Perindo Sebut SE Kapolri Hidupkan Revisi UU ITE dan Perkuat Hubungan Kemanusiaan
Rabu, 24 Februari 2021 - 10:23 WIB
JAKARTA - Sekretaris Jenderal DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) , Ahmad Rofiq menilai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) memang sangat mencemaskan sekaligus menghawatirkan bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia.
Sehingga, menurutnya, UU ini oleh pemerintah merasa perlu direvisi dan kemudian disambut cukup bijaksana Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk diterjemahkan kepada jajaran di bawahnya agar penegakan hukum tetap mengedepankan aspek 'restorative justice'.
Rofiq menyatakan orang bisa melakukan apa saja dengan UU ITE ini. Bahkan memberikan dampak yang cukup besar terhadap hubungan antar manusia, organisasi dan lembaga. "Kadang canda juga bisa mendatangkan petaka. Bahkan kritik juga bisa mendatangkan bencana bagi yang mengkritik," ujarnya saat dihubungi, Rabu (24/2/2021).
Di sisi lain, lanjut Rofiq, negara juga dihadapkan pada dunia Informasi Teknologi (IT) yang semakin luas tetapi sempit. Dia menilai pikiran-pikiran seseorang ketika disampaikan itu hanya bersifat kesimpulan, sementara gagasan besarnya tidak muncul di situ.
"Karena itulah celah untuk dicari-cari salahnya itu terbuka luas (dalam UU ITE)," kata Politikus yang juga mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah itu.
Lebih lanjut, Rofiq mengatakan dengan adanya kebijakan dari Kapolri melalui Surat Edaran (SE) yang 'restorative' karena mendorong tersangka UU ITE atau para korban bersedia menempuh jalur damai setelah adanya permintaan maaf maka menjadikan suasana demokrasi hidup kembali.
"Namun akan lebih baik lagi jika UU ITE itu direvisi agar suasana kebatinan rakyat Indonesia tidak mencari cari salahnya seseorang tetapi justru saling memperkuat hubungan kemanusiaan," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menerbitkan Surat Edaran (SE) terkait penerapan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). SE itu salah satunya mengatur soal penahanan tersangka UU ITE.
SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif itu diteken Jenderal Sigit pada 19 Februari 2021 dimaksudkan agar anggota Polri dalam menegakkan hukum menerapkan prinsip keadilan di masyarakat dalam hal ini mengedepankan restorative justice.
Yakni disebutkan dalam SE itu terhadap para pihak dan/atau para korban yang bersedia mengambil langkah damai diprioritaskan, tapi jika korban ingin perkaranya dilanjutkan agar tersangka UU ITE yang sudah minta maaf tak dilakukan penahanan.
Sehingga, menurutnya, UU ini oleh pemerintah merasa perlu direvisi dan kemudian disambut cukup bijaksana Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk diterjemahkan kepada jajaran di bawahnya agar penegakan hukum tetap mengedepankan aspek 'restorative justice'.
Baca Juga
Rofiq menyatakan orang bisa melakukan apa saja dengan UU ITE ini. Bahkan memberikan dampak yang cukup besar terhadap hubungan antar manusia, organisasi dan lembaga. "Kadang canda juga bisa mendatangkan petaka. Bahkan kritik juga bisa mendatangkan bencana bagi yang mengkritik," ujarnya saat dihubungi, Rabu (24/2/2021).
Di sisi lain, lanjut Rofiq, negara juga dihadapkan pada dunia Informasi Teknologi (IT) yang semakin luas tetapi sempit. Dia menilai pikiran-pikiran seseorang ketika disampaikan itu hanya bersifat kesimpulan, sementara gagasan besarnya tidak muncul di situ.
"Karena itulah celah untuk dicari-cari salahnya itu terbuka luas (dalam UU ITE)," kata Politikus yang juga mantan Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah itu.
Lebih lanjut, Rofiq mengatakan dengan adanya kebijakan dari Kapolri melalui Surat Edaran (SE) yang 'restorative' karena mendorong tersangka UU ITE atau para korban bersedia menempuh jalur damai setelah adanya permintaan maaf maka menjadikan suasana demokrasi hidup kembali.
"Namun akan lebih baik lagi jika UU ITE itu direvisi agar suasana kebatinan rakyat Indonesia tidak mencari cari salahnya seseorang tetapi justru saling memperkuat hubungan kemanusiaan," tuturnya.
Diberitakan sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menerbitkan Surat Edaran (SE) terkait penerapan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). SE itu salah satunya mengatur soal penahanan tersangka UU ITE.
SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif itu diteken Jenderal Sigit pada 19 Februari 2021 dimaksudkan agar anggota Polri dalam menegakkan hukum menerapkan prinsip keadilan di masyarakat dalam hal ini mengedepankan restorative justice.
Baca Juga
Yakni disebutkan dalam SE itu terhadap para pihak dan/atau para korban yang bersedia mengambil langkah damai diprioritaskan, tapi jika korban ingin perkaranya dilanjutkan agar tersangka UU ITE yang sudah minta maaf tak dilakukan penahanan.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda