Jika Sahkan KLB Ilegal Demokrat, Komitmen Jokowi Junjung Demokrasi Diuji
Jum'at, 05 Maret 2021 - 10:43 WIB
JAKARTA - Isu Kongres Luar Biasa (KLB) ilegal terhadap Partai Demokrat yang sedang santer dibicarakan, menguji komitmen Presiden Joko Widodo ( Jokowi ) untuk menjunjung tinggi demokrasi. Jika sampai kepengurusan hasil KLB ilegal disahkan pemerintah, Jokowi dinilai mencoreng namanya sendiri dan akan dikenang sebagai Presiden yang merontokkan demokrasi di Indonesia.
“Presiden Jokowi pernah berkomitmen untuk menegakkan demokrasi. Ini artinya juga menjaga agar partai-partai politik yang berada di luar pemerintahan, untuk tidak dilemahkan," ujar Wakil Sekjen Partai Demokrat, Irwan Fecho dalam keterangannya, Jumat (5/3/2021). Baca juga: Disebut KLB Bodong, Demokrat Ungkap 1.200 Orang Bukan Pemilik Suara Sah
“Jika sampai KLB ilegal dibiarkan terlaksana dan kepengurusan abal-abal yang dihasilkan, kemudian disahkan, Presiden bertanggung jawab sepenuhnya atas pemecahbelahan ini parpol ini,” sambung Anggota DPR RI dari Dapil Kalimantan Timur ini.
Irwan percaya Presiden Jokowi punya kekuatan untuk menghentikan upaya-upaya pelemahan partai politik. “Beliau adalah pemimpin eksekutif nasional, yang mengendalikan para menteri termasuk Kapolri dan Menkumham serta Kepala KSP Moeldoko,” tandas Irwan.
“Jika sampai kepengurusan hasil KLB ilegal disahkan, artinya cuma dua: Presiden tidak bisa mengendalikan pembantu-pembantunya atau Presiden diam-diam membiarkan. Ingat, diamnya Presiden juga merupakan tindakan politik. Beliau bisa dianggap bersalah karena membiarkan (guilty by omission),” imbuhnya.
Irwan juga mempertanyakan kepergian Kepala KSP Moeldoko ke Medan, berdasarkan bukti tiket yang dia temukan. “Apakah kepergian Pak Moeldoko ini atas seizin Presiden? Untuk agenda dinas apa? Jika tidak seizin Presiden, berarti Pak Moeldoko mangkir dari tugas dong?”
Sementara itu, Dosen Ilmu Politik dari UIN Ciputat Jakarta, Adi Prayitno mengatakan semua pihak, terutama pemerintah, mesti hati-hati menyikapi isu KLB Demokrat. Ini isu serius yang akan menjadi alat ukur melihat kualitas demokrasi saat ini.
Pemerintah mesti clear dan memastikan lingkaran pejabat tedalam istana tak terlibat cawe-cawe dalam urusan politik partisan partai. “Tidak puas pada Ketum partai itu perkara biasa dalam demokrasi. Ada mekanismenya macam rapat, mediasi, dan lain-lain," kata Adi.
Dia menambahkan menjadi tak rasional jika ketidakpuasan itu dilakukan dengan cara tidak elegan mengundang pihak luar mengambil alih kekuasaan politik secara paksa. "Itu tidak sehat. Kalau tidak puas, keluar saja dan bikin partai baru seperti Amien Rais dan Fahri Hamzah. Itu jauh lebih jantan ketimbang mengkudeta pemimpin yang sah," tutupnya.
“Presiden Jokowi pernah berkomitmen untuk menegakkan demokrasi. Ini artinya juga menjaga agar partai-partai politik yang berada di luar pemerintahan, untuk tidak dilemahkan," ujar Wakil Sekjen Partai Demokrat, Irwan Fecho dalam keterangannya, Jumat (5/3/2021). Baca juga: Disebut KLB Bodong, Demokrat Ungkap 1.200 Orang Bukan Pemilik Suara Sah
“Jika sampai KLB ilegal dibiarkan terlaksana dan kepengurusan abal-abal yang dihasilkan, kemudian disahkan, Presiden bertanggung jawab sepenuhnya atas pemecahbelahan ini parpol ini,” sambung Anggota DPR RI dari Dapil Kalimantan Timur ini.
Irwan percaya Presiden Jokowi punya kekuatan untuk menghentikan upaya-upaya pelemahan partai politik. “Beliau adalah pemimpin eksekutif nasional, yang mengendalikan para menteri termasuk Kapolri dan Menkumham serta Kepala KSP Moeldoko,” tandas Irwan.
“Jika sampai kepengurusan hasil KLB ilegal disahkan, artinya cuma dua: Presiden tidak bisa mengendalikan pembantu-pembantunya atau Presiden diam-diam membiarkan. Ingat, diamnya Presiden juga merupakan tindakan politik. Beliau bisa dianggap bersalah karena membiarkan (guilty by omission),” imbuhnya.
Irwan juga mempertanyakan kepergian Kepala KSP Moeldoko ke Medan, berdasarkan bukti tiket yang dia temukan. “Apakah kepergian Pak Moeldoko ini atas seizin Presiden? Untuk agenda dinas apa? Jika tidak seizin Presiden, berarti Pak Moeldoko mangkir dari tugas dong?”
Sementara itu, Dosen Ilmu Politik dari UIN Ciputat Jakarta, Adi Prayitno mengatakan semua pihak, terutama pemerintah, mesti hati-hati menyikapi isu KLB Demokrat. Ini isu serius yang akan menjadi alat ukur melihat kualitas demokrasi saat ini.
Pemerintah mesti clear dan memastikan lingkaran pejabat tedalam istana tak terlibat cawe-cawe dalam urusan politik partisan partai. “Tidak puas pada Ketum partai itu perkara biasa dalam demokrasi. Ada mekanismenya macam rapat, mediasi, dan lain-lain," kata Adi.
Dia menambahkan menjadi tak rasional jika ketidakpuasan itu dilakukan dengan cara tidak elegan mengundang pihak luar mengambil alih kekuasaan politik secara paksa. "Itu tidak sehat. Kalau tidak puas, keluar saja dan bikin partai baru seperti Amien Rais dan Fahri Hamzah. Itu jauh lebih jantan ketimbang mengkudeta pemimpin yang sah," tutupnya.
(kri)
tulis komentar anda