Skor Korupsi Turun Dinilai Harus Jadi Masalah Serius bagi Presiden

Minggu, 31 Januari 2021 - 14:02 WIB
Mantan wakil ketua KPK Laode Muhamad Syarif menilai, penurunan skor IPK menjadi 37 dari skor 40 pada 2019 menjadi permasalahan serius bagi Presiden. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Mantan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhamad Syarif menilai, penurunan skor Indeks Persepsi Korusi (IPK) Indonesia pada 2020 menjadi 37 dari skor 40 pada 2019 menjadi permasalahan serius bagi Presiden hingga penegak hukum.

(Baca juga: Hak Politik Dihapus, Ismail Yusanto: Pernahkah HTI Berontak dan Korupsi?)

"Ini permasalahan serius karena sejak 2008 tidak pernah menurun. Hal ini harus disikapi dengan serius oleh Presiden, DPR, dan aparat penegak hukum. Ini red light bagi pemerintah karena untuk mengembalikan ke skor 40 akan akan butuh bertahun-tahun. Ingat skore 37 adalah sama dengan skor tahun 2016," ujar Laode Muhamad Syarif kepada KORAN SINDO di Jakarta, Minggu (31/1/2021).



(Baca juga: Via Surat, Kelompok Anti Korupsi Rusia Minta Biden Sanksi Kolega Putin)

Direktur Eksekutif Partnership for Governance Reform (Kemitraan) in Indonesia ini menjelaskan, aparat hukum yang dimaksud yakni khususnya kepolisian, kejaksaan dan pengadilan. Syarif berpandangan, jika melihat skor IPK Indonesia tahun 2020 dengan sembilan indikator maka seperti biasa yang paling bermasalah adalah korupsi di sektor penegakan hukum dan korupsi sektor politik. Baca Juga: Ciamik, Angkasa Pura Siapkan Airport Mall bagi UMKM

(Baca juga: MAKI Beberkan Faktor Penyebab Turunnya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia)

"Sayangnya pada tahun 2020 indikator-indikator sektor ekonomi juga menurun semua. Jadi masalah utama adalah sektor penegakan hukum dan sektor politik yang masih korup dan tidak profesional," tegasnya.

Berdasarkan data yang dilansir Transparency International Indonesia (TII), dengan skor 37 pada tahun 2020 maka posisi Indonesia sama Gambia. Di wilayah Asia Tenggara, Indonesia ada di bawah Timor Leste (40 poin), Malaysia (51 Poin), Brunei Darusalam (60 Poin), dan Singapura (85 poin). Bahkan Singapura menempati di peringkat kedua skor CPI/IPK dunia.

TII menemukan relasi korupsi pebisnis dengan pemberi pelayanan publik hingga maraknya korupsi politik menjadi faktor anjloknya skor IPK Indonesia pada 2020 menjadi 37.

TII menyatakan, penurunan terbesar yang dikontribusikan oleh Global Insight dan PRS dipicu oleh relasi korupsi yang masih lazim dilakukan oleh pebisnis kepada pemberi layanan publik untuk mempermudah proses berusaha. TII memastikan, korupsi politik juga masih terjadi secara mendalam dalam sistem politik di Indonesia.
(maf)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More