Polemik RUU Pemilu, Perlukah Hak Politik Eks Anggota HTI dan FPI Dihapus?

Sabtu, 30 Januari 2021 - 10:02 WIB
DPR tengah menggodok draf Rancangan Undang-undang Pemilu. Dalam draf itu mengatur ketentuan pelarangan mantan anggota HTI mengikuti pemilu. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
JAKARTA - DPR tengah menggodok draf Rancangan Undang-undang tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7/2017 tentang Pemilu dan Undang-undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada ( RUU Pemilu ).

Dalam draf itu, ada ketentuan tentang peserta pemilu, baik pemilu legislatif, pemilihan presiden dan wakil presiden, serta pemilihan kepala daerah.

Pada Pasal 182 dinyatakan mantan anggota HTI dan PKI dilarang ikut pemilu atau tidak boleh berpartisipasi dalam pileg, pilpres dan pilkada. Singkatnya, tidak boleh menduduki jabatan publik, baik di eksekutif maupun legislatif.

Baca Juga: Malu-maluin! Jake Paul Serang Tunangan Conor McGregor Yang Hamil!

Belakangan muncul isu hal yang sama diberlakukan terhadap mantan anggota Front Pembela Islam (FPI). Hal tersebut tidak lepas fakta pelarangan organisasi itu oleh pemerintah. Berbeda dengan pelarangan mantan anggota PKI dan HTI yang sudah jelas diatur dalam draf UU tersebut, mengenai hak politik FPI baru akan dibahas.



Sekretaris Nasional Public Interest Lawyer Network (Pilnet) Indonesia, Erwin Natosmal Oemar menilai pencabutan hak politik warga negara tanpa melalui proses peradilan tidak tepat.

"Penghapusan hak pilih eks HTI dan FPI tanpa melalui proses peradilan merupakan diskriminasi terstruktur yang dilakukan negara terhadap hak warga negara," katanya kepada SINDOnews, Jumat 29 Januari 2021.

Erwin mengatakan, kebijakan itu berpotensi melanggar prinsip-prinsip dasar konstitusi dan persamaan di depan hukum. "Kebijakan ini mirip dengan kebijakan diskriminatif terhadap eks PKI yang sudah dibatalkan MK," ujar Erwin.

Kritikan lainnya dari Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah. Dedi menilai penghapusan hak politik terhadap dua ormas yang telah dilarang dan dibubarkan pemerintah itu berbahaya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More