Soal Moeldoko, Demokrat Ingatkan Lengsernya Megawati di KLB PDI oleh Soerjadi
Jum'at, 05 Februari 2021 - 22:35 WIB
JAKARTA - Partai Demokrat menyinggung kasus lengsernya Megawati Soekarnoputri dalam gerakan pengambil-alihan kepemimpinan partai Demokrat yang disebut ada campur tangan pihak eskternal.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya menegaskan bahwa sebuah gerakan pengambil-alihan kepemimpinan ini bukanlah urusan internal semata. Dia menyebut, hal serupa pernah terjadi sebelumnya.
"Ada dalam sejarah di negeri kita ini. Pada tanggal 22 Juni 1996 dilaksanakan Kongres Luar Biasa Partai Demokrasi Indonesia (KLB PDI) di Medan, yang berhasil menurunkan dan mengganti Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai pimpinan PDI," kata Harsya dalam keterangannya, Jumat (5/2/2021).
(Baca: Isu Kudeta di Demokrat Belum Juga Mereda, Moeldoko Disebut Berperan Aktif)
Dalam KLB tersebut, dia memandang bukan hanya permasalahan internal PDI atau konflik antara kubu Megawati dan kubu Suryadi saja. Akan tetapi, ada campur tangan dan pelibatan pihak eksternal. "Dalam hal ini elemen pemerintah," ujar dia.
Oleh karena itu, Harsya berharap Moeldoko tidak mewujudkan rencananya. Dia khawatir apa yang dilakukan bekas panglima TNI itu bisa berefek domino pada pejabat negara lainnya, yang juga punya ambisi serupa.
Menurut dia, tindakan Moeldoko yang dibiarkan dan dibenarkan, apalagi dengan kekuasaan yang dimiliki sebagai pejabat negara, melakukan gerakan mengambil alih kepemimpinan partai secara paksa (hostile taking over), akan sangat menciderai rasa keadilan.
"Bagi para pengemban amanah rakyat, seperti saudara Moeldoko seharusnya bukan hanya aspek hukum dan dimilikinya kekuasaan seolah bisa berbuat apa saja, tetapi harus juga mengindahkan aspek Moral, Etika dan Keadilan," ujar Harsya.
(Baca: Makin Panas, Moeldoko Disebut Sudah Cairkan DP 25% untuk Dongkel AHY)
Oleh karena itu, partainya sangat berharap agar tindakan Moeldoko tersebut tidak boleh dibiarkan dan juga dibenarkan oleh semua pihak, khususnya pemerintah.
"Kalau gerakan semacam GPK PD ini dibiarkan dan dibenarkan (Justified), maka hal ini dapat menjadi contoh dan bisa saja mendorong Pejabat Negara manapun yang memiliki ambisi politik dan ambisi kekuasaan yang sangat besar, menempuh jalan pintas, melakukan sesuatu yang menabrak etika politik, "the rule of law" dan "rules of the game"," ujarnya.
"Kalau hal begitu menjadi kultur dan kebiasaan, betapa terancamnya kedaulatan partai-partai politik di negeri ini, sekaligus betapa tidak aman dan rapuhnya kehidupan demokrasi kita," tutur dia.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Demokrat, Teuku Riefky Harsya menegaskan bahwa sebuah gerakan pengambil-alihan kepemimpinan ini bukanlah urusan internal semata. Dia menyebut, hal serupa pernah terjadi sebelumnya.
"Ada dalam sejarah di negeri kita ini. Pada tanggal 22 Juni 1996 dilaksanakan Kongres Luar Biasa Partai Demokrasi Indonesia (KLB PDI) di Medan, yang berhasil menurunkan dan mengganti Ibu Megawati Soekarnoputri sebagai pimpinan PDI," kata Harsya dalam keterangannya, Jumat (5/2/2021).
(Baca: Isu Kudeta di Demokrat Belum Juga Mereda, Moeldoko Disebut Berperan Aktif)
Dalam KLB tersebut, dia memandang bukan hanya permasalahan internal PDI atau konflik antara kubu Megawati dan kubu Suryadi saja. Akan tetapi, ada campur tangan dan pelibatan pihak eksternal. "Dalam hal ini elemen pemerintah," ujar dia.
Oleh karena itu, Harsya berharap Moeldoko tidak mewujudkan rencananya. Dia khawatir apa yang dilakukan bekas panglima TNI itu bisa berefek domino pada pejabat negara lainnya, yang juga punya ambisi serupa.
Menurut dia, tindakan Moeldoko yang dibiarkan dan dibenarkan, apalagi dengan kekuasaan yang dimiliki sebagai pejabat negara, melakukan gerakan mengambil alih kepemimpinan partai secara paksa (hostile taking over), akan sangat menciderai rasa keadilan.
"Bagi para pengemban amanah rakyat, seperti saudara Moeldoko seharusnya bukan hanya aspek hukum dan dimilikinya kekuasaan seolah bisa berbuat apa saja, tetapi harus juga mengindahkan aspek Moral, Etika dan Keadilan," ujar Harsya.
(Baca: Makin Panas, Moeldoko Disebut Sudah Cairkan DP 25% untuk Dongkel AHY)
Oleh karena itu, partainya sangat berharap agar tindakan Moeldoko tersebut tidak boleh dibiarkan dan juga dibenarkan oleh semua pihak, khususnya pemerintah.
"Kalau gerakan semacam GPK PD ini dibiarkan dan dibenarkan (Justified), maka hal ini dapat menjadi contoh dan bisa saja mendorong Pejabat Negara manapun yang memiliki ambisi politik dan ambisi kekuasaan yang sangat besar, menempuh jalan pintas, melakukan sesuatu yang menabrak etika politik, "the rule of law" dan "rules of the game"," ujarnya.
"Kalau hal begitu menjadi kultur dan kebiasaan, betapa terancamnya kedaulatan partai-partai politik di negeri ini, sekaligus betapa tidak aman dan rapuhnya kehidupan demokrasi kita," tutur dia.
(muh)
Lihat Juga :
tulis komentar anda