32 Sengketa Pilkada 2020 Diterima MK, Didominasi Pemilihan Bupati

Jum'at, 19 Februari 2021 - 08:49 WIB
Dari 132 perkara perselisihan hasil pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK), hanya 32 yang lanjut ke pemeriksaan pokok perkara. FOTO/DOK.SINDOnews
JAKARTA - Dari 132 perkara perselisihan hasil pilkada 2020 di Mahkamah Konstitusi (MK) , hanya 32 yang lanjut ke pemeriksaan pokok perkara. Lembaga Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif mengungkapkan sebagian besar perkara itu merupakan sengketa pemilihan bupati (pilbup).

Peneliti Kode Inisiatif Ihsan Maulana mengatakan, sengketa pilbup yang masuk ke MK sebanyak 112 perkara. Dari jumlah itu, yang dinyatakan lanjut, hanya 28 perkara.Untuk sengketa pemilihan gubernur (pilgub) yang masuk ke MK 7 perkara, tapi hanya diterima 2 perkara. Lalu sengketa pemilihan wali kota (pilwakot) yang berlanjut hanya 2 dari 13 perkara yang masuk ke MK.

Klasifikasi perkara yang berlanjut, antara lain, 23 perkara masuk ambang batas, 8 lewat ambang batas, dan 1 perkara lewat ambang batas dan waktu.



Baca juga: Sengketa Pilkada Bima, MK Tolak Seluruh Gugatan Paslon Syafaad

Ihsan menjabarkan, MK menolak 90 perkara dan mengeluarkan 10 ketetapan. Klasifikasi putusan MK yang tidak menerima gugatan, antara lain, 72 perkara lewat ambang batas, 15 lewat waktu, 2 diajukan bakal pasangan calon, dan 1 perkara diajukan pemantau yang tidak terakreditasi. Untuk ketetapan yang dikeluarkan MK, yakni penarikan permohonan 6 perkara, 2 gugur, dan 2 perkara tidak berwenang.

"Enam perkara yang ditarik oleh pemohon untuk perkara pilbub Nias, Bengkulu Selatan, Sigi, Bulukumba, dan Rokan Hilir, dan pilwakot Bandar Lampung. Sedangkan, 2 perkara gugur adalah pilwakot Medan dan pilbup Memberamo Raya. Dua perkara yang tidak berwenang di Pangkajene Kepulauan dan Konowe Kepulauan," kata Ihsan dalam keterangan tertulis yang diterima SINDONews, Jumat (19/2/2021).

Berdasarkan pantauan Kode Inisiatif, ada enam pilkada tunggal yang digugat, pilbup Ogan Komering Ulu Selatan, Kutai Kartanegera, Balikpapan, Raja Ampat, dan Manokwari. Kode menyebut ada tiga pola dalam putusan perkara seperti ini.

Baca juga: Sengketa Pilgub 2020, 5 Perkara Tidak Dapat Diterima MK

Pertama, untuk pemohon yang berasal dari pemantau pemilihan terakreditasi, maka MK akan mengkonversi suara kolom kosong menjadi suara pemantau pemilihan. Kemudian, dihitung apakah suaranya memasuki ambang batas atau tidak.

"Hal ini terjadi pada sengketa pilkada Ogan Komering Ulu Selatan, Kutai Kartanegara, dan Balikpapan. Permohonan yang diajukan oleh pemantau terakreditasi tidak dapat diterima oleh MK karena tidak memenuhi ambang batas selisih suara antara calon tunggal dengan kolom kosong," tutur Ihsan.

Kedua, MK akan mengeluarkan putusan tidak dapat diterima karena pemantau tidak memiliki legal standing atau tidak terakreditasi. Hal ini terjadi dalam gugatan pilbup Raja Ampat.

Ketiga, MK pasti tidak akan menerima kedudukan hukum bakal pasangan calon khususnya di daerah dengan calon tunggal. Dari enam pilkada tunggal yang diseret ke MK, hanya Manokwari Selatan yang digugat bakal pasangan calon.
(abd)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More