaskan, kepolisian tidak akan menindak seseorang yang melakukan kritik terhadap pemerintah jika disampaikan secara beradab. Tetapi jika kritik disampaikan dengan menambahkan ujaran kebencian dan hoaks maka akan ditindak.

“Sah-sah saja melakukan kritik terhadap pemerintah akan tetapi cara penyampaiannya merupakan kritik yang membangun,” tutupnya.



Terkait soal kritik, Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo telah menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.

Dalam SE tersebut, Kapolri menimbang perkembangan situasi nasional terkait penerapan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dinilai kontradiktif dengan hak kebebasan berekspresi masyarakat melalui ruang digital.

“Maka diharapkan kepada seluruh anggota Polri berkomitmen menerapkan penegakan hukum yang dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat," ujar Kapolri.

Mendapat Kritik
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More