Bursah: Jika Sahkan Demokrat versi KLB, Jokowi Akan Dicatat Buruk Sejarah

Jum'at, 05 Maret 2021 - 23:32 WIB
Silaturahmi Nasional Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) bertajuk Tukar Pikiran Mengenai Keadaan, Masalah Pandemi dan Demokrasi yang digelar secara hybrid melalui aplikasi Zoom, Jumat (5/3/2021). FOTO/IST
JAKARTA - Ketua Umum DPP Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) Bursah Zarnubi mewanti-wanti agar Presiden Jokowi tidak mengesahkan Partai Demokrat versi Kongres Luar Biasa (KLB) di Deliserdang, Sumatera Utara. Menurutnya, jika sampai mengesahkan, Jokowi akan dicatat buruk oleh sejarah.

"Kalau Jokowi membiarkan Moeldoko membajak partai yang legal seperti PD ini, sama saja Jokowi mewarisi pembangunan demokrasi yang buruk. Nanti Sejarah akan mencatat Jokowi presiden yang terpilih secara demokrasi tapi justru menghancurkan demokrasi itu sendiri. Apakah Jokowi mau dicatat sejarah seperti itu?," kata Bursah dalam acara pembukaan Silaturahmi Nasional Perkumpulan Gerakan Kebangsaan (PGK) bertajuk "Tukar Pikiran Mengenai Keadaan, Masalah Pandemi dan Demokrasi" yang digelar secara hybrid melalui aplikasi Zoom, Jumat (5/3/2021).

"Pertimbangkan baik-baik, sejarah itu kehidupan kita yang akan dibaca dari generasi ke generasi, apalagi Jokowi seorang presiden dua periode," tambahnya.

Baca juga: KLB Digelar Sangat Cepat, Moeldoko Terpilih Jadi Ketua Umum Partai Demokrat





Bahkan mantan Ketua Umum Partai Bintang Reformasi (PBR) ini meminta Jokowi agar memecat Moedoko. "Karena itu, Jokowi mesti memberhentikan Moeldoko dari KSP (Kantor Staf Kepresidenan)," katanya.

Dalam acara Silaturahmi Nasional Perkumpulan Gerakan Kebangsaan yang diikuti pengurus PGK seluruh Indonesia dari 34 Provinsi dan 284 Kabupaten/Kota, Bursah juga menegaskan bahwaIndonesia perlu terus menjaga sistem politik yang sehat dan demokratis. Karena itu tidak boleh ada unsur kekuasaan yang ikut campur dalam dinamika internal partai politik .

"Aturan main dalam sistem demokrasi kita telah diatur dalam Undang-Undang, demikian pula tentang pergantian kepemimpinan partai politik setiap lima tahun. Maka demi menjaga budaya demokrasi yang sehat mestinya tidak boleh ada campur tangan kekuasaan untuk mencaplok kepemimpinan partai politik," kata Bursah.

Menurutnya, sistem politik di Indonesia telah menyediakan ruang bagi pergantian kepemimpinan Partai politik. Namun hal itu harus dilakukan secara konstitusional dan menghindari rekayasa politik oleh pemegang kekuasaan negara.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More