Budiman Sudjatmiko Usulkan Indonesia Miliki Komite Sains Kepresidenan
Selasa, 09 Maret 2021 - 15:44 WIB
JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Budiman Sudjatmiko menginginkan Indonesia memiliki Komite Sains Kepresidenan. Tujuannya untuk mendorong kemajuan melalui investasi pada bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi.
”Agar kekuatan sains tumbuh makin digdaya, Indonesia harus punya komite sains kepresidenan. Beberapa waktu lalu saya sempat berdiskusi dengan Dokter Mei, seorang neurosaintis. Jarak fisik kami memang terjaga, tapi jarak ide tidak. Kami bicara tentang contoh-contoh komite sains kepresidenan & kantor perdana menteri di AS, Inggris dan Selandia Baru. Menurut saya, Presiden Jokowi juga seharusnya punya,” ujarnya.
Budiman juga mengabarkan pertemuannya bersama Sekjen Inovator 4.0 Tedy Tricahyono dengan Prof. Taruna Ikrar (neurosaintis) dan Prof. Nurul Taufik (teknolog nano), di antaranya membahas soal Neuro Nano Center untuk inovasi kebugaran dan kesehatan otak di silicon valley Indonesia yang tengah dalam perencanaan. “Selain suara rakyat, kami sepakat suara sains juga diperlukan. Pandemi, ketidakpastian dan keberlimpahan sebagai akibat revolusi 4.0 menuntut kecepatan plus ketepatan kebijakan publik. Karena itu sekali lagi, menurut saya presiden butuh komite sains kepresidenan,” tegasnya.
Sejalan dengan usulan Budiman, Presiden Joko Widodo sendiri saat membuka Rakernas Penguatan Ekosistem Inovasi Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) 2021 di Istana Negara, Jakarta, Senin, 8 Maret 2021, kemarin menyebut dunia tengah memasuki masa perang artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, sehingga negara-negara di dunia termasuk Indonesia berlomba-lomba untuk dapat menguasai AI. "Persaingan dalam menguasai AI sudah sama dengan kayak space war di era perang dingin. Siapa yang menguasai AI dia yang akan berpotensi menguasai dunia. Ini kita kejar-kejaran," ungkap Presiden.
Karenanya, Presiden menginstruksikan agar BPPT bersinergi dengan berbagai pihak mulai dari talenta-talenta diaspora, para peneliti di universitas, startup teknologi hingga anak-anak muda yang sangat militan. Presiden mengungkap ada beberapa hal penting yang harus dilakukan BPPT agar bisa menjadi otak pemulihan ekonomi secara extraordinary.
Langkah pertama, aktif berburu inovasi dan teknologi untuk dikembangkan lebih lanjut dan diterapkan. Kedua, BPPT harus mampu memiliki jejaring luas dan menjadi lembaga akuisisi teknologi maju dari manapun. Serta ketiga, BPPT juga harus turut ambil bagian dalam pengembangan kecerdasan buatan dan menjadi pusat kecerdasan teknologi Indonesia. Di era informasi saat ini, penguasaan terhadap teknologi kecerdasan buatan menjadi hal yang amat krusial untuk memenangkan persaingan.
“Saya berharap agar BPPT bisa menjadi lembaga yang extraordinary, terus menemukan cara-cara baru, cara-cara inovatif dan kreatif, serta menghasilkan karya nyata yang kontributif untuk kemajuan bangsa,” tandas Presiden.
Budiman berharap tak lama lagi akan bermunculan desa dengan konsep “silicon villages” alias desa berbasis teknologi dan inovasi revolusi industri 4.0. di banyak tempat di Indonesia. Apalagi dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini yang menuntut orang lebih banyak bekerja dari rumah (work from home), menurutnya gagasan tersebut harus segera diwujudkan. Meski dia tak menampik, kenyataannya kesenjangan digital masih menjadi persoalan besar. Pelosok desa apalagi di luar Pulau Jawa banyak yang belum bisa menikmati akses internet secara baik.
Sehubungan minimnya akses internet di daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal), Budiman mendorong pemerintah daerah membangun infrastruktur digital tanpa harus tergantung pada dana pusat atau perusahaan telekomunikasi. “Salah satunya bisa dari badan usaha milik desa (BUMdes). BUMdes bisa jadi penyedia jasa ISP (Internet Service Provider) sendiri. Mereka bisa kerja sama dengan perusahaan penyedia jaringan internet swasta dan bagi hasil,” ucapnya.
”Agar kekuatan sains tumbuh makin digdaya, Indonesia harus punya komite sains kepresidenan. Beberapa waktu lalu saya sempat berdiskusi dengan Dokter Mei, seorang neurosaintis. Jarak fisik kami memang terjaga, tapi jarak ide tidak. Kami bicara tentang contoh-contoh komite sains kepresidenan & kantor perdana menteri di AS, Inggris dan Selandia Baru. Menurut saya, Presiden Jokowi juga seharusnya punya,” ujarnya.
Budiman juga mengabarkan pertemuannya bersama Sekjen Inovator 4.0 Tedy Tricahyono dengan Prof. Taruna Ikrar (neurosaintis) dan Prof. Nurul Taufik (teknolog nano), di antaranya membahas soal Neuro Nano Center untuk inovasi kebugaran dan kesehatan otak di silicon valley Indonesia yang tengah dalam perencanaan. “Selain suara rakyat, kami sepakat suara sains juga diperlukan. Pandemi, ketidakpastian dan keberlimpahan sebagai akibat revolusi 4.0 menuntut kecepatan plus ketepatan kebijakan publik. Karena itu sekali lagi, menurut saya presiden butuh komite sains kepresidenan,” tegasnya.
Sejalan dengan usulan Budiman, Presiden Joko Widodo sendiri saat membuka Rakernas Penguatan Ekosistem Inovasi Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) 2021 di Istana Negara, Jakarta, Senin, 8 Maret 2021, kemarin menyebut dunia tengah memasuki masa perang artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, sehingga negara-negara di dunia termasuk Indonesia berlomba-lomba untuk dapat menguasai AI. "Persaingan dalam menguasai AI sudah sama dengan kayak space war di era perang dingin. Siapa yang menguasai AI dia yang akan berpotensi menguasai dunia. Ini kita kejar-kejaran," ungkap Presiden.
Karenanya, Presiden menginstruksikan agar BPPT bersinergi dengan berbagai pihak mulai dari talenta-talenta diaspora, para peneliti di universitas, startup teknologi hingga anak-anak muda yang sangat militan. Presiden mengungkap ada beberapa hal penting yang harus dilakukan BPPT agar bisa menjadi otak pemulihan ekonomi secara extraordinary.
Langkah pertama, aktif berburu inovasi dan teknologi untuk dikembangkan lebih lanjut dan diterapkan. Kedua, BPPT harus mampu memiliki jejaring luas dan menjadi lembaga akuisisi teknologi maju dari manapun. Serta ketiga, BPPT juga harus turut ambil bagian dalam pengembangan kecerdasan buatan dan menjadi pusat kecerdasan teknologi Indonesia. Di era informasi saat ini, penguasaan terhadap teknologi kecerdasan buatan menjadi hal yang amat krusial untuk memenangkan persaingan.
“Saya berharap agar BPPT bisa menjadi lembaga yang extraordinary, terus menemukan cara-cara baru, cara-cara inovatif dan kreatif, serta menghasilkan karya nyata yang kontributif untuk kemajuan bangsa,” tandas Presiden.
Budiman berharap tak lama lagi akan bermunculan desa dengan konsep “silicon villages” alias desa berbasis teknologi dan inovasi revolusi industri 4.0. di banyak tempat di Indonesia. Apalagi dalam situasi pandemi Covid-19 saat ini yang menuntut orang lebih banyak bekerja dari rumah (work from home), menurutnya gagasan tersebut harus segera diwujudkan. Meski dia tak menampik, kenyataannya kesenjangan digital masih menjadi persoalan besar. Pelosok desa apalagi di luar Pulau Jawa banyak yang belum bisa menikmati akses internet secara baik.
Sehubungan minimnya akses internet di daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal), Budiman mendorong pemerintah daerah membangun infrastruktur digital tanpa harus tergantung pada dana pusat atau perusahaan telekomunikasi. “Salah satunya bisa dari badan usaha milik desa (BUMdes). BUMdes bisa jadi penyedia jasa ISP (Internet Service Provider) sendiri. Mereka bisa kerja sama dengan perusahaan penyedia jaringan internet swasta dan bagi hasil,” ucapnya.
tulis komentar anda