Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun, Mahfud MD: Mengecewakan
Kamis, 28 Januari 2021 - 14:19 WIB
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD merespons peluncuran Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia oleh Transparency International Indonesia (TII) yang turun tiga poin dari 40 menjadi 37 poin.
Mahfud mengaku tak dapat mengelak ihwal hasil tersebut lantraan telah diolah melalui metodelogi yang tepat. "Saya tentu saja tidak bisa membantah itu sebagai persepsi. Artinya itu sudah dilakukan dengan metodelogi yang bagus, dengan 9 komponen atau unit analisis yang kemudian diolah sedemikian rupa. Sehingga menghasilkan hal bahwa kita turun tiga poin," kata Mahfud dalam peluncuran Indeks Persepsi Korupsi 2020 secara daring, Kamis (28/1/2021). Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2020 Turun Jadi 37 Setara Negara Gambia
Dia mengataian, penurunan IPK tersebut sedikit mengecewakan lantaran Indonesia sempat memiliki ambisi untuk bisa mencapai IPK di angka 50. Menurutnya, penurunan tiga poin IPK tersebut juga menjadi yang terparah karena cepat berpuas diri. "Tahun 1999, 1998, 1997 kita mulai dari angka 20. Lalu tiap tahun naik terus sampai akhirnya di 2019 kita mencapai 40 meskipun, pernah punya ambisi di 2019 kita bisa mencapai 50. Tapi sampai 40 kita sudah gembira, rata-rata baik terus tiap tahun. Pernah turun, atau pernah stagnan, tetapi kejatuhan terparah sekarang," ucapnya.
Dia menjelaskan, tugas pemberantasan korupsi merupakan salah satu tugas yang ditekankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepadanya saat menunjuk sebagai Menko Polhukam. Adapun pemberantasan korupsi, kata Mahfud berada di urutan kedua skala prioritas setelah penegakan hukum. "Ini penting bagi saya di Kemenko karena dulu saya ditugasi presiden mencakup empat hal di samping politik hukum dan keamanan yang bicara soal demokrasi, tetapi korupsi mendapat tekanan juga presiden. Pertama, perlindungan HAM, pemberantasan korupsi, penegakkan hukum, dan penyelesaian atau netralisasi radikalisme," tuturnya.
Mengingat data yang disampaikan TII hanya mencakup sampai Oktober, Mahfud pun merasa sedikit gembira. Hal itu dikarenakan, pada Desember tahun lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap koruptor berskala besar yakni Juliari Batubara dan Edhy Prabowo.
"Ternyata di bidang korupsi mengalami penurunan. Tapi saya agak gembira sedikit, data ini adalah data sampai Oktober 2020. Saya tidak tahu apakah penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi akan naik indeks persepsinya jika dicakupkan sampai Desember. Karena pada waktu itu kita menangkap dua orang, Menteri Kelautan dan Menteri Sosial yang dinyatakan terlibat korupsi gila-gilaan" katanya.
Mahfud mengaku tak dapat mengelak ihwal hasil tersebut lantraan telah diolah melalui metodelogi yang tepat. "Saya tentu saja tidak bisa membantah itu sebagai persepsi. Artinya itu sudah dilakukan dengan metodelogi yang bagus, dengan 9 komponen atau unit analisis yang kemudian diolah sedemikian rupa. Sehingga menghasilkan hal bahwa kita turun tiga poin," kata Mahfud dalam peluncuran Indeks Persepsi Korupsi 2020 secara daring, Kamis (28/1/2021). Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2020 Turun Jadi 37 Setara Negara Gambia
Dia mengataian, penurunan IPK tersebut sedikit mengecewakan lantaran Indonesia sempat memiliki ambisi untuk bisa mencapai IPK di angka 50. Menurutnya, penurunan tiga poin IPK tersebut juga menjadi yang terparah karena cepat berpuas diri. "Tahun 1999, 1998, 1997 kita mulai dari angka 20. Lalu tiap tahun naik terus sampai akhirnya di 2019 kita mencapai 40 meskipun, pernah punya ambisi di 2019 kita bisa mencapai 50. Tapi sampai 40 kita sudah gembira, rata-rata baik terus tiap tahun. Pernah turun, atau pernah stagnan, tetapi kejatuhan terparah sekarang," ucapnya.
Dia menjelaskan, tugas pemberantasan korupsi merupakan salah satu tugas yang ditekankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepadanya saat menunjuk sebagai Menko Polhukam. Adapun pemberantasan korupsi, kata Mahfud berada di urutan kedua skala prioritas setelah penegakan hukum. "Ini penting bagi saya di Kemenko karena dulu saya ditugasi presiden mencakup empat hal di samping politik hukum dan keamanan yang bicara soal demokrasi, tetapi korupsi mendapat tekanan juga presiden. Pertama, perlindungan HAM, pemberantasan korupsi, penegakkan hukum, dan penyelesaian atau netralisasi radikalisme," tuturnya.
Mengingat data yang disampaikan TII hanya mencakup sampai Oktober, Mahfud pun merasa sedikit gembira. Hal itu dikarenakan, pada Desember tahun lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menangkap koruptor berskala besar yakni Juliari Batubara dan Edhy Prabowo.
"Ternyata di bidang korupsi mengalami penurunan. Tapi saya agak gembira sedikit, data ini adalah data sampai Oktober 2020. Saya tidak tahu apakah penegakkan hukum dan pemberantasan korupsi akan naik indeks persepsinya jika dicakupkan sampai Desember. Karena pada waktu itu kita menangkap dua orang, Menteri Kelautan dan Menteri Sosial yang dinyatakan terlibat korupsi gila-gilaan" katanya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda