Komunikasi Politik Pejabat Istana Dinilai Kikuk dan Canggung

Rabu, 03 Februari 2021 - 23:03 WIB
Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko dalam jumpa pers terkait tudingan menjadi dalang kudeta Partai Demokrat di kediamannya, Rabu (3/2/2021). Foto/SINDOnews
JAKARTA - Dalam tiga hari ini, di tengah krisis COVID-19 dan perlambatan ekonomi yang belum teratasi, publik disuguhi dua kali penampilan media Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko yang berlangsung kikuk, canggung dan kontradiktif. Padahal sebagai pejabat Istana, Moeldoko harusnya tampil mewakili Istana dengan berwibawa dan sungguh-sungguh.

Demikian pengamatan Praktisi Media dan Periklanan, Renanda Bachtar mencermati dua kali kemunculan Jenderal Purn Moeldoko di berbagai televisi nasional. “Pada era post truth ini, penampilan dan konten sama pentingnya,” ujar Renan dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (3/2/2021).

Dalam penampilan yang pertama Senin (1/2) melalui platform virtual, Moeldoko muncul mengenakan kemeja putih seragam Istana dengan pin yang tersemat di dadanya. Terlihat tergesa-gesa, Moeldoko tampil untuk menanggapi pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) pada hari yang sama.



Pada pagi harinya, AHY muncul di depan wartawan mengenakan kemeja seragam Demokrat lengan pendek dan mengenakan celana jins di taman Kantor DPP yang asri. Dengan tenang dan teratur, dia mengungkapkan ada campur tangan yang terstruktur dan sistematis dari pihak luar partai, bekerja sama dengan sejumlah mantan kader untuk mengganti kepemimpinan Partai Demokrat yang sah. AHY mengungkapkan pihak eksternal tersebut mengaku mendapat restu dari sejumlah pejabat tinggi.

“Kami tidak mudah percaya dan tetap mengedepankan asas “praduga tak bersalah” dalam permasalahan ini. Karena itu, tadi pagi, saya telah mengirimkan surat secara resmi kepada Bapak Presiden Joko Widodo untuk mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi dari beliau terkait kebenaran berita yang kami dapatkan ini,” kata AHY.

Dalam penjelasannya, Moeldoko tidak menyangkal. Tapi saat mengatakan bahwa apa yang ia kerjakan merupakan urusan pribadi dan tidak ada hubungannya dengan Istana, netizen dan media langsung mempersoalkan pin dan fasilitas virtual meeting yang dia gunakan.

Moeldoko mengakui ia grogi. Usai menutup jumpa pers di kediamannya Rabu (3/2/2021), Moeldoko yang sudah melangkah ke dalam rumah, tiba-tiba berbalik, merapikan rambutnya dengan tangan, lalu kedua tangannya memegang mikrofon. “Jangan entar dibilangi Pak Moeldoko enggak percaya diri waktu berbicara. Ini kebetulan waktu saya bicara, di bawah begini nih, duduk lagi, jadinya enggak enak. Sekarang kan gagah gua. Moeldoko enggak pernah enggak percaya diri. Catat itu.”

Dalam penampilannya yang kedua, Moeldoko mengenakan batik lengan panjang. Tapi gerak tangan dan tubuhnya yang tidak bisa diam sepanjang jumpa pers mengesankan kegelisahan.

Ini makin tampak saat wartawan bertanya apa benar dia tidak punya ambisi jadi Capres 2024. Moeldoko terdiam sesaat. Wajahnya tersenyum canggung, lalu menjawab, “Enggak usah, enggak usah.. pertanyaannya enggak usah nakal begitu ah.” Terdengar derai tertawaan wartawan.

Sebagai orang yang lama bergelut dalam dunia media dan periklanan, Renan mengakui gerak tubuh dan cara bicara Moeldoko seperti menyembunyikan sesuatu. “Kalau menyembunyikan sesuatu, kita bisa mengatur omongan, tapi sulit menyembunyikan bahasa tubuh kita. Padahal riset menunjukkan 70% komunikasi antar personal, dicerminkan oleh bahasa tubuh,” kata Renan.

Ia menganjurkan Moeldoko untuk bicara terbuka dan apa adanya sehingga tidak menimbulkan spekulasi tentang upaya pengambilalihan paksa Partai Demokrat yang merupakan cara-cara kotor era lama.

“Presiden Jokowi sudah menegaskan komitmennya untuk menegakkan demokrasi dan berpolitik secara santun. Harusnya Pak Moeldoko menghormati komitmen tersebut," tutupnya.
(kri)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More