Polemik Siswi Nonmuslim Pakai Jilbab, KPAI Minta Aturan Sekolah Diskriminatif Dihapuskan
Rabu, 27 Januari 2021 - 02:01 WIB
JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar aturan sekolah yang diskriminatif dihapuskan setelah adanya polemik siswi nonmuslim yang diwajibkan untuk memakai jilbab di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat.
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, siswi nonmuslim memakai jilbab tidak hanya terjadi di SMKN 2 Kota Padang, namun ada juga siswi SMKN 3 Kota Padang, SMKN 12 Padang, SMAN 16 dan SMAN 18 Kota Padang. "Mereka mengaku telah menggunakan seragam hijab ini sejak duduk dijenjang SD dan SMP, meskipun mereka bukan beragama Islam," kata Retno dalam keterangannya, Rabu (27/1/2021).
KPAI mengapresiasi Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Adib Alfikri yang akan mengkaji ulang aturan yang dinilai diskriminatif itu. Menurut dia, aturan sekolah yang diskriminatif juga bisa melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
KPAI juga mencatat sejumlah aturan sekolah diskriminatif juga pernah terjadi di SMPN 1 Singaraja dan SMAN 2 Denpasar. Selain itu, surat edaran di Sekolah Dasar Negeri 3 Karang Tengah, Gunung Kidul juga menimbulkan kontroversi karena mewajibkan siswanya mengenakan seragam muslim.
"Intoleransi juga sempat terjadi di SMAN 8 Yogyakarta karena kepala sekolahnya mewajibkan siswanya untuk mengikuti kemah di Hari Paskah. Protes yang dilakukan sebelumnya oleh guru agama Katolik dan Kristen tidak ditanggapi oleh kepala sekolah yang pada akhirnya mengubah tanggal perkemahan setelah ada desakan dari pihak luar," ujar Retno.
Pada awal tahun 2020, seorang siswa aktivis Kerohanian Islam (Rohis) SMA 1 Gemolong, Sragen, merundung siswi lainnya karena tidak berjilbab. Kasus tersebut kemudian viral dan menarik begitu banyak perhatian. Pada akhirnya siswi yang dirundung pindah sekolah ke kota lain, karena ia merasa tidak aman dan nyaman dengan cara temannya yang terlalu jauh memasuki privasi dirinya.
"KPAI mendorong pengarusutamaan nilai-nilai kebhinekaan di sekolah-sekolah negeri. Sekolah harus menjadi tempat strategis membangun kesadaran kebhinekaan dan toleransi. Upaya-upaya yang bisa dilakukan dengan peningkatan kapasitas kepala sekolah, guru-guru, termasuk pejabat di dinas pendidikan atau kementerian pendidikan," terang dia.
Dia mengajak partisipasi orang tua murid untuk memastikan agar anaknya tidak mengalami diskriminasi atau mengambil jalan pemahaman intoleran. Para orangtua bisa melaporkan kasus-kasus diskriminasi kepada lembaga pengawas ekstrenal seperti Ombudsman dan forum guru.
KPAI sudah berkoordinasi dengan Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung dan menggelar pertemuan daring dengan Ombudsman Sumatera Barat dan pihak SMKN 2 Kota Padang untuk memberikan perlindungan terhadap siswi non muslim yang viral karena polemik pemakaian jilbab tersebut.
"KPAI mendorong P2TP2A Kota Padang untuk melakukan home visit ke ananda JCH agar dapat melakukan asesmen psikologi. Tujuannya untuk memastikan apakah ananda mengalami masalah psikologis setelah kasusnya viral. Jika dalam asesmen adalah masalah psikologis dari dampak kasus ini, maka P2TP2A harus memberikan layanan rehabilitasi psikologis pada ananda JCH," ucap dia.
KPAI mendorong Kemendikbud untuk melakukan sosialisasi dan pelatihan ke para pendidik, kepala sekolah serta pengawas sekolah untuk menguatkan nilai-nilai demokrasi, persatuan dan kesatuan serta menjunjung tinggi HAM.
"Kesadaran dibangun dari pengetahuan dan dikuatkan dengan regulasi-regulasi yang ada, terkait sanksi jika terjadi pelanggaran terhadap hak-hak peserta didik di lingkungan satuan pendidik, mengingat kasus intoleransi yang terjadi di SMKN 2 Padang bukanlah kasus pertama di Indonesia," pungkasnya.
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, siswi nonmuslim memakai jilbab tidak hanya terjadi di SMKN 2 Kota Padang, namun ada juga siswi SMKN 3 Kota Padang, SMKN 12 Padang, SMAN 16 dan SMAN 18 Kota Padang. "Mereka mengaku telah menggunakan seragam hijab ini sejak duduk dijenjang SD dan SMP, meskipun mereka bukan beragama Islam," kata Retno dalam keterangannya, Rabu (27/1/2021).
KPAI mengapresiasi Kepala Dinas Pendidikan Sumbar, Adib Alfikri yang akan mengkaji ulang aturan yang dinilai diskriminatif itu. Menurut dia, aturan sekolah yang diskriminatif juga bisa melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
KPAI juga mencatat sejumlah aturan sekolah diskriminatif juga pernah terjadi di SMPN 1 Singaraja dan SMAN 2 Denpasar. Selain itu, surat edaran di Sekolah Dasar Negeri 3 Karang Tengah, Gunung Kidul juga menimbulkan kontroversi karena mewajibkan siswanya mengenakan seragam muslim.
"Intoleransi juga sempat terjadi di SMAN 8 Yogyakarta karena kepala sekolahnya mewajibkan siswanya untuk mengikuti kemah di Hari Paskah. Protes yang dilakukan sebelumnya oleh guru agama Katolik dan Kristen tidak ditanggapi oleh kepala sekolah yang pada akhirnya mengubah tanggal perkemahan setelah ada desakan dari pihak luar," ujar Retno.
Pada awal tahun 2020, seorang siswa aktivis Kerohanian Islam (Rohis) SMA 1 Gemolong, Sragen, merundung siswi lainnya karena tidak berjilbab. Kasus tersebut kemudian viral dan menarik begitu banyak perhatian. Pada akhirnya siswi yang dirundung pindah sekolah ke kota lain, karena ia merasa tidak aman dan nyaman dengan cara temannya yang terlalu jauh memasuki privasi dirinya.
"KPAI mendorong pengarusutamaan nilai-nilai kebhinekaan di sekolah-sekolah negeri. Sekolah harus menjadi tempat strategis membangun kesadaran kebhinekaan dan toleransi. Upaya-upaya yang bisa dilakukan dengan peningkatan kapasitas kepala sekolah, guru-guru, termasuk pejabat di dinas pendidikan atau kementerian pendidikan," terang dia.
Dia mengajak partisipasi orang tua murid untuk memastikan agar anaknya tidak mengalami diskriminasi atau mengambil jalan pemahaman intoleran. Para orangtua bisa melaporkan kasus-kasus diskriminasi kepada lembaga pengawas ekstrenal seperti Ombudsman dan forum guru.
KPAI sudah berkoordinasi dengan Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung dan menggelar pertemuan daring dengan Ombudsman Sumatera Barat dan pihak SMKN 2 Kota Padang untuk memberikan perlindungan terhadap siswi non muslim yang viral karena polemik pemakaian jilbab tersebut.
"KPAI mendorong P2TP2A Kota Padang untuk melakukan home visit ke ananda JCH agar dapat melakukan asesmen psikologi. Tujuannya untuk memastikan apakah ananda mengalami masalah psikologis setelah kasusnya viral. Jika dalam asesmen adalah masalah psikologis dari dampak kasus ini, maka P2TP2A harus memberikan layanan rehabilitasi psikologis pada ananda JCH," ucap dia.
KPAI mendorong Kemendikbud untuk melakukan sosialisasi dan pelatihan ke para pendidik, kepala sekolah serta pengawas sekolah untuk menguatkan nilai-nilai demokrasi, persatuan dan kesatuan serta menjunjung tinggi HAM.
"Kesadaran dibangun dari pengetahuan dan dikuatkan dengan regulasi-regulasi yang ada, terkait sanksi jika terjadi pelanggaran terhadap hak-hak peserta didik di lingkungan satuan pendidik, mengingat kasus intoleransi yang terjadi di SMKN 2 Padang bukanlah kasus pertama di Indonesia," pungkasnya.
(hab)
Lihat Juga :
tulis komentar anda