Demi Nama Baik, Jokowi Disarankan Pecat Moeldoko Secara Tidak Hormat
Senin, 08 Maret 2021 - 05:51 WIB
JAKARTA - Keberanian Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko merebut kepemimpinan Ketua Umum (Ketum) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), membuat banyak pihak berspekulasi mengenai dukungan Istana kepada Moeldoko. Dan tentu saja, Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu mengambil langkah tegas untuk membersihkan nama baiknya.
“Skenario yang sudah Moeldoko siapkan, dan tentu risiko itu sudah mereka kalkulasi. Maksudnya, kalau ada bagian yang tidak bisa lepas dari agenda Istana desain awal, ada agenda untuk cuci tangan agar muka presiden ini nggak jorok-jorok amat, beliau (Presiden) harus pecat, berhentikan,” kata pengamat politik dari Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago saat dihubungi, Senin (8/3/2021).
Pangi memprediksi, bisa saja agenda pertama Moeldoko adalah mendapatkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM (SK Menkumham) sebelum ia mundur, kemungkinan kedua SK Menkumham didapat tapi Moeldoko sudah dipecat, atau memang SK Menkumham ini tidak akan keluar. “Sesuai dengan akal sehat kita bahwa KLB tidak mengikuti AD ART dan cacat. Kalau SK Menkumham keluar ini negara sakit ini, KLB bodong kayak begitu. Ini kan mau menyelamatkan wajah presiden atau tidak aja,” ujarnya.
Karena itu, dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menyayangkan Jokowi tidak mengeluarkan pernyataan apapun, sehingga wajar jika banyak orang menduga bahwa ada keterlibatan Jokowi di dalamnya. Karena, Moeldoko itu KSP yang merupakan pejabat Istana, orang di lingkaran Jokowi. Tinggal bagaimana Istana mau membersihkan wajah Jokowi dari kelakuan Moeldoko merusak partai lain.
“Kecuali Moeldoko ini bukan KSP, itu kan pejabat negara yang kudeta, melakukan makar. Ini memalukan sih menurut saya. Ya mundur itu nggak cukup sampai di situ, harusnya dipecat tidak hormat, karena itu sudah mencoreng nama presiden, kalau gerakan kudeta ini tanpa sepengetahuan presiden, ini kan berbahaya Pak Moeldoko ini,” desaknya.
Menurut dia, harus dibuktikan apakah garansi SK Menkumham ini sudah ada sebelumnya atau tidak. Sejauh ini, Istana belum berbicara apalagi menunjukkan sikap tegas atas tindakan buruk yang dilakukan Moeldoko. “Jadi saya merasa kalau mundur atau tidak ya diberhentikan secara tidak hormat, kalau ini serius. Kedua, menghentikan KLB itu dengan skenario tidak mengeluarkan SK Menkumham,” sarannya.
Pangi menambahkan, Jokowi memiliki kesempatan untuk memberikan legacy yang positif di periode keduanya dengan mengayomi dan melindungi parpol. Karena sudah jelas bahwa AD ART Partai Demokrat yang berlaku adalah yang terdaftar disahkan Menkumham pada Mei 2020 lalu. “Kalau ada KLB bodong yang tidak ikut aturan itu ya Menkumham jangan coba-coba itu melawan hukum. Kalau Menkumhamnya memberikan itu berarti clear presiden sudah menggaransi ini. Jadi nggak mungkin Moeldoko senekat ini seberani ini kalau nggak ada garansi,” tandasnya.
Lihat Juga: Daftar Komandan Paspampres Sukses Raih Jenderal Bintang 4, Tiga di Antaranya Perisai Hidup Jokowi
“Skenario yang sudah Moeldoko siapkan, dan tentu risiko itu sudah mereka kalkulasi. Maksudnya, kalau ada bagian yang tidak bisa lepas dari agenda Istana desain awal, ada agenda untuk cuci tangan agar muka presiden ini nggak jorok-jorok amat, beliau (Presiden) harus pecat, berhentikan,” kata pengamat politik dari Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago saat dihubungi, Senin (8/3/2021).
Baca Juga
Pangi memprediksi, bisa saja agenda pertama Moeldoko adalah mendapatkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM (SK Menkumham) sebelum ia mundur, kemungkinan kedua SK Menkumham didapat tapi Moeldoko sudah dipecat, atau memang SK Menkumham ini tidak akan keluar. “Sesuai dengan akal sehat kita bahwa KLB tidak mengikuti AD ART dan cacat. Kalau SK Menkumham keluar ini negara sakit ini, KLB bodong kayak begitu. Ini kan mau menyelamatkan wajah presiden atau tidak aja,” ujarnya.
Karena itu, dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menyayangkan Jokowi tidak mengeluarkan pernyataan apapun, sehingga wajar jika banyak orang menduga bahwa ada keterlibatan Jokowi di dalamnya. Karena, Moeldoko itu KSP yang merupakan pejabat Istana, orang di lingkaran Jokowi. Tinggal bagaimana Istana mau membersihkan wajah Jokowi dari kelakuan Moeldoko merusak partai lain.
“Kecuali Moeldoko ini bukan KSP, itu kan pejabat negara yang kudeta, melakukan makar. Ini memalukan sih menurut saya. Ya mundur itu nggak cukup sampai di situ, harusnya dipecat tidak hormat, karena itu sudah mencoreng nama presiden, kalau gerakan kudeta ini tanpa sepengetahuan presiden, ini kan berbahaya Pak Moeldoko ini,” desaknya.
Menurut dia, harus dibuktikan apakah garansi SK Menkumham ini sudah ada sebelumnya atau tidak. Sejauh ini, Istana belum berbicara apalagi menunjukkan sikap tegas atas tindakan buruk yang dilakukan Moeldoko. “Jadi saya merasa kalau mundur atau tidak ya diberhentikan secara tidak hormat, kalau ini serius. Kedua, menghentikan KLB itu dengan skenario tidak mengeluarkan SK Menkumham,” sarannya.
Pangi menambahkan, Jokowi memiliki kesempatan untuk memberikan legacy yang positif di periode keduanya dengan mengayomi dan melindungi parpol. Karena sudah jelas bahwa AD ART Partai Demokrat yang berlaku adalah yang terdaftar disahkan Menkumham pada Mei 2020 lalu. “Kalau ada KLB bodong yang tidak ikut aturan itu ya Menkumham jangan coba-coba itu melawan hukum. Kalau Menkumhamnya memberikan itu berarti clear presiden sudah menggaransi ini. Jadi nggak mungkin Moeldoko senekat ini seberani ini kalau nggak ada garansi,” tandasnya.
Lihat Juga: Daftar Komandan Paspampres Sukses Raih Jenderal Bintang 4, Tiga di Antaranya Perisai Hidup Jokowi
(cip)
tulis komentar anda